“CINTA KASIH SEJATI ADALAH CINTA YANG RELA MEMBERI.” (Yes 52:13-53:12; Ibr 4:14-16;5:7-9; Yoh 18:1-19: 42)
Fr. Michael A.Aritonang OFMCap
Banyak orang sering berbicara tentang cinta: “Apakah arti atau makna cinta bagimu? Bagaimana kamu membuktikan cintamu kepada orang yang kamu cintai? Apa kriteriamu dalam mencintai seseorang?” Dan masih banyak lagi pertanyaan yang dapat disebut seputar cinta. Ada orang yang sungguh-sungguh mengerti apa arti cinta dan dengan tepat pula dia menyatakan cinta itu. Tetapi ada juga orang yang mengartikan cinta itu secara sempit, dan bahkan menjadi negatif, hanya sebagai pemuas nafsu saja. Salah mengerti arti cinta, akan juga salah dalam mewujudnyatakannya.
Cinta yang dimengerti dan dipraktekkan oleh manusia adalah cinta yang sifatnya manusiawi dan semu. Yesus dalam bacaan injil hari ini menunjukkan cinta sejati, cinta yang sempurna dan paling tinggi dan tak seorang manusia pun yang dapat melakukannya. Inilah yang disebut cinta Agape, yakni cinta yang rela memberi sampai sehabis-habisnya. Yesus menunjukkan cintanya kepada manusia dengan menyerahkan diri-Nya sampai wafat di salib untuk menyelamatkan manusia. Dia yang tidak mempunyai dosa sedikit pun dan tak terdapat dusta pada mulut-Nya rela menyerahkan nyawa demi keselamatan manusia. Karena kebenaran yang diwartakan-Nya setiap saat, Yesus akhirnya wafat dengan cara yang sangat mengerikan, yakni wafat di salib. Kematian Yesus merupakan puncak dari pemberian diri-Nya yang total kepada Bapa yang mengutus-Nya.
Cinta sejati yang ditunjukkan oleh Yesus sampai wafat di salib membuktikan betapa Dia sangat ingin agar manusia selamat dan terbebas dari perbudakan setan dan dosa. Karena cinta-Nya ini, Dia rela menderita, menanggung kesalahan dan dosa manusia, tanpa mempedulikan diri-Nya sendiri. Sebenarnya Yesus bisa saja menghindari penderitaan itu, sebab Dia adalah Allah yang berkuasa melakukan segala sesuatu. Tetapi Dia tidak mau melakukan hal itu. Melalui penderitaan dan wafat-Nya di salib, Dia ingin menuntun manusia supaya percaya kepada Allah Bapa yang mengutus-Nya. Dia ingin supaya manusia mempunyai iman yang sungguh-sungguh teruji akan Allah yang benar dan menyelamatkan. Karena itu, penderitaan pun diterima-Nya dengan hati terbuka, asalkan kehendak Allah terlaksana dan manusia selamat. Penderitaan Yesus merupakan bukti cinta-Nya kepada manusia. Dan Dia menjadikan diri-Nya sebagai kurban silih untuk menghapus dosa-dosa manusia. Meskipun demikian, penderitaan dan kematian bukanlah akhir dari segala-galanya bagi Yesus melainkan awal kehidupan baru yang penuh kemuliaan yang akan diterima pada saat kebangkitan-Nya dari antara orang mati.
Yesus menderita karena dosa-dosa kita manusia. Cinta Yesus ditunjukkan-Nya dengan kerelaan-Nya menderita dan wafat di salib. Tetapi manusia sering tidak sadar akan besarnya cinta Yesus itu dan bahkan masih sering berbuat dosa. Banyak di antara kita yang kurang mampu menderita karena kebenaran. Hanya dengan sedikit persoalan dalam hidup, misalnya bencana, kemalangan, kematian, kita sering merasa bahwa Allah itu tidak adil, tidak pernah memihak kita dan bahkan kejam terhadap kita. Dan lagi, kita sering lari dan menghindar dari penderitaan. Kebenaran yang seharusnya diwartakan, disurutkan oleh keinginan dan keegoisan pribadi untuk tetap menjaga popularitas, harga diri, jabatan dan pangkat di dunia ini. Karena itu semua, kita lupa bahwa kebenaran dan keadilanlah yang harus diperjuangkan setiap saat. Akibatnya, terjadilah jurang yang sangat dalam antara si kaya dan si miskin; yang salah akan dibenarkan dan yang benar akan disalahkan. Kita tidak berani keluar dari zona aman dan tetap mempertahankan posisi, popularitas dan harga diri kita serta melupakan mereka yang seharusnya dibela. Ambisi dan keinginan duniawi untuk memperoleh kekuasaan dan kedudukan membuat kita menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Padahal, apakah untungnya bagi kita jika kita memperoleh seluruh harta duniawi tetapi kehilangan harta dan kemuliaan surgawi? Dapatkah harta dan popularitas menyelamatkan kita dari pengadilan surgawi?
Yesus wafat untuk menegakkan keadilan dan kebenaran serta membawa pembebasan bagi para tawanan serta bagi orang-orang miskin dan tertindas. Dia rela menderita dan wafat di salib demi keselamatan kita manusia. Dia menanggalkan sifat keallahan-Nya dan tidak menganggap itu sebagai sesuatu yang harus dipertahankan asalkan manusia diselamatkan. Maka, maukah kita menderita seperti Yesus untuk menegakkan keadilan dan kebenaran di muka bumi ini? Maukah kita menderita demi menolong sesama yang miskin, tertindas dan membutuhkan pertolongan? Mampukah kita meninggalkan jabatan, harga diri dan popularitas yang kita miliki di dunia ini untuk menerima harta kekayaan dan mahkota kemuliaan di surga kelak? Semoga. Amin.
Labels:
Renungan
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!