Tahun ini
merupakan tahun yang keempat bagi saya merayakan Hari Raya Santo Fransiskus
dari Assisi. Perayaan ini selalu mengundang saya untuk kembali merenungkan akar
peziarahan panggilan ini, yakni mengikuti Kristus yang tersalib dalam
kesederhanaan dan sukacita sejati. Bagi saya, salah satu pesan paling indah
dari Bapa Serafik yang juga dipaparkan dalam Homili Pater Yoseph Sinaga,
OFMCap. ialah tentang sukacita yang lahir bukan dari penghormatan atau
keberhasilan, tetapi dari hati yang sanggup menerima penderitaan dan penghinaan
dengan damai. Di sanalah kasih Allah menjadi nyata.
Sebagai
seorang saudara muda Kapusin, saya terus belajar bahwa jalan kesederhanaan dan
persaudaraan bukanlah jalan mudah. Ada banyak pergumulan batin, kelelahan
fisik, dan bahkan emosi tidak dimengerti. Namun di balik semuanya, saya
diteguhkan dan diajak semakin memahami apa yang dimaksud Bapak Serafik dengan
“sukacita sejati.” Sukacita itu bukan soal rasa yang ada ataupun perasaan
ringan, tetapi mengayomi hati yang tetap bernyanyi dalam syukur, bahkan di
tengah salib itu sendiri.
Santo Paulus
pernah menulis dalam suratnya, “Aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain
dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus” (Gal 6:14). Ayat ini terasa hidup
dalam semangat Fransiskus. Ia tidak menolak salib, tetapi memeluknya dengan
kasih. Ia tidak lari pergi menjauhi, namun mendekati dengan sepenuh hati. Dari sanalah lahir kedamaian dan sukacita
yang tidak bisa diberikan oleh dunia.
Hari Raya
Bapak Serafik, Santo Fransiskus tahun ini mengingatkan saya bahwa mengikuti
Kristus bukanlah soal mencari kehormatan, tetapi kesetiaan untuk mengasihi
tanpa pamrih. Dalam hidup yang sederhana, dalam kebersamaan yang kadang tidak
sempurna, saya ingin terus belajar bermegah dalam salib dan bernyanyi dalam
Syukur, seperti Fransiskus yang menemukan sukacita sejati di tengah kemiskinan,
penolakan, luka, dan kasih yang tulus.
Bagi saya, inilah SK nyata darinya tentang cinta, terutama bagi para saudara muda dan siapa pun yang ingin hidup dalam semangat Injil. Ia berpesan lewat teladan, “jangan takut memeluk salib. Sebab justru di sanalah kita menemukan sukacita yang paling murni, ketika hati kita mampu bersyukur bukan karena segalanya mudah, tetapi karena di setiap salib, Kristus hadir dan berjalan bersama kita”. Tentu tidak mudah karena sisi manusianya saya dan kita. Bersama Allah selalu ada Asa. Pace e Bene – Selamat Hari Raya Bapak Serafik
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!