Ordo Kapusin Kustodi General Sibolga

Belajar dari Kelemahan dan Kegagalan - Yeh 2:2-5

Yeh 2:2-5
Mzm 123:1-2a.2bcd.3-4
2 Kor 12:7-10
Mrk 6:1-6

Kemudian Yesus berangkat dari situ dan tiba di tempat asal-Nya, sedang murid-murid-Nya mengikuti Dia. Pada hari Sabat Ia mulai mengajar di rumah ibadat dan jemaat yang besar takjub ketika mendengar Dia dan mereka berkata: “Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya.” Ia tidak dapat mengadakan satu mujizat pun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka. Ia merasa heran atas ketidakpercayaan mereka. (Mrk 6:1-6)


Belajar dari Kelemahan dan Kegagalan

Saudara-saudari terkasih, setiap orang pasti pernah gagal. Mungkin bentuknya berbeda-beda: gagal dalam sekolah, pekerjaan, berumah tangga, membangun relasi dengan teman, dan menggerakkan ekonomi. Beragam sikap orang menghadapi kegagalan: ada yang langung menyerah dan putus asa, ada yang sibuk mempersalahkan orang lain dan menuding mereka sebagai penyebab kehancurannya, tetapi ada juga yang dengan tenang berupaya untuk melihat penyebab dan akar kegagalannya, dan selanjutnya menemukan solusi yang lebih tepat untuk mengatasinya. Bacaan-bacaan hari ini mengajak kita merenungkan cara menghadapi kesulitan dan kegagalan dalam hidup
Bacaan Injil dan Bacaan kedua mengajak kita untuk menerima kegagalan dan berupaya melihat makna positif dari suatu kegagalan. Dalam bacaan Injil, kita diajak melihat makna positif dari kegagalan lewat kisah penolakan Yesus di kampung halaman-Nya. Suatu waktu, Yesus pulang kampung. Di kala itu, Yesus pergi mengajar di rumah ibadat. Ternyata Yesus mengajar dengan sangat hebat, dan menimbulkan kekaguman bagi banyak orang. Selain itu, Yesus juga sanggup mengadakan berbagai mukzizat dan penyembuhan terhadap orang-orang sakit. Namun, orang-orang sekampung dan masih bagian dari sanak keluarga Yesus tidak menerima kehebatan Yesus. Mereka justru mempersoalkan asal keluarga Yesus, “Bukankah Ia ini anak tukang kayu (Yosef), Anak Maria?” Pengenalan dari orang-orang Nazaret akan keluarga Yesus, terlebih karena orang tua Yesus dari keluarga sederhana, membuat mereka tidak sanggup melihat apa yang benar dibuat Yesus. Dengan kata lain, anggota keluarga Yesus dan orang-orang sekampung Yesus menolak Yesus. Mereka tidak terbuka menerima karya agung Allah dalam diri Yesus. Hal yang sama, kerap kita lakukan, yakni sulit melihat kemajuan orang yang dianggap hina, serta sulit menerima nasehat dari masyarakat yang status sosialnya lebih rnedah.
Akan tetapi, Yesus tidak menyerah begitu saja terhadap sikap orang sekampungnya. Yesus tentu kecewa akan penolakan  tersebut. Untuk itu, Dia mengatakan: “Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya”. Namun, sesungguhnya, Yesus tidak marah. Dengan hati yang lembut, Yesus menerima penolakan tersebut. Alasan penolakan terhadap Yesus memang bukan dalam diri-Nya, tetapi di dalam diri orang banyak, karena itu Yesus menghadapinya dengan tenang. Yesus menghadapi kesulitan dalam tugas pewartaan dengan tenang. Yesus tahu bahwa hanya dengan kelembutan hatilah, Ia akan tetap sanggup mengenal kehendak dan rencana Allah. Dalam semangat kelembutan dan kerendahan hati pula, Yesus sanggup menghadapi kedegilan dan ketidakpercayaan orang sekampungnya. Lalu, Yesus pergi meninggalkann mereka.
Dalam bacaan kedua, sikap belajar dari dan menerima kelemahan bisa kita ambil dari hidup Paulus (2 Kor). Paulus, karena menjalankan tugas pewartaan-Nya, ia mengalami banyak penganiayaan dan penderitaan dari orang-orang yang tidak percaya kepada Kristus, termasuk para penguasa negara pada zamannya. Paulus sadar bahwa dalam menjalankan tugas tersebut, ia cukup kerap berhasil dengan adanya pengikut baru Kristus. Namun serentak dengan itu, ia kerap menghadapi tantangan dan kesulitan dari pihak lain. Dari kehendak manusiawinya, Paulus sudah tiga kali memohon kepada Tuhan agar Tuhan