Ordo Kapusin Kustodi General Sibolga

MENJADI SAHABAT YESUS DENGAN MENGASIHI ALLAH DALAM DIRI SESAMA (Kis 10:25-26.34-35.44-48; 1Yoh 4:7-10; Yoh 15:9-17)

Fr. Michael A. Aritonang OFMCap.
Allah adalah kasih. Dia adalah sumber dan asal kasih. Gereja Katolik telah mewartakan misteri cinta kasih Allah ini sejak awal, sekarang dan sampai nanti karena pada dasarnya Gereja adalah komunitas cinta itu sendiri. Di dalam Gereja, orang mengalami cinta kasih Allah dan karena itulah manusia harus berbagi cinta kasih di dunia ini. Pewartaan cinta kasih ini harus tetap terjadi dan diperjuangkan juga bila seolah-olah tidak mendapat tanggapan, juga ketika berhadapan dengan kebencian dan ketidakpastian. Inilah hal yang ditekankan oleh Yesus dalam amanat perpisahan-Nya dengan para murid. Yesus menghendaki agar semua orang saling mencintai satu sama lain. Sama seperti Bapa telah mengasihi Putra dan Putra mengasihi para murid demikian pula para murid harus mengasihi sesamanya. Kedua perintah ini, yakni mencintai Allah dan sesama, mesti tumbuh dan berkembang dalam diri setiap orang. Mengapa? Karena cinta itulah yang menjadi dasar dari seluruh tindakan Allah mengharuskan-Nya untuk menyelamatkan manusia dengan cara menyerahkan Putra-Nya sendiri sebagai kurban. Inilah bukti cinta terbesar dari Allah kepada manusia.
Cinta sebagai dasar tindakan seluruh murid seperti dikatakan oleh Yesus menjadi sangat penting sebab melalui cinta, manusia akan memperoleh sukacita sempurna, yakni kehidupan yang aman, damai dan sejahtera. Yesus sendiri menunjukkan kebesaran kasih Allah melalui penyerahan diri-Nya secara total demi keselamatan manusia. Dia rela menjadi seorang manusia untuk membagikan kasih dengan harapan supaya manusia juga berbuat hal yang sama dengan yang telah dilakukan-Nya, yakni pengurbanan diri mengasihi Allah dalam diri sesama.
Mengapa Yesus sangat menekankan cinta kasih Allah sebagai dasar praksis hidup sehari-hari para murid? Jawabannya adalah karena Yesus sendiri telah menjadikan para murid sebagai bagian dari diri-Nya sendiri yang diungkapkan-Nya dengan menyebut mereka sebagai “sahabat”. Dengan menjadi sahabat, seseorang menjadi lebih dekat dengan yang lain dan saling mengetahui rencana serta rahasia di antara mereka. Keduanya saling mengikat satu sama lain. Namun, sahabat yang dimaksud oleh Yesus berbeda dari pengertian umum dan tidak sama dengan persahabatan duniawi. Biasanya,  persahabatan seorang dengan yang lain didasarkan pada prinsip kecocokan atau kesamaan dalam banyak hal, misalnya kesamaan hobbi, bakat dan sebagainya yang menjadikan mereka lebih dekat satu sama lain.
Yesus tak pernah membuat para murid memilih diri-Nya atau menyebut-Nya sebagai sahabat mereka. Sebaliknya, Yesus-lah yang memilih, menentukan serta mengangkat mereka sebagai sahabat-Nya. Pemilihan dan pengangkatan para murid menjadi pengikut-Nya, murni inisitatif Yesus sendiri. Dia tidak membeda-bedakan satu pun di antara mereka sebab Dia telah mengetahui sejak awal siapa murid yang dipilih-Nya itu. Karena itulah Yesus berkata: “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” Dengan maksud inilah, Yesus mau menciptakan suatu relasi baru, yakni relasi cinta dan persahabatan di antara mereka, meskipun mereka tak pernah mengerti sepenuhnya apa maksud dan rencana Yesus. Relasi cinta dan persahabatan ini mengharuskan Yesus untuk berani mati demi kelangsungan hidup para sahabat-Nya. Yesus ingin mengajarkan apa sesungguhnya makna terdalam dari sahabat yang berbeda dari persahabatan di dunia ini.
Sebagai sahabat, pastilah Yesus menceritakan banyak rahasia Keallahan serta segala sesuatu yang telah didengarnya dari Bapa dan bahkan mempercayakan misi pewartaan Kerajaan Allah di tengah-tengah dunia ini. Apa yang tersembunyi bagi banyak orang, kepada para murid disingkappkan dengan sangat jelas. Dan itu ditunjukkan dalam pengajaran-pengajaran khusus dan keistimewaan lainnya yang diterima oleh para murid ketika bersama dengan Yesus. Karena itulah, pilihan sebagai sahabat Kristus mengandung suatu tugas untuk menjadi pewarta-pewarta cinta kasih Allah. Dan cinta kasih yang telah  mereka terima mesti dibagikan supaya orang lain juga mengalami persahabatan dengan Yesus, asal dan sumber cinta itu sendiri.
