Ordo Kapusin Kustodi General Sibolga

“SANTAPAN TUBUH DAN DARAH KRISTUS.” (Ul 8:2-3.14b-16a; 1Kor 10:16-17; Yoh 6:51-58)

Fr. Michael A. Aritonang OFMCap
Hari ini Bunda Gereja Kudus merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Pada Perjamuan Malam Terakhir, Yesus bersabda: “... Makanlah Tubuh-Ku dan Minumlah Darah-Ku. Lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku.” Sejak itu, setiap kali kita merayakan Ekaristi, kita mengenangkan Kristus yang memberikan hidup-Nya bagi keselamatan kita. Bila kita makan Tubuh-Nya dan minum Darah-Nya, kita ikut serta dalam hidup, wafat dan kebangkitan-Nya. Karena roti itu satu, maka kita bersama-sama merupakan satu tubuh. Dengan makan roti kehidupan dan minum darah keselamatan, kita kenangkan dengan rasa syukur, bahwa Yesus telah mengorbankan diri-Nya seutuhnya bagi kita.
Yesus berkata: “Akulah roti hidup yang telah turun dari surga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya. Dan roti yang Kuberikan ialah daging-Ku, yang Kuberikan untuk hidup dunia.” Di sini Yesus hendak menegaskan bahwa Dia adalah Sabda yang diutus Bapa untuk menjadi sumber keselamatan bagi dunia. Dan itu diwujudkan dengan menyerahkan diri-Nya sendiri sebagai kurban silih bagi dosa-dosa manusia. Yesus membiarkan diri-Nya menjadi santapan rohani bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya. Mendengar kata-kata Yesus ini, orang-orang Yahudi menjadi sangat terganggu sebab bagaimana mungkin daging manusiawi Yesus dimakan dan darah-Nya pun diminum oleh manusia lain (kanibal). Konsep ini muncul dari pandangan orang-orang Yahudi yang hanya terbatas pada hal-hal yang kelihatan, fisik dan material saja. Maka, tak heran kalau pada akhirnya terjadilah pertengkaran di antara mereka karena perkataan Yesus itu.
Ungkapan makan dan minum tidak boleh diartikan secara hurufiah atau menurut pengertian biasa, melainkan harus dalam konteks jauh. Makan dan minum yang dimaksud oleh Yesus dalam konteks ini adalah persatuan dan kesatuan semua orang dengan diri-Nya dalam rencana keselamatan Allah bagi manusia. Untuk itulah Yesus diutus ke dunia dan mengambil rupa sebagai seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia dalam segala hal kecuali dalam hal dosa. Dalam diri-Nya sebagai manusia, tetap terpancar sifat keilahian-Nya. Dia sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia.
Sebagai manusia, Yesus tentu saja harus menerima konsekuensi dari kemanusiaan, mulai dari kelahiran sampai dengan kematian. Dan bahkan, kehidupan Yesus berakhir dengan sangat ngeri, yakni menderita dan wafat di salib. Dia yang tidak berdosa menjadikan diri-Nya kurban penebusan dosa supaya manusia dapat selamat dan memperoleh kehidupan kekal. Penumpahan darah Yesus dalam sengsara-Nya menjadi bagian dari rencana keselamatan Allah dan cinta-Nya kepada manusia. Dia rela menderita dan bahkan tidak menyayangkan nyawa-Nya sendiri untuk dikurbankan. Dalam konteks pengurbanan dan pemberian diri inilah maksud Yesus dalam perkataan: “makan Tubuh dan minum Darah-Nya.” Yesus ingin agar semua pengikut-Nya bersatu dengan kurban darah dan daging-Nya dan turut menjadi sarana keselamatan bagi orang lain. Maka dituntut penyerahan diri yang total dan intim kepada-Nya serta menjadi satu dengan-Nya.
Perayaan Ekaristi merupakan perayaan pengenangan akan kurban salib dan penebusan Kristus. Maka, setiap kali kita menyambut Tubuh dan Darah Kristus, kita diutus untuk menjadi saksi penderitaan-Nya dan menunjukkan persatuan dan penyerahan diri kita yang utuh dan total serta intim kepada-Nya. Perayaan Ekaristi menjadi lambang persatuan kita dengan Kristus dan dengan Bapa yang mengutus-Nya. Karena itu, Tubuh dan Darah Kristus harus kita hormati dan kita cintai dengan sungguh-sungguh. Sikap ketidaklayakan dan yang kurang menghormati keagungan Tubuh dan Darah Kristus yang kita terima dalam Perayaan Ekaristi, merupakan penghinaan terhadap kurban Kristus sendiri. Kalau ini tetap kita lakukan setiap kali merayakan Ekaristi, maka kita telah melakukan pencemaran terhadap Tubuh dan Darah Kristus.
Karena begitu luhur dan tingginya nilai kurban Kristus yang kita kenangkan dan kita sambut dalam Perayaan Ekaristi, maka orang yang dapat menerima Tubuh dan Darah Kristus ini pun tidak boleh sembarangan. Mereka sekurang-kurangnya telah bersatu secara utuh dan penuh dengan Gereja Katolik. Persatuan ini diwujudkan dengan pengakuan akan satu iman akan Allah, satu perayaan liturgi Gereja Katolik, dan satu struktur-hirarki yang mengakui paus dan para uskup sebagai penjaga iman dan pengganti para rasul. Tanpa persatuan dan pengakuan akan ketiga hal ini, tak seorang pun dapat diperkenankan untuk menyambut Tubuh dan Darah Kristus.
Yesus Kristus mengajak kita semua untuk bersatu dengan-Nya dengan menyambut Tubuh dan Darah-Nya demi keselamatan kita dan orang lain. Tubuh dan Darah-Nya akan menghantar kita kepada kehidupan kekal dan tidak akan mati lagi seperti nenek moyang kita yang makan manna dan mati. Dia ingin supaya kita semua yang telah menyambut Tubuh dan Darah-Nya ikut serta dalam kurban dan sengasara-Nya serta melaksanakan tugas perutusan dengan menjadi saksi penderitaan-Nya setiap hari. Persatuan dengan Kristus ini dapat diwujudkan lewat sikap hormat terhadap Tubuh dan Darah-Nya, melalui pemberian diri dan cinta terhadap sesama dengan sepenuh hati seperti Kristus telah mencintai kita. Di sinilah tampak persatuan kita yang intim dan total kepada Kristus.
Kita harus sungguh-sungguh sadar apa yang kita sambut dan mengerti dengan sungguh apa konsekuensi menerima Tubuh dan Darah Kristus. Sikap yang tidak menghormati keagungan Tubuh dan Darah Kristus membuat kita menceraiberaikan diri dari persatuan dengan Allah. Maka, bagaimanakah sikap hormat kita selama ini terhadap Tubuh dan Darah Kristus? Apakah kita mengikuti Perayaan Ekaristi dengan cinta bakti dan tulus, ataukah hanya sebagai rutinitas saja? Dan sudah sejauh manakah kita sudah bepartisipasi dalam korban dan rencana keselamatan Allah di dunia ini? Amin.
Share this post :

Posting Komentar

Terima kasih atas Partisipasi Anda!

 
Copyright © 2015-2024. Ordo Kapusin Sibolga - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger - Posting