Manusia membutuhkan jalan. Jalan memungkinkan manusia berjumpa. Komunikasi
akan lebih lancar bila jalan baik. Daerah-daerah terpencil dapat dijangkau bila
ada jalan. Kita akan mengeluh bahkan mengumpat bila jalan rusak atau putus.
Jalan juga mempunyai pengertian atau makna moral dan rohani. Bila menjumpai
kesulitan dan persoalan (jalan buntu) kita ingin menemukan jalan keluar.
Demikian juga hubungan manusia dengan Tuhan. Supaya Tuhan dapat datang dan
dekat dengan manusia, diperlukan jalan yang baik.
Pada minggu adven II ini, kita diajak
mempersiapkan jalan yang memungkinkan perjumpaan kita dengan Tuhan. Injil
mengedepankan misi dan perjuangan Yohanes Pembaptis yang diutus untuk
menyerukan agar manusia mempersiapkan jalan bagi kedatangan Juruselamat. Pada
kesempatan ini kita mau hadir sebagai pendengar yang membuka hati dan telinga
pada pemberitaan Yohanes, sehingga seruan itu membuahkan hasil dalam kehidupan
kita, agar tercipta jalan Tuhan dalam diri kita. Kita diajak untuk merenungkan
hal-hal dan langkah apa saja yang semestinya dan terutama kita persiapkan dan
tempuh agar kita dapat bertemu dengan Tuhan. Kita sambut kata-katanya, kendati
hati kita mungkin berat, membrontak dan bergejolak.
Namanya Yohanes, yang berarti Allah
berbelaskasihan. Dia lahir ketika orangtuanya sudah lanjut usia. Ia tampil di
padang gurun dalam kesederhanaan, kemiskinan dan hidup yang keras dan uga hari.
Yesaya menamainya sebagai suara yang berseru-seru di padang gurun. Yesus
menyebutnya sebagai yang terbesar dari semua yang dilahirkan wanita. Kata-kata
Yohanes sering terlalu keras, menusuk tajam. Ia tak ambil pusing siapa pun yang
dihadapinya. Raja Herodes pun ditegurnya, tak ayal ia menuduh orang-orang jahat
sebagai ular beludak. Yohanes menyerukan pertobatan dan pembaharuan diri
sebagai jalan untuk dapat bertemu dengan Tuhan: hasilkanlah buah-buah yang
sesuai dengan pertobatan.
Utusan Allah ini tidak pernah membiarkan hati
tenteram dan tertidur di tengah kehidupan yang kacau. Yohanes menggugat dan
mengkritik segala yang tidak becus dan beres. Yohanes tidak membiarkan orang
puas dalam kemapanan, kepura-puraan, kejahatan, kebobrokan dan kealiman palsu.
Itulah suara seorang nabi: mempersiapkan orang untuk menyambut Tuhan. Kritik
yang membangun.
Pokok dan inti pewartaan Yohanes Pembaptis ialah
pertobatan, “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni
dosamu.” Konkritnya pertobatan itu bagaimana? Yohanes menyerukan: persiapkanlah
jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya, setiap lembah ditimbun, setiap
gunung dan bukit diratakan, yang berliku-liku diluruskan dan yang
berlekuk-lekuk diratakan.
Lembah melambangkan masyarakat rendah dan apa saja
yang dinilai tak berarti; sementara gunung atau bukit melambangkan para tokoh masyarakat maupun
apa saja yang dinilai hebat. Menurut cara pandang dunia yang rendah selalu
diremehkan, yang tinggi senantiasa diangungkan. Maka, bertobat berarti
menanggalkan pola dunia dan membuka diri terhadap cara penilaian baru. Yang berliku-liku
dan berlekuk-lekuk berhubungan dengan mulus tidaknya jalan yang akan dilalui
Tuhan. Jalan itu ialah manusia. Bila manusia berliku-liku atau berlekuk-lekuk,
Tuhan tidak dapat lewat atau lewat dengan susah payah.
Kita tidak diminta untuk mempersiapkan jalan Tuhan
di padang gurun, tetapi di dalam kehidupan kita sehari-hari: mengupayakan
pembaruan diri, mencabut dari akarnya yang paling dalam segala bentuk perangai
dan tingkah laku yang melenceng dan tidak mencerminkan kehidupan orang kristen
yang sejati. Jalan berliku-liku dan berlekuk-lekuk merupakan kiasan yang
menunjuk pada kebengkokan hidup moral: kesombongan, kemalasan, dendam, cemburu,
kebencian, egoisme, kerakusan dan kedangkalan hidup rohani. Semua ini menjadi
rintangan dalam upaya menyongsong kedatangan Tuhan. Mempersiapkan jalan untuk
Tuhan juga mempunyai implikasi konkrit: membuka diri bagi sesama, merendahkan
hati, mohon ampun kepada mereka yang pernah kita lukai dan sakiti. Inilah
jalan-jalan dan tindakan konkrit yang mesti kita tapaki bersama, khususnya
dalam masa adven ini.
Bertobat adalah upaya melepaskan diri dari jerat,
dari genggaman kuasa, kekayaan, kehormatan, keangkuhan, kesombongan, egoisme,
ketidakperdulian, pencatian kenikmatan dan sikap acuh tak acuh. Bukit
keangkukan dan kesombongan hendaknya kita tebas, lembah kehinaan dan
ketertutupan diri hendaknya kita timbun dengan kasih, cinta dan perhatian bagi
sesama kita. Kita semua adalah saudara, tak ada yang boleh dipandang hina. Bila
demikian, kita akan menikmati keselamatan dari Allah, yang mesti disongsong
dengan pertobatan dan upaya pembaharuan diri. Kita harus berani menjalani
eksodus baru, meninggalkan pola dan cara hidup lama. Dalam banyak hal kita
mesti mengoreksi diri, bertobat dan membaharui diri. Di tengah keluarga, di tengah
masyarakat, di tengah tugas sehari-hari. Di situlah kita menampakkan bahwa kita
memang serius mau mempersiapkan diri agar pantas menyambut kedatangan Tuhan.
Mungkin di antara kita banyak yang sibuk
mempersiapkan hal-hal yang perlu untuk natal nanti. Sayangnya, persiapan kita
kerap sebatas persiapan lahiriah. Natal kerap kita mengerti sebagai pesta
hiruk-pikuk dan merayakannya di sana-sini, termasuk natal prematur. Yohanes
mengajak kita untuk mempersiapkan jalan yang terletak di dalam hati, jalan yang
tulus, jujur, ikhlas tanpa banyak liku-liku. Hal yang paling pokok ialah
keadaan hati kita dan perbuatan-perbuatan yang menyentuh inti makna natal yang
sebenarnya. Jalan seperti itu akan menghantar kita pada kesetiakawanan kepada
sesama, seperti Tuhan yang telah solider dengan kita. Di jalan itulah kita akan
bertemu dengan Tuhan.
Fr.
Jepriadi Silvinus Tinambunan, OFM Cap
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!