A. PENDAHULUAN
Ciptaan merupakan
segala hal yang ada melalui proses ‘menciptakan’. Dalam konteks agama Katolik,
alam semesta dan semua isinya merupakan ciptaan Allah yang maha kuasa. Dalam Kitab
Kejadian 1,1-31 dikatakan bahwa seluruh langit dan bumi beserta isinya
diciptakan oleh Allah. Penciptaan itu terjadi dalam enam hari serta pada hari
ketujuh Ia beristirahat. Berangkat dari Kitab Kejadian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa yang termasuk dalam ciptaan ialah segenap alam semesta
termasuk manusia.
Pada masa kini,
terjadi banyak penyimpangan terhadap ciptaan. Hal ini dapat dilihat dari
penebangan hutan secara liar, pertambangan emas, batu, pasir, dan lain-lain
secara besar-besaran, perburuan satwa, dan masih banyak lagi demi keuntungan
pribadi. Bukan hanya eksploitasi alam, permusuhan dan peperangan masih semarak
terjadi di dunia. Belakangan ini terjadi demonstrasi di Nepal yang melewati
batas kemanusiaan. Melalui segala peristiwa yang terjadi saat ini, maka perlu
belajar kembali bagaimana mencintai seluruh ciptaan.
Fransiskus Asisi
hadir sebagai teladan mencintai dan mengasihi ciptaan. Cara hidupnya yang akan
kita bahas dalam tulisan ini, mengajak kita untuk menghargai ciptaan. Manusia
dan ciptaan lainnya hidup berdampingan sebagai saudara. Oleh karena itu,
layaknya saudara, seluruh ciptaan diperlakukan dengan adil. Dengan demikian
hiharapkan kehidupan menjadi damai.
Adapun tujuan dari tulisan ini
adalah untuk 1) mengetahui cara santo Fransiskus Asisi menunjukkan cinta kepada
seluruh ciptaan; 2) mengetahui alasan saudara muda perlu belajar menghargai
ciptaan; dan mengetahui praktik ekologis sederhana yang dapat dilakukan dalam
komunitas.
B. CINTA
FRANSISKUS KEPADA SELURUH CIPTAAN
Manusia secara
alamiah tertarik kepada hal-hal yang indah. Tidak jarang pertemuan dengan
hal-hal yang indah ini mengatasi pengalaman-pengalaman keterpecahan didalam
hidup. Keindahan dunia menumbuhkan suatu hubungan timbal-balik yang saling
ketergantungan, membuat insan menjadi saudara bagi semua. Pertemuan dengan
keindahan yang otentik juga dapat menentukan siapa kita dan apa yang harus
dilakukan didalam hidup (Ordo Fratrum Minorum Cappucinorum, 2019, p. 9).
Fransiskus
memiliki pengalaman perjumpaan yang indah, yang kemudian mengubah seluruh
hidupnya. Ia mendengar dan membaca buku kehidupan yakni injil yang menunjukkan
kepadanya keinginan Allah untuk berelasi dengan semua ciptaan. Setelah ia
meninggalkan kehidupan dunia dan bertobat, ia semakin akrab dengan seluruh
ciptaan. Ia hidup bersama dengan orang kusta dan ia sendiri menjadi miskin
seperti mereka. Dalam setiap ciptaan, Fransiskus merefleksikan bahwa Allah
hadir dengan berbagai cara, dan bersama aneka ciptaan ini Fransiskus menjadi
saksi yang terpesona oleh Allah pencipta, yang kepada-Nya Fransiskus berseru;
‘Engkaulah Keindahan’ (Ordo Fratrum Minorum Cappucinorum, 2019, p. 10).
Fransiskus dan
Orang Kusta
Fransiskus
mencintai seluruh ciptaan, termasuk manusia yang merupakan ciptaan yang paling
sempurna dan utama. Dalam wasiat santo Fransiskus dikatakan, “Beginilah Tuhan
menganugerahkan kepadaku, Saudara Fransiskus, untuk mulai melakukan pertobatan.
