Setiap orang bertanggung-jawab atas hidupnya sendiri. Allah memberikan manusia kebebasan untuk bertindak dan memilih; tetap berpaut pada perintah-Nya atau mencari jalan lain yang bertentangan dengan Allah. Sejak awal penciptaan manusia telah menerima hakikat sebagai manusia yang bebas menentukan tindakannya sendiri dan tentu saja harus bertanggung-jawab. Bila manusia tetap setia dan taat pada Tuhan hingga akhir, maka dia akan memperoleh keselamatan kekal. Tetapi bila tidak, maka dia akan menerima hukuman dari Allah.
Dalam injil hari ini, Yesus menasihatkan supaya kita senantiasa berpegang teguh dan taat pada perintah Tuhan. Bila Allah mengatakan: “Lakukanlah ini supaya kamu memperoleh hidup kekal,” maka itulah yang harus dilakukan. Perintah yang diberikan oleh Allah kepada manusia bukanlah perintah yang sangat sulit untuk dilakukan, melainkan perintah yang sangat mudah yang hanya menuntut ketaatan dan kesetiaan kepada-Nya. Allah hanya menuntut dua hal ini untuk menunjukkan iman kita kepada-Nya. Iman akan Allah harus diwujudkan dalam tindakan nyata yang sejak awal telah ditanamkan-Nya dalam hati setiap orang. Allah-lah yang menggerakkan hati setiap orang untuk dapat sampai pada pengakuan akan Allah Tritunggal, Allah yang Esa dan yang Menyelamatkan.
Contoh iman yang benar dinyatakan dalam injil dalam diri para pemungut cukai dan para pelacur. Mereka ini adalah orang-orang berdosa yang dipandang masyarakat sebagai “sampah”, orang-orang yang tak berguna. Kehidupan harian mereka dipenuhi dengan dosa dan tindakan jahat lainnya. Misalnya: para pemungut cukai yang setiap hari duduk dan mengambil keuntungan dari pembayaran pajak. Mereka telah buta terhadap kebenaran dan keadilan oleh karena uang. Dan para pelacur adalah orang-orang yang “menjual diri” demi mencari kebahagiaan dan kenikmatan duniawi. Tubuh mereka dikorbankan demi memuaskan nafsu sesaat.
Hal yang sangat perlu dalam konteks keberimanan adalah iman yang hidup, iman yang dinyatakan dalam tindakan. Seperti kata rasul Paulus: “Iman tanpa perbuatan adalah mati.” Bila seseorang mengaku bahwa dia beriman, tetapi tidak mau memperhatikan orang-orang miskin dan yang membutuhkan pertolongan di sekitarnya, dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Bukankah itu hanya iman yang mati, yang tak berarti sama sekali? Iman yang benar harus berbuah dan terwujud dalam tindakan kasih terhadap sesama yang berkekurangan dan membutuhkan pertolongan.
Sebagai manusia, kita tak pernah lepas dari dosa dan kesalahan. Sebab tak ada manusia yang sempurna pada dirinya. Kita sering merasa bahwa kita adalah orang yang benar dan sempurna. Karena setiap kali merasa diri benar, kita akhirnya menutup diri pada hal-hal yang baik yang seharusnya turut mendukung kehidupan iman kita.

Dan kita perlu membuka diri pada pewartaan Kabar Gembira dari Allah yang senantiasa mengajak kita untuk berserah diri kepada-Nya. Kita harus senantiasa bertobat dan memberi diri didamaikan dengan Allah supaya kita dapat memperoleh kehidupan kekal serta diperkenankan masuk ke dalam kerajaan surga. Lebih lanjut, kita harus senantiasa rendah hati dan menganggap bahwa segala sesuatu yang kita miliki berasal dari Allah yang harus kita bagikan kepada sesama. Dan kita terutama harus bercermin dari sikap Kristus yang sekalipun Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Kita harus berani menyerahkan seluruh hidup kita kepada Allah serta rela menderita dan wafat demi mewartakan Kabar Keselamatan Allah. Dan salib harus senantiasa menjadi perjuangan kita setiap saat untuk memperoleh kemuliaan pada akhir zaman. Semoga. Amin.
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!