Jumat, 28 Juni 2024, PW St. Ireneus dari Lyon
2 Raj 25:1-12
Mat 8:1-4
Setelah Yesus turun dari bukit, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia. Maka datanglah seorang yang sakit kusta kepada-Nya, lalu sujud menyembah Dia dan berkata: “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.” Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata: “Aku mau, jadilah engkau tahir.” Seketika itu juga tahirlah orang itu dari pada kustanya. Lalu Yesus berkata kepadanya: “Ingatlah, jangan engkau memberitahukan hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka.” (Mat 8:1-4)
Tuhan Yesus Mau Menyembuhkan Orang Kusta Yang Percaya KepadaNya
Menderita penyakit kusta pada zaman Yesus sangatlah hina, sebab dikucilkan dari kehidupan masyarakat. Penderita kusta dikucilkan karena dianggap kena penyakit kutukan Tuhan. Konsep dan keyakinan seperti itu mungkin muncul karena pada zaman itu kusta masih sangat sulit disembuhkan. Lagi, penyakit kusta bisa menular.
Dalam situasi demikian, bisa dibayangkan bahwa penderita kusta yang datang mohon kesembuhan kepada Yesus memiliki rasa enggan untuk mendekat. Namun, berkat keinginan kuat untuk sembuh dan iman bahwa Yesus bisa menyembuhkannya, asal Yesus mau, membuatnya berani datang dan berkata kepada Yesus, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan daku.”
Yesus pun langsung bergerak untuk menyembuhkan orang kusta itu. Ia mengulurkan tanganNya, menjamah si kusta dan berkata, “Aku mau, jadilah engkau tahir!” Dan orang itu pun tahir. Namun, untuk pengumuman resmi tentang ketahirannya, Yesus meminta si kusta pergi kepada imam seraya mempersembahkan yang patut sebagai ucapan syukur pada Tuhan.
Sangat jelas bahwa Yesus mudah tergerak menolong dan menyembuhkan orang sakit yang percaya seperti si kusta itu. Tanpa basa-basi, tanpa wawancara dan diskusi, Yesus langsung mentahirkan si kusta itu. Mengapa? Karena Yesus tahu kebutuhan si kusta itu, agar dia sembuh dan kemudian diterima di masyarakat. Si kusta mau mengalami cinta dalam kebersamaan dan mengalami hidup berahmat bersama orang lain.
Kita pun mungkin memiliki penyakit “kusta” yang membuat kita terasing dari orang lain. Kusta tersebut adalah dosa yang mengasingkan kita dari sesama. Namun, bila kita mau pergi kepada Yesus dan memohon penyucian atau pentahiran dariNya, kita akan dipulihkan. Kita pun dilayakkan kembali untuk berbaur dengan sesama. Untuk itu, mari kita mohon agar “kusta-kusta’ kita disucikan oleh Tuhan dengan memohon kerahimannya penuh iman. Berkat iman kita dan Rahmat belaskasihNya, Tuhan akan mentahirkan dan menyucikan kita. Tuhan memberkati! Pace e bene!
Pater Yoseph Sinaga, OFMCap.
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!