Ordo Kapusin Kustodi General Sibolga

Mencari Keheningan Dalam Keramaian

Fr. Michael Aritonang
1.    Pengantar
Pada tanggal 30 November-4 Desember 2015, kami para frater TOP se-Keuskupan Agung Ende (KAE) mengadakan retret di Bekek-Riung-Flores. Jarak tempuh ke Bekek ini memakan waktu kira-kira 3-4 jam lamanya. Retret ini dipimpin oleh Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Ende, Rm. Cyrillus Lena Pr. Peserta retret (para frater TOP) berjumlah 29 orang yang terdiri dari berbagai macam tarekat yakni, OFM, OFMCap, OCD, O.Carm, SVD dan para calon imam dari KAE. Pengalaman retret kali ini sangat berbeda dari retret yang pernah saya alami dan karena itulah saya termotivasi untuk membagikan pengalaman selama masa retret ini kepada para saudara. Bagiku sendiri, retret ini sangat menarik dan sangat menantang. Apa yang membuat saya sangat tertarik dengan retret ini? Berikut kisahnya.

2.    Suasana tempat retret
Ada beberapa hal yang membuat retret ini menantang dan menarik. Pertama, retret ini dilaksanakan di Bekek-Riung, di wilayah pantai utara Flores. Di tempat ini, cuaca sangat panas sebagaimana biasanya di pinggiran pantai. Tetapi panas di tempat ini berbeda dengan wilayah pantai yang pernah saya temukan, karena setelah selesai mandi pagi pkl. 05.00 WITA, keringat sudah mulai mengucur kembali di seluruh tubuh. Dan cuaca yang sangat panas ini berlangsung dari pagi hingga pagi datang lagi. Dengan kata lain, setiap saat cuaca di sana sangat ekstrem (menurut hemat saya.) Kedua, selain cuaca, wilayah Bekek juga tidak terjangkau oleh signal, sehingga segala yang namanya alat komunikasi sama sekali tidak berfungsi. Semua frater yang mengikuti retret ini benar-benar dibebaskan dari komunikasi dengan dunia luar.
Ketiga, ruang pergerakan untuk retret ini sangat sempit. Di sana tidak ada tempat yang mendukung untuk hening, bermeditasi atau bermenung. Kami tinggal dan menginap di rumah pastoran Bekek. Kamar yang tersedia hanya tiga kamar berkapasitas 10 orang dan kami semua tidur di lantai satu di samping yang lain (bersebelahan). Ruang makan ada di sekitar kamar tidur dan sangat sempit, sehingga kalau kami makan, semua berpencar; ada yang di kamar makan, ada yang ke dapur dan ada yang di teras rumah. Ke-empat, air. Di tempat retret ini kami sangat kekurangan air untuk mandi. Dengan jumlah sebanyak 29 orang, kami harus sangat hemat air pada saat mandi dan untuk kebutuhan yang lainnya. Kelima, di sekitar pastoran Bekek terdapat pemukiman penduduk dan satu sekolah SMP yang membuat suasana retret semakin ramai.

