
“PERSAUDARAAN KAPUSIN DALAM
KERAHIMAN ILAHI”
Tanggal 11 April 2015
yang lalu, Paus Fransiskus mengeluarkan bulla
“Misericordiae Vultus” untuk menyongsong Tahun
Yubileum Agung Kerahiman yang telah dibuka pada tanggal 08 Desember 2015,
bertepatan dengan Hari Raya Maria Dikandung Tanpa Noda dan akan ditutup pada
tanggal 20 November 2016, pada Hari Raya Kristus Raja. Bulla ini dianggap
penting bagi dunia zaman sekarang, karena dunia sedang memerlukan belaskasihan, pengampunan,
keadilan dan pertobatan. Maksud Paus Fransiskus ialah agar kita menghidupi apa yang dilakukan
Yesus yang berbelaskasih, dengan cara memancarkan wajah belaskasih Allah
melalui tindakan hidup kita setiap hari. Dengan demikian, mereka yang dulunya
pendosa, ketika melihat tindakan kita yang memancarkan belaskasih Allah, pelan-pelan
akan berubah dan bertobat kembali ke jalan yang benar. Dari tulisan Paus
Fransiskus ini, saya merefleksikan dua hal yang menjadi pegangan hidup saya
berkaitan dengan Kerahiman Ilahi.
1.
Allah
mengutus Yesus wajah belaskasih Bapa.
Jika kita mengamati logo Tahun
Kerahiman Ilahi, kita akan melihat Yesus sedang memikul seorang anak manusia dan mata
Yesus menyatu dengan mata manusia.
Allah mengutus Yesus Kristus Putera-Nya
untuk tinggal bersama dengan manusia, berjalan
bersama dengan manusia, dekat dengan orang yang terpinggirkan, yang diasingkan,
dan untuk memberitakan Allah yang berbelaskasih dan rela mengampuni kepada manusia.
Allah tidak menyatakan belaskasih dan pengampunan-Nya dengan kata-kata saja
melainkan dengan mengutus Putera-Nya ke dunia untuk merangkul dan mengangkat serta
membebaskan manusia dari keberdosaannya.
2.
Wajah belaskasih dalam nuansa kekapusinan.
Wajah belaskasih Allah
dalam hidup persaudaraan kita sangat nyata ketika setiap saudara bersedia dikoreksi,
memberikan telinga yang mau mendengar (mendengar curahan hati) atas perjalanan
panggilan dan saling mengampuni satu sama lain. Dalam hal ini sedikit banyak
kita sudah mulai mempraktekkan apa yang diharapkan oleh bapa kita St.
Fransiskus dari Asisi yakni melihat sesama sebagai gambar Allah (Imago Dei). Sesama itu tidak hanya dilihat dari sisi para saudara Kapusin
saja, tetapi mereka yang sangat membutuhkan pertolongan dan uluran tangan kita.
Ketika saya menjalani
tahun novisiat di Parapat, kami para novis Kapusin diberi kesempatan untuk
mengunjungi orang kusta dan tinggal bersama dengan mereka selama satu minggu. Bagi
saya pribadi, kegiatan itu bertujuan agar seorang novis bisa hidup bersama
dengan orang yang cacat secara fisik,
orang yang diasingkan dari masyarakat, memberi perhatian serta mengisi kekurangan
yang ada pada mereka dan yang paling penting adalah bisa ikut merasakan
penderitaan dan kehidupan mereka setiap harinya. Dan inilah yang menjadi
perjuangan hidup saya dalam menjalani hidup sebagai seorang Kapusin. Dengan tulisan
ini, saya juga mengajak para saudara untuk dapat melayani dalam kasih dan
persaudaraan, menampakkan wajah kekapusinan kita, wajah yang rendah hati dan
bukan sombong dan yang terutama ialah melihat
Kristus dalam diri orang kusta.
Fr. Alexis
Suta Go’o OFMCap
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!