Ketika aku dalam dosa, aku merasa amat muak melihat orang kusta. Akan tetapi
Tuhan sendiri mengantar aku ketengah mereka dan aku merawat mereka penuh
kasihan. Setelah aku meninggalkan mereka, apa yang tadinya terasa memuakkan,
berubah bagiku menjadi kemanisan jiwa dan badan; dan sesudahnya aku sebentar
menetap, lalu aku meninggalkan dunia” (Ordo Fratrum Minorum Cappucinorum, 2019, p. 24).
Pertemuan dengan
orang kusta ini mengubah hidup Fransiskus. Ia yang awalnya merasa jijik dengan
orang kusta, kini menjadi sahabat bagi mereka. Dalam kisah tiga sahabat
dikatakan, Fransiskus turun dari kudanya serta memeluk orang kusta yang
dijumpainya di jalan. Ia juga membawa uang, membagikan dan memeluk setiap orang
kusta yang dibantunnya. Berkat kunjungan Fransiskus pada orang kusta, ia
berubah menjadi lebih baik (Groenen, 2008, p. 49). Semenjak pertemuannya dengan
orang kusta, ia merasa dirinya rendah, sehingga ia ingin bertobat dan
memberikan dirinya sepenuhnya kepada Allah.
Fransiskus Saudara
Bagi Semua Mahluk dan Alam Ciptaan
Fransiskus membuka
hati pada nyanyian ciptaan dan bernyanyi bersama mereka. Dengan dan dalam
ciptaan, Fransiskus menjadi penyanyi bagi yang mahaluhur. Sebelum ia meninggal
dunia menuju kepada Bapa, ia menggubah sebuah lagu 'kidung saudara matahari’,
yang mengungkapkan isi hatinya, betapa ia mencintai segenap ciptaan Tuhan. Pada
tahun 2025 ini, lagu ini telah berumur 800 tahun dan diperingati sedemikian
oleh seluruh anggota Fransiskan di dunia. Syair lagu tersebut mengungkapkan
rasa kagum Fransiskus kepada pencipta, yang telah mengadakan segala ciptaan
yang teramat indah. Dalam lagu tersebut, Fransiskus mengungkapkan empat elemen
primer dalam hidup yakni, api, tanah, air, dan angin.
Fransiskus tidak
hanya menyebut mahluk atau alam ciptaan sebagai saudara, namun ia menganggapnya
memiliki rasa dan ratio, karena itu ia mampu melihat keindahan Allah melalui
semua ciptaan. Dalam beberapa kisah, Fransiskus sering bercengkrama dengan
berbagai mahluk ciptaan. Misalnya kota Gubbio yang sering diganggu oleh
serigala. Fransiskus hadir disana, mengajak serigala bernegosiasi seolah-olah
serigala tersebut memiliki rasa dan ratio. Namun anehnya, serigala tersebut
turut dengan perkataan Fransiskus. Dalam kisah lain juga dikatakan, Fransiskus
didatangi seorang anak yang menawarkan perkutut. Dengan penuh belaskasihan,
Fransiskus meminta perkutut itu. Setelah anak itu memberi perkutut itu,
Fransiskus membuat sarang bagi burung itu. Ia merawatnya, hingga perkutut itu
berkembang biak. Perkutut itu sangat jinak kepada Fransiskus. Mereka tidak mau
pergi terbang apabila Fransiskus belum menyuruh pergi dan memberi berkat dengan
tangannya.(Fioreti, 1997) Dan masih banyak
kisah yang lain.
Menurut Fransiskus
segala sesuatu diserap oleh cinta Allah. Karena itu ia membangun relasi yang
baik dengan semua ciptaan. Ia menjadi sahabat bagi ciptaan. Ia merasa senasib
dengan ciptaan. Bagi Fransiskus, mengenal ciptaan sebagai rivelasi Allah adalah
mengenal kebijaksanaan tertinggi dari pencipta. Fransiskus memandang ciptaan
bukan sebagai objek kuasa dan kenikmatan, namun objek kekaguman akan karya
Allah. Ciptaan baginya ialah gambaran Allah sang pencipta, sehingga wajib dijaga
dan dilestarikan (Pengenalan
Dasar Fransiskan Untuk Novis, n.d., p. 25).
