Fr. Michael A. Aritonang OFMCap
Bacaan II : Gal 4:4-7
Bacaan Injil : Luk 2:16-21
Setiap manusia
dilahirkan dari rahim seorang wanita. Setelah melahirkan, wanita tersebut akan
dipanggil dengan sebutan ibu oleh anak yang telah dilahirkannya. Peran seorang
ibu dalam mendidik anak-anaknya sangat besar dan tak ternilai jasa yang telah
diberikannya. Dia harus mengandung selama sembilan bulan dan harus menjaga
kandungannya sebaik-mungkin jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan. Dia juga harus berjuang untuk melahirkan anak yang selama ini
dikandungnya. Dan setelah melahirkan, dia juga harus menjaga, merawat, memberi
makan dan minum, memandikan, dan sebagainya. Yang pasti, seorang ibu tak
henti-hentinya bekerja untuk mendidik dan membesarkan anaknya. Seluruh hidupnya
dipertaruhkan asalkan anak-anaknya bisa bahagia dan berhasil.
Hari ini
Gereja katolik merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah. Bunda Maria
mendapat penghormatan khusus, istimewa, dari Gereja Katolik sebagai Bunda Allah
karena dia telah rela menjadi Bunda Sang Juruselamat, Yesus Kristus. Bunda
Maria berperan dalam rencana keselamatan Allah dengan menjadi ibu bagi Putra
Allah. Bagi manusia, hal ini tidak mungkin, sebab tidak mungkin Putra Allah bisa
dikandung oleh seorang manusia, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin. Bunda
Maria dipilih untuk menjadi sarana Allah untuk menyatakan rencana-Nya, yakni
keselamatan bagi manusia.
Injil hari ini
berbicara tentang berita kelahiran Yesus yang diwartakan malaikat kepada para
gembala. Mereka mendapat kunjungan dari malaikat Allah yang datang untuk
memberitakan kelahiran Yesus dan menyuruh mereka untuk pergi ke tempat di mana
Yesus dilahirkan. Dan apa yang mereka dengar dari malaikat itu, sesuai dengan apa
yang mereka lihat. Semua orang heran ketika mendengar perkataan para gembala
itu tentang apa yang dikatakan malaikat kepada mereka. Dan keheranan itu
akhirnya mendatangkan sukacita bagi mereka semua dan para gembala kembali
sambil memuji dan memuliakan Allah. Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu
dalam hatinya dan merenungkannya.Kelahiran Yesus membawa kegembiraan dan
sukacita kepada semua orang yang melihat dan yang percaya kepada-Nya, dan
kemuliaan bagi Allah di surga.
Apa
sesungguhnya yang membuat Maria menjadi istimewa di mata Tuhan sehingga dia
dipilih menjadi Bunda Putra Allah? Pertama, iman. Di mata Allah, Maria
mempunyai iman yang benar dan sempurna. Maria tidak pernah sedikitpun ragu akan
kebesaran dan kemahakuasaan Allah. Dia yakin dan percaya bahwa Allah tak pernah
menjauh atau meninggalkan semua orang yang berharap kepada-Nya. Maria yakin dan
sangat percaya bahwa bagi Allah tidak ada yang mustahil. Dan itulah sebabnya
Maria berani berkata: “Ya” kepada malaikat yang datang meminta kesediaannya
untuk menjadi Bunda Putra Allah. Iman kemudian melahirkan pengharapan akan
penggenapan janji Allah yang datang untuk menyelamatkan umat-Nya. Dalam
perjalanan hidupnya, Maria tidak pernah berhenti berharap kepada Allah. Dan itu
dilakukannya dalam doa setiap hari. Bagi Maria, doa menjadi yang paling utama,
sebab dalam doa, dia dapat bertemu dan berkomunikasi dengan Allah yang
memberikan iman kepadanya. Dan aplikasi dari doanya adalah perbuatan kasih.
Ungkapan ya kepada Allah merupakan tindakan nyata kasihnya, buah dari doa dan
pengharapannya, yang diwujudkannya dengan mencintai sesama, di antaranya adalah
membantu Elisabet di usia kehamilannya yang sudah tua.
Kedua,
ketulusan dan kerendahan hati. Maria dikenal sebagai orang yang sangat rendah
hati, yang menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah. Ketulusan dan kerendahan
hati inilah yang mendorong Maria untuk berani berkata: “Aku ini hamba Tuhan,
terjadilah padaku menurut kehendak-Mu.” Maria tidak menolak apa yang
dikehendaki Tuhan terjadi padanya. Dia sungguh-sungguh tahu mana yang paling
utama. Bagi Maria, kehendak Allah-lah yang paling utama dibandingkan dengan
kehendak pribadinya. Memang bisa saja Maria menolak, tetapi di sisi lain, dia
seolah-olah tidak sanggup melakukannya, sebab bila dia menolaknya, rencana
keselamatan Allah bagi manusia tidak akan terlaksana. Karena itulah Maria
dengan tulus dan rendah hati mau mengatakan ya atas kehendak Allah.
Ketiga, rela
berkorban. Iman, ketulusan dan kerendahan hati menuntut semangat untuk rela
berkorban. Maria dituntut untuk mempertanggungjawabkan iman yang diberikan oleh
Allah kepadanya dengan sikap rela berkorban. Sebagai Bunda Putra Allah, Maria
mendapatkan banyak penderitaan dan harus mengorbankan kebahagiaannya sendiri.
Semangat pengorbanannya tampak dalam perjuangannya yang harus membawa
kanak-kanak Yesus mengungsi ke Mesir sampai Herodes mati, ditolak oleh Yesus
ketika di Bait Allah, sampai harus melihat putranya sendiri wafat di salib.
Semuanya itu dilakukan demi cintanya kepada Allah supaya keselamatan manusia
terwujud. Dan dia menyimpan semuanya itu dalam hatinya dan merenungkannya.
Yang menjadi
pertanyaan bagi kita saat ini adalah, sudahkah kita mencoba meneladani Maria
dalam iman, ketulusan dan kerendahan hati serta sikap rela berkorban? Kalau
sudah, mari kita semakin meningkatkan dan mempertahankannya. Kalau belum, mari
kita berefleksi kembali. Mari kita merenungkan diri kita sebagai pengikut
Tuhan. Sudah sanggupkah kita mengatakan ya atas kehendak-Nya? Sudahkah kita
menunjukkan cinta kasih kita kepada Allah dan sesama? Masih tepatkah aku
disebut sebagai pengikut Kristus?
Tahun baru
merupakan masa awal di mana kita harus memperbaharui seluruh diri kita, sikap
dan tindakan kita. Saat inilah kita harus mampu membuat diri kita sanggup
membuat segala sesuatunya menjadi baru, bukan hanya tampilan luar saja, tetapi
terutama tampilan dari dalam hati kita. Maka, mari kita berusaha untuk semakin
memperbaharui diri supaya kehendak Allah benar-benar terjadi atas diri kita.
Kita mohon bantuan Bunda Maria untuk senantiasa mendampingi dan mendoakan kita
dalam peziarahan menuju tanah air surgawi. Semoga. Amin.
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!