mau mencabut segala kesulitan tersebut. Namun, apa yang terjadi? Tuhan tidak mencabut tantangan. Tuhan tidak menghapuskan kesulitan dalam hidup Paulus dalam menjalankan tugas pewartaan-Nya. Paulus melihat seluruh peristiwa itu sebagai saat untuk melihat kelemahan manusiawinya, yang tidak bisa menuntaskan persoalan. Sebagai manusia, Paulus adalah seorang lemah, dan pasti memiliki berbagai kesulitan dalam hidup entah itu sebagai pewarta Injil atau hidup sebagai orang Kristen biasa. Namun, berkat peneguhan dari Tuhan Allah sendiri yang berkata: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna”, Paulus menjadi yakin bahwa kelemahan tersebut tidak menghancurkan hidupnya jika ia sanggup menerima kenyataan hidupnya sebagai utusan Tuhan. Ia percaya bahwa dalam kelemahannya pun, ia tidak akan ditinggalkan Tuhan. Ia pun berkata, “Jika aku lemah, maka aku kuat”. Sebab di saat Paulus sadar sebagai orang lemah, ia justru semakin sanggup menyandarkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Paulus tidak menjadi sombong dalam tugasnya. Ia tidak mengandalkan dirinya, tidak mengandalkan kehebatannya, tidak mewartakan sabda Tuhan demi kepentingan sendiri, tetapi demi kepentingan Tuhan.
Semangat yang dimiliki Rasul Paulus juga, ada dalam diri Nabi Yehezkiel dalam bacaan pertama. Berhadapan dengan orang-orang Israel yang berada di pembuangan Babel, Yehezkiel menemukan banyak kesulitan dalam menjalankan tugasnya sebagai utusan Tuhan. Banyak orang tidak mau mendengarkan pewartaan sang nabi. Banyak orang memiliki hati yang keras, dan memberontak terhadap Tuhan. Melihat sikap demikian, sepintas muncul dalam pikiran sang nabi bahwa pelaksanaan tugas kenabian seolah-olah sia-sia. Namun, Tuhan kembali meneguhkannya bahwa menjalankan tugas pewartaan sebagai nabi bukanlah suatu kesiasiaan. Maka, entah mereka mendengar atau tidak, tugas pewartaan harus dijalankan. Umat Israel harus tetap dituntun untuk menyadari bahwa ada nabi di antara mereka, dan suara Tuhan harus disampaikan kepada mereka. Sng nabi tidak boleh putus asa. Bila ada kesulitan tersebut, sang nabi harus kembali dan berbalik kepada Tuhan, untuk mendengarkan suara Tuhan.
Saudara-saudari terkasih! Dalam hidup sehari-hari pun kita kadang merasa seluruh perjuangan kita sia-sia, dan mau membuat kita mau putus asa. Pastor kadang hampir putus asa memikirkan dan melatih diri agar umat lebih rajin datang ke gereja: mengadkan kursus, merayakan ekaristi tiap hari, doa lingkungan, dll”, tetapi toh tidak juga. Para pengurus gereja di stasi atau lingkungan juga kadang hampir putus asa melihat umatnya. Maka kadang, ada pengurus menjadi marah, dan penuh emosi menanggapi tanggapan umatnya. Orangtua, kadang putus asa dalam mendidik anaknya karena tetap bandel. Istri kadang bosan dan malas mengajak suami ke gereja karena sudah berulang kali melakukannya.
Ketiga bacaan ini mengajak kita untuk menyadari bahwa kita memang harus menjalankan tugas kita dengan baik. Kita tidak perlu saling mempersalahkan satu sama lain. Kita diajak untuk melihat bahwa kita pun lemah, dan menyadari bahwa kita tidak sanggup membuat banyak hal. Sejauh mungkin kita berusaha, tetapi selebihnya harus kita serahkan kepada Tuhan. Yesus sendiri pun mengalami penolakan di antara keluarganya, orang sekampungnya, sekalipun ia adalah Putera Allah. Maka, yang harus kita lakukan ialah mengandalkan Tuhan. Kita mencoba belajar dari kelemahan kita, dengan mencoba lebih lembut menghadapi setiap persoalan hidup. Kita harus rendah hati mengakui bahwa kita lemah, dan kita biarkan Tuhan yang berkarya, seperti kata St. Paulus: “Aku lebih suka bermegah atas kelemahanku, agar kuasa Kristus turun menaungi aku”.

Pater Yoseph Sinaga, OFMCap.
Share this post :

Posting Komentar

Terima kasih atas Partisipasi Anda!

 
Copyright © 2015-2024. Ordo Kapusin Sibolga - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger - Posting