Ordo Kapusin Kustodi General Sibolga

MENCINTAI ALLAH MELEBIHI SEGALA SESUATU (2Raj 4:8-11.14-16a; Rm 6:3-4.8-11; Mat 10:37-42)

Fr. Michael A. Aritonang OFMCap
 Cinta merupakan suatu pemberian diri secara utuh dan total terhadap orang yang dicintai. Jadi mencintai sama artinya dengan memberikan seluruh dirinya untuk orang yang dicintainya. Tak ada cinta yang lebih sempurna daripada cinta seorang yang menyerahkan nyawa bagi sahabatnya. Penekanan injil hari ini adalah seputar cinta kasih dan pemberian diri yang total dan sempurna kepada Allah. Setiap orang yang mengatakan cinta kepada Allah, itu berarti harus mengikuti serta melaksanakan apa yang dituntut oleh cinta itu sendiri, dan tidak boleh setengah-setengah atau suam-suam kuku. Yesus berkata: “Barangsiapa mengasihi bapa dan ibunya, atau putra-putrinya lebih daripada-Ku, ia tak layak bagi-Ku.” Kata-kata Yesus ini mau mengungkapkan bahwa kita tak boleh mencintai atau mengasihi manusia lebih dari cinta kita kepada Allah. Cinta kita harus lebih besar kepada Allah daripada kepada manusia.
Sebagai pengikut Kristus, hal yang perlu kita lakukan adalah menjadi pentaat dan pelaksana Sabda Allah. Yesus ingin agar hidup kita sepenuhnya terarah kepada-Nya. Ketika kita telah berhasil mencintai Allah dan menyerahkan diri dengan sungguh-sungguh, artinya kita telah bersatu dengan-Nya. Dan realisasi cinta kepada Allah itu adalah mencintai sesama manusia. Dengan kata lain, totalitas cinta kepada Allah menjadi nyata ketika kita mencintai sesama. Cinta kepada Allah itu pada akhirnya akan mengajari kita cinta yang benar dan sempurna lagi sejati.
Bagaimana kita mewujudkan cinta kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari? Dengan berangkat dari perkataan Yesus, maka cara kita mewujudkannya akan tampak dalam tiga hal berikut. Pertama, menjadi berkat bagi sesama. Kita telah menerima cinta Allah dalam kehidupan kita dengan berkat dan anugerah yang berbeda-beda. Ada yang memperoleh kebijaksanaan, harta benda, jabatan-kuasa, ketampanan-kecantikan, kesehatan dan sebagainya. Cinta kita kepada Allah mendatangkan buah dan berkat bagi kita sendiri dan itu kita terima secara cuma-cuma dari Alah. Nah, dari pemberian cuma-cuma itulah kita harus menjadikan kita berkat bagi sesama. Caranya, dengan hadir di tengah-tengah sesama yang membutuhkan pertolongan, yang membutuhkan cinta dan belaskasihan, yang hilang pengharapan, dan sebagainya. Begitulah kita hendaknya menjadi berkat bagi sesama. Hidup dan berkat yang kita terima dari Allah harus kita wujudnyatakan dan bagikan kepada sesama. Berkat itu diberikan bukan untuk diri kita saja, melainkan Allah menjadikan kita saluran berkat dan rahmat-Nya kepada orang lain. Jika kita menyimpan berkat itu untuk kita sendiri, maka, rahmat itu berhenti dan tidak menghasilkan apa-apa. Akan tetapi, jika kita bagikan kepada orang lain, maka, berkat itu akan menjadi sempurna dan menghasilkan buah. Dan inilah yang dihidupi oleh perempuan Sunem terhadap nabi Elisa. Berkat yang diterimanya dari Allah dibagikan kepada orang lain, dan pada akhirnya mendatangkan berkat untuk dirinya juga, yakni memperoleh seorang anak.
