IMAN
Hab 1:2-3.2; 2-4; Tim 1:6-8.13-14; Luk 17:5-10
Dalam kehidupan ini kita sering menghadapi dan bergumul dengan persoalan,
tantangan berat yang seakan tak kunjung putus dan tak ada jawaban yang pasti. Misalnya kesulitan dalam keluarga,
menghadapi anak-anak, pekerjaan, keuangan, hidup bersama dengan orang lain, penyakit, penderitaan, dan masalah pribadi kita. Dalam
situasi seperti ini, kita
tidak tahu kepada siapa harus mengadu, untuk menceritakan apa yang kita rasakan. Hidup seakan hanya timbunan pertanyaan
yang tak pernah terjawab, bagaikan jurang yang menganga lebar. Kita tidak tahu ke
mana kita harus mengadu atas segala kesulitan yang kita hadapi. Bila pengalaman ini berlanjut, tidak mustahil bahwa
kita akhirnya menjadi orang yang gampang ragu, cemas, kurang percaya dan
menjadi putus asa. Kita berupaya mencari pegangan hidup, yang kita rasa akan
mampu membuat kita aman, terjamin dan tenteram sekurang-kurangnya untuk
beberapa saat, tetapi tidak pernah untuk selamanya. Kita membutuhkan pegangan
hidup yang memberikan kita kedamaian, ketenteraman kendati mesti menghadapi
seribu satu macam persoalan hidup. Inilah yang dinamai iman yang senantiasa
memberi kita pengharapan dalam perjuangan hidup.
Dalam bacaan pertama, kita
mendengar nabi Habakuk yang berseru kepada Allah, karena bangsanya ditindas
oleh raja yang lalim, yaitu raja Yoyakim. Sebelumnya, raja Yosia sudah
membangun negara bukan saja sebatas bidang politik dan ekonomi, tetapi juga
dalam bidang religius-keagamaan. Yosia merupakan raja yang jujur dan teguh.
Tetapi kematiannya dalam pertempuran cukup mengejutkan umat dan menimbulkan
pertanyaan: di manakah keadilan Yahwe. Teriakan Habakuk seakan tak dihiraukan
Tuhan. Mengapa ada penganiayaan, kelaliman dan pertikaian? Seruan itu bukan
ungkapan putus asa, melainkan suatu pertanyaan apakah Allah tidak berkarya
dalam kejadian semacam itu? Tuhan menjawab Habakuk, “Orang jujur akan hidup
berkat imannya!” Seruan orang beriman kepada Allah dalam peristiwa-peristiwa
kehidupan merupakan doa. Doa itu adalah jawaban atas tawaran Allah yang
mencintai manusia. Hanya doa yang melibatkan pergulatan hidup merupakan doa
yang jujur. Sebaliknya, hidup yang tidak dibawa dalam doa adalah kosong. Juga
dalam situasi yang sulit sekali pun akhirnya seorang beriman masih mendapatkan
nilai dalam doa, yakni bertemu dengan tawaran kasih karunia Allah.
Bacaan ini mau meyakinkan kita
bahwa hanya Allahlah yang dapat memecahkan persoalan hidup. Orang baik yang menderita memang merupakan
pertanyaan. Namun bagi orang beriman ada jawaban di tangan Allah. Jawaban itu
akan membahagiakan manusia, asal manusia mau menyerahkan diri pada rencana
Allah. Inilah yang dinamai iman, penyerahan diri kepada penyelenggaraan Allah.
Kendati itu tidak berarti bahwa manusia cukup berpangku tangan saja dan
mengharapkan bahwa Tuhan sendiri akan menuntaskan setiap persoalan. Tuhan
berkarya lewat tangan kita. Tuhan memberi kita kekuatan untuk mencari jalan dan
memberi pengharapan agar kita tidak putus asa.
