Senin, 3 Juni 2024
Peringatan St. Carolus Lwanga Martir dan Teman-temannya
Lalu Yesus mulai berbicara kepada mereka dalam perumpamaan: “Adalah seorang membuka kebun anggur dan menanam pagar sekelilingnya. Ia menggali lobang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. Dan ketika sudah tiba musimnya, ia menyuruh seorang hamba kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima sebagian dari hasil kebun itu dari mereka. Tetapi mereka menangkap hamba itu dan memukulnya, lalu menyuruhnya pergi dengan tangan hampa. Kemudian ia menyuruh pula seorang hamba lain kepada mereka. Orang ini mereka pukul sampai luka kepalanya dan sangat mereka permalukan. Lalu ia menyuruh seorang hamba lain lagi, dan orang ini mereka bunuh. Dan banyak lagi yang lain, ada yang mereka pukul dan ada yang mereka bunuh. Sekarang tinggal hanya satu orang anaknya yang kekasih. Akhirnya ia menyuruh dia kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. Tetapi penggarap-penggarap itu berkata seorang kepada yang lain: Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, maka warisan ini menjadi milik kita. Mereka menangkapnya dan membunuhnya, lalu melemparkannya ke luar kebun anggur itu. Sekarang apa yang akan dilakukan oleh tuan kebun anggur itu? Ia akan datang dan membinasakan penggarap-penggarap itu, lalu mempercayakan kebun anggur itu kepada orang-orang lain. Tidak pernahkah kamu membaca nas ini: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita.” Lalu mereka berusaha untuk menangkap Yesus, karena mereka tahu, bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya dengan perumpamaan itu. Tetapi mereka takut kepada orang banyak, jadi mereka pergi dan membiarkan Dia. (Mrk 12:1-12)
Menjaga dan Mengembangkan Warisan Berharga dari Tuhan
Perumpamaan tentang seorang pemilik anggur dan penggarap-penggarap merupakan sebuah kisah kritif refleksif yang diberikan oleh Yesus kepada orang-orang Yahudi pada masanya. Sang pemilik kebun anggur adalah Tuhan; kebun anggur adalah bangsa Israel; para hamba adalah utusan Tuhan dan para nabi yang dikirim oleh Tuhan untuk menggembalakan bangsa Israel agar hidup sebagai umat pilihan Tuhan dengan berdasar pada hukum Tuhan; sedangkan penggarap-penggarap adalah pemuka-pemuka agama Yahudi, ahli-ahli Taurat dan imam-imam kepala yang bertanggung jawab untuk pengembangan hidup rohani bangsa Yahudi pada masa Yesus. Dan Putra terkasih sang pemilik kebun anggur adalah Yesus. Tuhan Allah selaku pemilik kebun anggur mengutus banyak nabi hingga Yesus Sang Putra agar bangsa pilihan Israel tetap hidup sebagaimana dikehendakiNya, yakni hidup seturut hukumNya, sehingga menjadi bangsa yang kudus dan bermartabat. Namun, para nabi dan utusan Tuhan ditolak oleh bangsa Israel. Bahkan, Yesus Sang Putra juga mengalami penolakan, hingga dibunuh dan wafat di kayu salib. Mereka membunuh para nabi dan utusan Tuhan dengan pikiran untuk mendapat warisan yang lebih besar, padahal akhirnya justru membuat mereka kehilangan warisan yang sangat berharga sebagai bangsa pilihan.
Kita orang Kristen ditetapkan menjadi kebun anggur pilihan Tuhan lewat baptisan yang kita terima dalam nama Allah Tritunggal Mahakudus. Dengan baptisan kita diangkat menjadi Anak-anak Allah dan diperkenankan menikmati kehidupan abadi di surga. Baptisan ini menjadi warisan yang sangat berharga bagi kita dari Allah, lewat Yesus Sang Putra Tunggal. Oleh karena itu, kita diajak untuk menjaga warisan tersebut, seraya mengembangkan karunia yang kita peroleh lewat baptisan. Kita tidak boleh hanya berbangga sebagai Anak Allah karena sudah dibaptis tetapi tidak berperilaku sebaggai anak-anak Allah yang benar. Sebaliknya, kita mesti mejaga warisan sebagai Anak Allah, dengan mengembangkan karunia baptisan, yakni hidup sebagai hidup damai, penuh kasih dan berlaku adil bagi sesama. Selain itu, kita mesti selalu merenungkan sabda Tuhan, serta menjadikannya sebagai panduan dan bahan refleksi dalam hidup kita.
St. Karolus Lwanga telah sungguh mengembangkan rahmat baptisan yang diterimanya, hingga ia rela wafat sebagai martir. Ia menjaga moralitas baik sebagai orang Kristen, dan tidak mau terpedaya oleh godaan keamanan semu serta kenikmatan dunia dan badani. Ia terus hidup sebagai anak Allah yang baik, sesuai dengan rahmat baptisan yang diterimanya, sekalipun ia harus wafat sebagai martir. Semoga kita juga mampu memelihara dan mengembangkan rahmat baptisan yang kita peroleh, sehingga kita semakin benar sebagai pewaris Kerajaan Allah. Tuhan memberkati! Pace e bene!
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!