Kedua, dengan menjadi pengikut Kristus, maka kita harus siap untuk menerima konsekuensinya, yakni memanggul salib dan mengikuti-Nya. Efek dari cinta kepada Allah tidak hanya hal-hal yang membahagiakan saja, tetapi terlebih bagaimana kita berhasil menanggung kesukaran-kesukaran hidup dan tantangan yang ada. Salib menjadi salah satu bentuk wujud nyata cinta kita kepada Allah. Tetapi salib bukanlah lambang kematian atau penderitaan, melainkan lambang kemenangan dan kebangkitan kita bersama Kristus yang telah mengalahkan dosa dan maut. Melalui salib, kita menerima rahmat dan cinta Allah yang paling besar, yakni kebahagiaan dan kehidupan kekal. Inilah mahkota yang akan kita terima bila kita mampu untuk memanggul salib dan mengikuti Dia seperti telah dikatakan oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma.
Ketiga, menghayati iman dengan sungguh-sungguh atas dasar sakramen. Sakramen-sakramen yang kita terima menjadi ungkapan dasar yang membuat kita semakin mampu untuk menghidupi dan melaksanakannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Sakramen Baptis merupakan pintu gerbang untuk dapat menerima sakramen-sakramen lainnya. Tanpa menerima baptis, kita tidak dapat menerima sakramen lainnya dan tidak dapat masuk ke dalam persekutuan dengan seluruh Gereja. Sakramen ini melambangkan kesatuan dan kehidupan kita bersama dengan Kristus yang telah wafat dan bangkit mengalahkan maut dan dosa. Dengan menerima baptis, maka hakekat hidup kita diubah dan menjadi baru seutuhnya yakni menjadi putra-putri Allah dan anggota Gereja. Sakramen Krisma menjadi lambang kekuatan kita dalam memberi kesaksian hidup atas iman yang kita terima dari Allah. Dengan menerima sakramen ini, kita menerima pencurahan Roh Kudus supaya kita dapat dengan lantang dan tegas bersaksi serta mewartakan Sabda Allah. Sakramen Ekaristi menjadi lambang persatuan kita dengan Kristus. Di sinilah puncak pemberian diri dan cinta Allah yang tampak dalam penyerahan diri Yesus sebagai kurban di salib. Maka, setiap kali kita merayakan Ekaristi, kita mengenangkan kurban Kristus yang mempersatukan kita dengan-Nya dan menjadi lambang cinta Allah kepada manusia. Melalui Perayaan Ekaristi, kita pertama-tama diajak untuk memberikan diri kita kepada Allah, bersatu dengan-Nya dan melaksanakannya dalam kehidupan nyata. Persatuan dengan Kristus itu harus kita nyatakan dalam kehidupan kita sebagai Putra-Putri Allah dan anggota Gereja.
Kita semua pengikut Kristus diajak untuk mencintai Allah melebihi segala sesuatu. Dan ini nyata dalam dekalog yang pertama: “Akulah Tuhan Allahmu. Jangan menyembah berhala, tetapi berbaktilah kepada-Ku saja, dan cintailah Aku melebihi segala sesuatu.” Allah-lah yang pertama dan utama yang harus menjadi sumber hidup kita dalam segala hal. Tanpa mengandalkan Allah, maka cinta itu tak akan ada artinya. Cinta yang hanya berpusat kepada manusia, dengan sendirinya akan mati. Tetapi cinta kasih pada Allah pada akhirnya akan berbuah dan mendatangkan berkat bagi kita dan bagi sesama di sekitar kita. Cinta kasih yang total kepada Allah dengan sendirinya akan terwujud dalam cinta kepada sesama, sebab sesama menjadi representasi atau tanda kehadiran nyata Allah di tengah-tengah manusia. Maka, mari kita senantiasa mengandalkan cinta Allah dan mewujudkannya dalam mencintai sesama di sekitar kita. Semoga. Amin.
Share this post :

Posting Komentar

Terima kasih atas Partisipasi Anda!

 
Copyright © 2015-2024. Ordo Kapusin Sibolga - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger - Posting