Perintah Yesus untuk pergi dan menghasilkan buah, nyata dalam kehidupan para murid setelah kebangkitan Kristus. Iman mereka akan Kristus yang bangkit semakin kuat tatkala Yesus menampakkan diri kepada mereka. Karena itu, mereka dengan sangat berani pergi dan mewartakan cinta kasih Allah serta menghasilkan buah berlimpah. Salah satu buah dari pewartaan ini ditampakkan dalam peristiwa pembaptisan Kornelius dan pencurahan Roh Kudus kepada banyak orang yang percaya kepada Kristus. Peristiwa ini mau menunjukkan bahwa kepada bangsa-bangsa lain pun Kristus membuka pintu keselamatan dan bukan hanya kepada orang-orang Yahudi saja. Keselamatan tidak terbatas kepada orang-orang tertentu saja, pada persahabatan eksklusif, melainkan kepada semua orang dan segala bangsa yang terbuka terhadap pewartaan para murid. Kristus tak pernah memandang muka dan terbuka terhadap siapa saja yang ingin mengalami cinta kasih dan persahabatan dengan-Nya. Dan Dia selalu membuka pintu kerahiman-Nya bagi semua orang yang ingin diselamatkan.
Kita orang Kristen diundang untuk mengalami cinta dan persahabatan dengan Allah sama seperti para murid menjadi sahabat Kristus. Namun, perlu kita ingat bahwa bukan kita yang memilih untuk bersahabat dengan Kristus, melainkan Dia-lah yang sejak awal telah memilih dan menentukan kita untuk berpartisipasi dalam tugas perutusan menyelamatkan dunia. Persahabatan dengan Kristus itu kita terima melalui Sakramen Baptis dan Sakramen Krisma. Sakramen-sakramen inilah yang mempersatukan serta menguatkan relasi persabatan kita dengan Kristus. Kita juga diutus untuk mewartakan cinta kasih Allah dalam kehidupan kita setiap hari dengan saling mengasihi satu sama lain. Sebab bukan kita yang mengasihi Allah, melainkan Allah-lah yang pertama-tama telah mengasihi dan menjadikan kita sebagai bagian dari diri-Nya. Karena itu, cinta kasih dan persabatan yang telah diprakarsai oleh Kristus mesti kita kembangkan dan perjuangkan setiap saat baik di keluarga, masyarakat maupun Gereja.
Cinta kasih Allah yang ada dalam diri kita mesti menghasilkan buah dan buah itu tetap. Artinya, ketika kita mengatakan bahwa kita adalah murid Kristus yang bangkit, kita juga mesti mampu mengorbankan diri bagi sesama supaya dengan cara demikian, akan semakin banyak orang yang percaya dan merasakan cinta kasih Allah. Serentak dengan itu, segala sesuatu yang kita kehendaki, yang kita minta dari Allah, akan kita terima. Maksudnya adalah, persahabatan dan cinta dengan Kristus akan membuat kita semakin bersatu dengan-Nya serta membiarkan segala sesuatu terjadi menurut kehendak-Nya. Apa yang kita minta dan inginkan tidak lain adalah supaya kehendak Allah terjadi atas seluruh kehidupan kita. Ketika segala sesuatu diserahkan kepada kehendak Allah, pastilah kita tidak lagi memikirkan apa yang kita inginkan, melainkan membiarkan Allah berkarya sepenuhnya dalam kehidupan kita.
Sakramen Ekaristi menjadi tanda nyata cinta kasih Allah kepada manusia. Di sanalah dinyatakan kebesaran cinta Allah yang rela berbagi dengan manusia supaya turut mengembangkan keselamatan bagi seluruh dunia. Dan kita pun, setiap kali merayakan Ekaristi dan menyambut Tubuh dan Darah Kristus dituntut juga untuk menjadi sahabat Kristus dengan cara berbagi dengan sesama. Cinta kasih kepada Allah akan nyata ketika kita mampu keluar dari kenyamanan pribadi dan mengasihi sesama yang ada di sekitar kita, terutama mereka yang miskin dan terpinggirkan. Sesama yang kecil dan lemah menjadi sarana yang paling tepat untuk mengamalkan cinta kasih yang telah kita terima dari Allah. Semoga kita senantiasa dijiwai dan dipenuhi oleh Roh Allah supaya kita mampu mengamalkan cinta kasih-Nya di dunia ini serta menghasilkan buah berlimpah. Semoga. Amin.
Share this post :

Posting Komentar

Terima kasih atas Partisipasi Anda!

 
Copyright © 2015-2024. Ordo Kapusin Sibolga - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger - Posting