C. BELAJAR
MENGHARGAI CIPTAAN
Manusia Sebagai Ciptaan
yang Utama
Melalui putranya
dan dalam Roh Kudus, Allah telah menciptakan segala sesuatu yang jasmani dan
rohani (AngTBul XXIII,1-3). Manusia sendiri diciptakan secitra dan segambar
dengan Allah, oleh sebab itu manusia terarah pada tubuh mulia Kristus. Manusia
mencapai kesempurnaan dan kepenuhannya dalam Kristus (Manangar .C Marpaung, 2018, p. 513). Manusia menjadi pusat kehidupan. Allah
sebagai sang pencipta, mengasihi manusia lebih dari ciptaan yang lain.
Kasih Allah tidak
tanggung-tanggung, ia mengaruniakan anaknya yang tunggal Tuhan Yesus Kristus untuk
menebus dosa manusia. Rasul
Yohanes menulis, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga
Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal". Sebagaimana
Allah mengasihi manusia, begitu juga hendaknya manusia saling mengasihi.
Pada zaman ini, sering terjadi penyimpangan terhadap manusia.
Rasa saling menghargai dan kepekaan telah terkikis arus zaman. Ini tampak dari
situasi aktual masyarakat terkhusus kaum muda jaman ini. Kaum muda sering acuh
tak acuh dengan apa yang terjadi pada sekitarnya dan hanya fokus pada diri
sendiri. Seperti demonstrasi yang terjadi di Nepal. Para pendemo yang menamai
diri generasi z, melakukan demontrasi kepada pemerintah, namun tidak manusiawi
lagi. Tempat umum pemerintahan dibakar, hingga mantan istri perdana menteri
meninggal dunia, dan menteri keuangan dipukuli juga ditelanjangi. Motivasi
mereka memang baik, yakni karena korupsi yang meraja lela di antara kaum
pejabat, namun cara mereka tidak sehat dan kekanak-kanakan. Berangkat dari
pengalaman tersebut, rasanya cinta Fransiskus dalam menghargai ciptaan lain menjadi
sangat relevan dan perlu diketahui oleh anak muda jaman ini.
Manusia harus menghargai manusia lainnya sebagai citra Allah.
Mengasihi manusia berarti mengasihi Allah sebagai penciptanya. Selain itu,
manusia merupakan mahluk sosial, yang tergantung pada manusia yang lain.
Manusia tidak dapat hidup tanpa manusia lainnya. Dengan menghargai sesama
manusia, maka akan tercipta keadaan damai yang didambakan setiap orang.
Fransiskus sendiri dalam hidupnya berusaha untuk membantu sesamanya dengan
tulus serta menghargai setiap saudara dengan segala kelemahan dan kelebihan yang
ada dalam diri setiap saudara. Kedamaian akan tercapai dengan sikap saling
menghargai.
Alam Ciptaan Menopang Manusia
Manusia adalah
mahluk ekologi, yang memiliki ketergantungan atau hubungan timbal balik dengan
lingkungannya. Manusia tidak dapat hidup tanpa ciptaan lain. Kebutuhan manusia
mulai dari primer sampai tersier disubsidi oleh bumi. Alam ciptaan menopang
manusia. Oleh sebab itu, manusia seyogyanya menghargai ciptaan dengan merawat
dan melestarikan lingkungan hidup.
Dalam kitab suci,
pada Kitab Kejadian, dikatakan Allah menciptakan alam semesta selama enam hari.
Allah terlebih dahulu menciptakan bumi dan segala isinya, setelah itu baru menciptakan
manusia. Mengasihi alam semesta juga berarti mencintai Allah sebagai
penciptanya. Alam semesta bukan sebagai objek kekuasaan, namun harus dihargai
sebagai karya agung Allah.
