Ordo Kapusin Kustodi General Sibolga

TUHAN, ENGKAU TERLALU KUAT BAGIKU (Yer 20:7-9; Rm 12:1-2; Mat 16:21-27)

Fr. Michael A. Aritonang OFMCap
Setiap perutusan, apapun bentuknya, pasti memiliki risiko dan konsekuensi. Atas segala risiko dan konsekuensi tersebut, seorang utusan harus membuat pilihan: berhenti atau terus. Hanya orang terpilihlah yang akan tetap setia menjalankan perutusan meskipun risiko yang dihadapi demikian berat. Menyerahkan segala perkara kepada Tuhan adalah jalan terbaik ketika beban yang harus ditanggung terasa berat. Hal mengikuti Yesus terkadang smenjadi suatu persoalan yang pelik, sebab menuntut suatu kesediaan dan kerelaan untuk berkorban. Banyak hal yang mesti diperjuangkan dan dikorbankanTuntutan yang ada terasa sangat berat dan bahkan ada juga yang berpikir bahwa mustahil seseorang bisa melakukannya dengan baik. Tetapi sebenarnya yang mendasari pemikiran itu adalah ketidakmampuan untuk meninggalkan zona aman dalam hidup.
Petrus, dalam hal mengikuti Yesus selalu jatuh bangun. Setelah pada waktu sebelumnya dia dikukuhkan sebagai dasar pendirian Gereja semesta, sekarang dia menjadi penghalang bagi Yesus untuk mengikuti seluruh rencana keselamatan Allah. Dia berusaha mencegah Yesus pergi ke Yerusalem supaya sengsara, penderitaan dan kematian tidak menyentuh Yesus. Mengapa Petrus melakukan pencegahan ini? Alasannya adalah, jika Yesus menyerahkan dirinya untuk menderita sengsara dan dibunuh oleh para tua-tua bangsa Yahudi, itu artinya dia juga harus berbuat demikian. Sebab pada saat itu, Petrus sudah merasa aman bersama Yesus dan jauh dari segala hal yang membuat mereka menderita. Karena itulah Yesus menegur Petrus dan berkata: “Enyahlah iblis. Engkau suatu batu sandungan bagiku. Sebab engkau memikirkan bukan yang dipikirkan Allah, melainkan yang dipikirkan manusia.” Inilah kesalahan Petrus. Dia masih menggunakan pola pikir manusia. Dia tidak melihat bahwa semua hal yang akan dilakukan oleh Yesus harus sesuai dengan rencana Allah. Pola pikir manusia inilah yang menghalangi Petrus untuk melihat misteri rencana keselamatan Allah yang nyata dalam sengsara, penderitaan, kematian dan kebangkitan Yesus.
Teguran Yesus terhadap Petrus ternyata tidak berakhir pada saat itu. Kepada para murid yang lain Yesus masih tetap ingin mengajarkan dan memberi penegasan serta berusaha untuk meyakinkan mereka bahwa satu-satunya jalan keselamatan adalah salib. Setiap orang yang ingin mengikuti Yesus secara sempurna, harus mampu menyangkal diri dan memikul salib sendiri. Yesus ingin agar pengikut-Nya menjadi pejuang yang tangguh, yang tidak takut menderita, yang selalu siap sedia meninggalkan kenyamanan pribadi demi Kerajaan Allah. Dia tidak ingin para pengikut-Nya lemah dalam perjuangan membela kebenaran dan keadilan, bahkan bila dituntut, harus sanggup menyerahkan nyawa demi Allah. Jika tidak, maka ketika ada hal yang memberatkan dalam tugas perutusan, akan dengan sangat mudah ditinggalkan. Akibatnya, pewartaan Kerajaan Allah menjadi terhenti.
Tuntutan untuk mampu mengikuti Yesus, menyangkal diri dan memanggul salib merupakan suatu hal yang memang sulit untuk dijalani. Tetapi bagi semua orang yang beriman teguh dan sungguh-sungguh percaya akan Allah tidak akan pernah goyah meskipun banyak tantangan dan penderitaan. Tantangan dan penderitaan akan menjadi suatu motivasi untuk tetap berjuang mewujudkan Kerajaan Allah di dunia ini serta berusaha meninggalkan segala keinginan dan kenyamanan pribadi. Dan orang yang setia pada panggilan Allah tidak akan mampu menolak semua tugas dan tanggung-jawab yang diberikan dalam tugas perutusan. Allah terlalu kuat sehingga manusia tidak mampu berbuat apa-apa selain melaksanakan tugas perutusan itu serta menerima risiko dan konsekuensi yang menyertainya.
Jalan salib merupakan sarana keselamatan yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Dan itu telah ditunjukkan oleh Yesus melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya, supaya kita juga mengikuti jalan salib-Nya dan memperoleh keselamatan daripada-Nya. Salib itu untuk setiap orang tidak sama beratnya. Tetapi salib yang berat akan menjadi terasa ringan bila kita mau menyerahkan segala perkara hidup kita kepada Allah.
Kita dituntut untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah dengan mempersembahkan seluruh diri kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah. Kita harus mampu meninggalkan keinginan dan kenyamanan pribadi, pola pikir manusiawi kita serta berusaha untuk tidak menyesuaikan diri dengan dunia, supaya Allah menguduskan dan menerima persembahan diri kita. Maka pada akhirnya, kita akan menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita. Mampukah kita hidup seturut kehendak Allah? Mampukah kita mengikuti Yesus, menyangkal diri dan memanggul salib? Mampukah kita mempersembahkan diri kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan berkenan kepada Allah seperti ditunjukkan oleh Bunda Maria? Semoga. Amin.
Share this post :

Posting Komentar

Terima kasih atas Partisipasi Anda!

 
Copyright © 2015-2024. Ordo Kapusin Sibolga - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger - Posting