Dalam Injil kita mendengar
permohonan para murid kepada Yesus, “Tambahkanlah iman kami”. Permintaan para
murid mau memperlihatkan segi ketergantungan. Orang yang meminta adalah orang
yang dalam hidupnya membutuhkan sesuatu. Permintaan para murid bukanlah perkara
duniawi, tetapi iman. Iman merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki setiap
orang yang mau mengikuti Yesus, bukan hanya pada tahap awal, tetapi dalam
seluruh perjalanan hidupnya. Perjalanan dan program hidup Yesus kiranya hanya
dapat dipahami dan diikuti dalam kaca mata iman. Logika, cara pandang dan cara
pikir manusia tidak sanggup memahami rencana Allah. Jalan pikir yang ditempuh
Yesus bukanlah seperti perkiraan manusia. Seperti kita tahu, para murid juga
kerap salah mengerti tentang
misi Yesus, mereka malah bertengkar mengenai siapa yang paling besar di antara
mereka. Para murid bermimpi bahwa kelak dalam kerajaan baru yang diwartakan
Yesus, mereka akan menjadi orang-orang penting.
Tetapi Yesus mendidik mereka
dengan cara pandang lain, para murid harus menjadi pelayan semua orang, yang
siap memanggul salib, kehilangan nyawa dan menjadi yang terkecil. Tuntutan
Yesus ini lain dari mimpi para murid. Ambil bagian dalam tugas Yesus berarti
mengikuti jejak-Nya dengan setia dengan kesiapan mempertaruhkan segala sesuatu,
termasuk mimpi dan kenyamanan. Hal ini ditandaskan Yesus dengan menyatakan
bahwa para murid mesti menjadi pelayan. Dan setelah melakukan seluruh tugasnya,
dia memandang diri sebagai hamba yang tidak berguna. Tidak ada alasan bagi
murid Tuhan untuk sombong karena melakukan tugas, termasuk pelayanannya.
Untuk sampai kepada keputusan
semacam itu, para murid harus membenahi diri. Hal itu nyata dari permintaan
mereka, “Tambahkanlah iman kami”. Menanggapi kehausan dan kerinduan para murid-Nya,
Yesus menandaskan bahwa cukup iman yang kecil saja, tetapi bekerja dengan
optimal dalam diri manusia. Iman bukan perkara besar atau kecil, melainkan
perkara keseriusan menghidupi iman itu. Persoalan hidup hanya dapat ditanggapi
dan dilihat dalam kacamata iman. Iman yang sederhana sudah dapat melakukan
karya yang luar biasa yang diumpamakan Yesus dengan mencabut pohon ara dan
menanamkan di dalam laut. Suatu pekerjaan yang mustahil. Pohon ara adalah pohon
besar dan sanggup hidup sampai enam ratus tahun dengan akar yang sangat dalam
dan luas. Kiranya perkataan Yesus ini tidak bisa ditafsirkan begitu saja. Yesus
mau menekankan bahwa dengan beriman, orang dapat melakukan hal-hal yang di mata
manusia tidak mungkin terjadi. Mirip dengan perkataan Yesus mengenai unta yang
masuk lewat lobang jarum. Tetapi iman yang kecil itu pun sudah dapat
mengerjakan karya luar biasa.
Persoalannya ialah bahwa kita
cenderung mencari rasa aman dan jaminan hidup pada kekuatan kita. Kita cenderung bersandar pada kemampuan, harta, kuasa
dan kedudukan. Kita kerap kurang memiliki semangat untuk berpasrah dan mencari
kehendak Tuhan. Kita mau supaya kehendak kitalah yang berlaku. Karena itulah
kita kerap kecewa dan akhirnya tidak mau tahu dan perduli lagi dengan kehidupan
rohani. Kita semakin enggan untuk mengupayakan supaya iman kita tetap hidup dan
teguh. Tuntutan iman kita kerap kita hindarkan, dan kita cenderung mengikuti
selera kita saja. Iman belum kita anggap sebagai sesuatu yang serius dan
penting, dan hanya kalau terdesak kita baru menyerukan nama Tuhan. Para murid
yang hidup di sekeliling Yesus minta supaya iman mereka ditambahkan. Hal yang
sama kiranya juga menjadi seruan dan permintaan kita. Semoga!!!
Fr. Silvinus
Tinambunan OFMCap
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!