Sikap manusia
terhadap alam sangat menentukan masa depan. Eksploitasi alam yang meraja lela,
berdampak buruk bagi manusia. Jika terus berlanjut, maka alam ciptaan akan
berbalik melawan manusia. Manusia perlu memikirkan kembali kekuatannya, makna
dan batasanya. Perlu sikap menghargai ciptaan. Seperti disampaikan Paus
Fransiskus dalam seruan apostoliknya, laudate deum, “kita memerlukan
kejernihan dan kejujuran untuk menyadari kekuatan kita dan kemajuan yang kita
hasilkan justru berbalik melawan kita” (Fransiskus, 2023).
Santo Fransiskus
memberikan teladan menghargai ciptaan. Manangar C. Marapaung mengatakan dalam
bukunya, “Fransiskus merasa berfamili dengan semua ciptaan. Ia mengajak
burung-burung dan segala mahluk bernyanyi memuji Allah. Ia merasa ditebus
bersama semua ciptaan” (Pengenalan
Dasar Fransiskan Untuk Novis, n.d., p. 514). Fransiskus mengajak kita, melihat
ciptaan sebagai saudara senasib, dengan demikian kita akan menghargai ciptaan
sebagaimana diri kita. Bagaimana kita ingin diperlakukan, demikianlah kita
memperlakukan semua ciptaan.
D. PRAKTIK EKOLOGIS SEDERHANA DALAM KOMUNITAS
Fransiskus menjadi
teladan dalam menghargai ciptaan. Paus Yohanes Paulus II menetapkan Fransiskus
Asisi menjadi pelindung ekologi pada tanggal 29 September 1996. Bukan tanpa
alasan, namun karena Fransiskus dalam hidupnya menunjukkan kasih dan rasa hormat yang mendalam terhadap
seluruh ciptaan, melihat semua makhluk dan alam sebagai "saudara" dan
"saudari" yang diciptakan oleh satu Tuhan.
Dunia kita sekarang ini tidak sedang baik-baik saja. Penyimpangan-penyimpangan
ekologi ditemui diberbagai belahan dunia dan berdampak bagi seluruh penduduk
bumi. Misalnya, yang marak terjadi di Indonesia yakni, abrasi, banjir, dan
kebakaran hutan. Pelaku utamanya ialah manusia sendiri. Kita sebagai manusia,
terlebih pengikut santo Fransiskus dapat membantu mengurangi masalah ekologi
ini dengan melakukan praktik ekologis sederhana pada komunitas-komunitas kita
masing-masing. Tidak cukup tindakan pribadi, namun bersama-sama melakukan
pertobatan ekologi. Paus Fransiskus dalam ensikliknya, Laudato Si,
mengatakan; “Tidak cukup bahwa setiap individu memperbaiki diri. Pertobatan
ekologis menyiratkan berbagai sikap bersama-sama dalam menangani masalah
ekologi. Menumbuhkan kepekaan penuh kasih dan kelembutan, mensyukuri bahwa
dunia merupakan anugerah Allah.”(Fransiskus, 2016)
Budaya “Membuang Sampah”
Budaya membuang sampah secara khusus saya kaji, karena merupakan
kegiatan yang selalu dilakukan setiap manusia. Katharina Reny Lestari menulis
dalam artikelnya, “salah satu keprihatinan Paus Fransiskus dalam Laudato Si ialah,
budaya membuang sampah sembarangan masih sangat marak, sehingga menimbulkan
berbagai masalah lain.”(Lestari, 2025) Tindakan ini kelihatan sepele dan simpel, namun akibatnya
serius. Misalnya banjir dan kurangnya kualitas air. Hal ini sering diakibatkan
karena penumpukan sampah di sungai. Dengan membuang sampah pada tempatnya,
penggolongan organik, anorganik, dan daur ulang, akan memberi dampak positif
pada lingkungan.
Pelestarian Ciptaan
Pelestarian ciptaan mewujudkan perdamaian dalam dunia.