3.    Tema dan perjalanan retret
Retret ini diberi tema: “Retret Dialog Batin.” Hal yang paling mendasar dari retret ini adalah menyangkut bagaimana seseorang bergumul dengan batinnya sendiri; bagaimana mengolah dan menjelajahi dunia batin seorang manusia dan merekam seluruh yang ada dalam dunia batin. Menurut Rm. Cyrillus, dunia batin adalah dunia yang paling asli, dunia yang paling jujur dalam diri kita, tidak ada kepalsuan di dalamnya. Dalam retret ini, Rm. Cyrillus sangat menekankan semua frater untuk mendalami dunia batinnya, sebab melalui dunia batin, kita dapat menemukan apakah kita jujur atau tidak dalam menjalani panggilan hidup sebagai seorang calon imam.
Dari kedalaman batin, kita dapat membuktikan kejujuran kita dalam hidup ini. Lebih jauh lagi, Rm. Cyrillus juga menegaskan, bahwa dengan mendalami dunia batin, kita dapat membuka semua topeng yang ada dalam diri kita. Dunia batin tidak dapat menyembunyikan sesuatu bila kita membongkarnya dengan baik. Mengapa hal ini sangat ditegaskan? Satu-satunya alasan yang ada adalah karena dewasa ini, cukup banyak orang yang kurang jujur terhadap dirinya, sehingga mengakibatkan dia juga menjadi tidak jujur kepada Tuhan dan sesama. Oleh karena itu, Rm. Cyrillus mengajak semua frater untuk membongkar segala topeng yang ada selama ini, dan bagaimana cara menghilangkannya.
Menurut Rm. Cyrillus, bila seseorang tidak jujur pada Tuhan, diri sendiri dan sesama, maka hal itu dapat disebabkan oleh luka-luka batin yang belum tersembuhkan. Sebagai contoh, seseorang yang suka marah-marah. Hal itu disebabkan oleh kejadian atau peristiwa masa lalunya, mungkin dari kecil dia sering kena marah atau kena pukul dan luka itu terus membekas dalam benaknya dan tertanam dalam sehingga pada saatnya (saat dia memegang kuasa tertentu), dia mencari pelampiasan kepada orang lain. Luka batin yang seperti inilah yang harus ditangani dan disembuhkan.
Rm. Cyrillus mengatakan bahwa untuk mengatasi segala luka batin, perlu kejujuran dan keterbukaan terhadap diri sendiri. Kejujuran terhadap diri sendiri merupakan kunci untuk membuka segala hal yang tersembunyi dalam dunia batin. Sebab induk dari dari segala kejujuran terletak pada keterbukaan terhadap diri sendiri. Bila seseorang tidak mau terbuka dan jujur terhadap diri sendiri, maka dapat dipastikan bahwa orang tersebut menyembunyikan banyak hal. Akibatnya adalah hubungan dengan pihak lain menjadi kurang terbuka karena masih ada sesuatu yang disembunyikan dan belum tersingkap. Dan tak jarang juga bahwa hal ini terjadi dalam diri orang-orang yang secara khusus membaktikan dirinya demi pelayanan kepada umat Allah. Misalnya, seorang imam marah-marah kepada umat ketika sedang berkhotbah. Menurut Rm. Cyrillus, imam yang sering marah kepada umatnya pada saat berkhotbah, pasti memiliki luka batin masa lalu yang belum disadarinya.
Setelah tiga hari bergulat dengan dunia batin, pada hari terakhir semua frater diajak untuk menyadari segala keberdosaan dan kekurang-terbukaan selama ini terhadap Tuhan, diri sendiri dan sesama. Semua frater diundang untuk menyesali segala keberdosaan dan menerima Sakramen Tobat guna penghapusan dosa-dosa yang pernah terjadi. Retret ini ditutup dengan Perayaan Ekaristi pada pukul 17.00 WITA, kemudian dilanjutkan dengan makan malam dan rekreasi bersama.

4.    Refleksi dan Penutup
Seperti telah dijelaskan di atas, tak satu pun dari suasana retret yang dapat mendukung peserta untuk konsentrasi pada retret; suasana hening, tempat untuk berdoa dan bermeditasi dan untuk kebutuhan yang lain. Tetapi retret ini menjadi menarik karena ini berbeda dari semua retret yang pernah saya ikuti. Biasanya suasana retret selalu mendukung para peserta retret untuk bermenung dan berdoa. Kali ini justru sebaliknya. Tetapi di sinilah menurut saya yang menjadi misteri dari retret ini. Misteri karena semua peserta diajak untuk mengolah sendiri bagaimana caranya bermenung dan menemukan Tuhan di tengah keramaian dan hiruk-pikuk dunia.
Saya memang belum berhasil dalam mengikuti retret ini, tetapi untuk saya secara pribadi, ini menjadi suatu refleksi. Retret dalam situasi yang ramai memang mustahil dapat menemukan Tuhan, karena pada situasi yang hening, tenang, damai dan mendukung untuk retret pun kita terkadang tidak dapat menemukan Tuhan, tidak dapat berkomunikasi dengan Tuhan. Namun inilah yang menjadi perjuangan, bagaimana menemukan Tuhan dalam keramaian; bagaimana caranya batin kita dapat berkontak dan berkomunikasi dengan Tuhan dalam situasi yang sama sekali tidak mendukung. Ada kesan bahwa refleksi ini terlalu dibuat-buat. Namun, sekali lagi saya mau mengatakan, bahwa ini hanyalah suatu pengalaman yang menurut saya menarik dan menantang. Semoga refleksi singkat ini tidak menyakiti ataupun menyinggung para saudara yang membacanya.
Pace e Bene.
Share this post :

Posting Komentar

Terima kasih atas Partisipasi Anda!

 
Copyright © 2015-2024. Ordo Kapusin Sibolga - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger - Posting