Katharina Reny Lestari menulis dalam artikelnya, “Paus leo menyebut bahwa
pelestarian Ekologi adalah proyek bersama, proyek ini adalah benih yang
menjanjikan buah keadilan dan perdamaian, dan proyek pendidikan ekologi
integral yang dapat menjadi contoh bagaimana orang dapat hidup, bekerja, dan
membangun komunitas dengan menerapkan prinsip Laudato Si.”(Lestari, 2025) Pelestarian ciptaan dapat kita lakukan dengan
praktek-praktik ekologis sederhana misalnya, membuang sampah pada tempatnya,
penggunaan kompos, penggunaan paving blok, eko enzyme, hemat energi, berbagi
tumpangan, dan masih banyak lagi. Dengan demikian kita membantu menumbuhkan
keadilan dan perdamaian di dunia.
E. KESIMPULAN
Fransiskus mencintai seluruh ciptaan,
termasuk manusia yang merupakan ciptaan yang paling sempurna dan utama.
Fransiskus tidak hanya menyebut mahluk atau alam ciptaan sebagai ‘saudara’,
namun ia mengangngapnya memiliki rasa dan ratio, karena itu ia mampu melihat
keindahan Allah melalui semua ciptaan. Banyak cara dan kisah nyata yang telah
ditunjukkan selama hidupnya dalam mencintai semua ciptaaan. Fransiskus
mendamaikan serigala dengan masyarakat Gubio, mengajak mahluk bernyanyi memuji
Allah, bahkan berkotbah kepada burung-burung. Ia juga menggubah sebuah lagu
pujian bagi Allah karena keindahan ciptaannya yaitu ‘kidung saudara matahari’
atau yang sering kita sebut ‘gita sang surya’.
Para saudara muda perlu belajar menghargai
ciptaan. Manusia sebagai ciptaan Allah yang utama harus saling menghargai satu
sama lain karena merupakan citra Allah. Alam dan segala mahluk ciptaan juga
harus dihargai dengan cara merawat dan melestarikan, karena alam menopang hidup
manusia. Menghargai ciptaan berarti menghargai dan mencintai Allah sebagai
penciptanya. Kebutuhan manusia dipenuhi oleh ciptaan.
Dunia kita
sekarang ini tidak sedang baik-baik saja. Masalah ekologi ditemui diberbagai
belahan dunia dan berdampak bagi seluruh penduduk bumi. Misalnya, yang marak
terjadi di Indonesia yakni, abrasi, banjir, dan kebakaran hutan. Pelaku
utamanya ialah manusia sendiri. Kita sebagai manusia, terlebih pengikut santo
Fransiskus dapat membantu mengurangi masalah ekologi ini dengan melakukan
praktik ekologis sederhana pada komunitas-komunitas kita masing-masing.
Misalnya; membuang sampah pada tempatnya, penggunaan kompos, penggunaan paving
blok, eko enzyme, hemat energi, berbagi tumpangan, dan masih banyak lagi.
Dengan demikian kita membantu menumbuhkan keadilan dan perdamaian di dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Fioreti. (1997).
Sekretariat Keluarga Fransiskan Indonesia.
Fransiskus, P. (2016). Laudato Si. In Roma (p. 133).
Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI.
Fransiskus, P. (2023). Laudate Deum (Dept. Dokp, p.
14). Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI.
Groenen, C. O. (2008). Kisah Tiga Sahabat. Sekretariat
Keluarga Fransiskan Indonesia.
Lestari, K. R. (2025). Keprihatinan dan Harapan Dua Paus. Majalah
Hidup, Sajian Utama, 9.
Manangar .C Marpaung. (2018). Spritualitas dasarn
Fransiskan (Sandy Girsang (Ed.)). Bina Media Perintis.
Ordo Fratrum Minorum Cappucinorum. (2019). Ratio
Formationis OFMCap. PT. Bina Media Perintis.
Pengenalan Dasar Fransiskan untuk Novis. (n.d.). Komisi Pengembangan Spiritualitas Fransiskan.
Ditulis oleh: Sdr. Selestinus Nainggolan OFMCap (Postnovisiat, Oktober 2025)




Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!