
SUARA HATI
(Sebuah Refleksi Berdasarkan Pengalaman dalam Mengikuti Hati Nurani)
A.
Pengantar
Setiap
orang pasti pernah merasakan bahwa hatinya bersuara. Bagaimana hati itu
bersuara tentu berbeda-beda bagi setiap orang. Yang lebih pasti ialah bahwa
setiap orang pasti memiliki suara hati. Bila ditanya apa itu suara hati,
mungkin orang memiliki konsep yang berbeda-beda walaupun fungsi suara itu
barangkali sama. Dalam tulisan singkat dan kecil ini saya menuliskan sebuah refleksi atas suara hati yang berangkat dari pengalaman dalam mengikuti suara hati saya. Sudah tentu
bahwa pengalaman ini saya perteguh dengan beberapa kutipan dari buku.
B.
Pengalaman Hati Nurani
Bagaimana
perasaanmu saat kamu ingin berbuat sesuatu yang tidak baik, misalnya mencuri
uang orangtua atau mencontek saat ujian? Pertanyaan ini menjadi pertanyaan yang
sering dipakai oleh guru atau pembimbing retret/rekoleksi pada salah satu sesi
konfrensi yang berkaitan dengan suara hati. Dalam sharing pengalaman timbul beberapa jawaban. Ada yang mengatakan bahwa
timbul perasaan bingung saat mau berbuat; ada yang mengatakan bahwa timbul rasa
takut dan cemas. Namun ada yang mengatakan bahwa suara itu tidak terlalu
menganggu apalagi kalau sudah nekat untuk berbuat sesuatu itu.
Memang
tepat bahwa perasaan-perasaan seperti di atas dapat saja terjadi, tetapi bagi
kita yang belum pernah berbuat yang tidak baik, pastilah rasa takut, bimbang,
cemas, dan bingung akan lebih kuat menggema dalam hati kita. Jika kita hendak
mencontek, terlebih dahulu kita akan mengamati apakah pengawas ada dan kita
juga akan melihat apakah ada teman yang memperhatikan kita. Maka rasa cemas
senantiasa menghantui kita. Perasaan bingung, takut akan sering timbul kalau
kita memandang suatu tindakan tertentu dan tindakan itu kita tahu mempunyai konsekuensi
negatif terhadap diri kita.[1]
Perasaan-perasaan
tersebut di atas jika kita bandingkan dengan perasaan ketika kita melakukan hal yang baik sangatlah
berbeda. Dengan bangga dan rasa bebas kita dapat melakukan hal yang baik itu.
Kita tidak perlu takut akan akibat buruk sebab kita melakukannya dengan
perasaan yang bebas dan hati yang tenang. Di satu sisi kita tertarik untuk
berbuat sesuatu yang menjanjikan rasa bahagia. Di sisi lain, apa bila tindakan
kita berakibat buruk atau merugikan orang lain, serentak perasaan akan mengusik
hati kita. Segala macam perasaan bercampur-aduk ketika kita dihadapkan kepada
suatu pilihan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Ada perasaan yang mendorong untuk bertindak dan ada pula yang
mengingatkan untuk tidak bertindak jika akibat tindakan itu buruk.[2]
Dalam
kehidupan ini, kita sering dihadapkan kepada suatu pilihan. Pilihan itu bisa
antara baik dan buruk tetapi ada juga kemungkinan antara baik dan baik. Sering
terjadi bahwa kita lebih sulit mengambil keputusan jika pilihan itu antara baik
dan baik dari pada antara baik dan buruk. Karena kalau pilihan itu sama-sama
baik orang yang bersangkutan mesti berpikir lebih lama sementara jika pilihan
itu antara baik dan buruk pilihan tidak akan sulit ditentukan. Oleh karena itu,
mau tidak mau, dalam berhadapan dengan pilihan-pilihan tersebut memang
keputusan harus diambil sesuai dengan suara hati.[3]
Setiap
orang mungkin pernah mengalami situasi pilih-memilih, misalnya kita mau menolong orang atau
sebaliknya kita pergi melanjutkan perjalanan kita seperti imam dalam kisah
perumpamaan Yesus tentang orang Samaria yang baik hati. Kadang-kadang kita
tidak mau menolong orang karena kita takut dikatakan cari muka atau kita tidak
mau menolong orang karena kita berpikir bahwa pekerjaan kita lebih penting.
Maka mana yang akan kita pilih? Di sini suara hati berperan dan kita harus
mendengarkan suara itu.
Dari
apa yang saya sebut di atas, saya mendefinisikan suara
hati itu demikian: suatu pendapat
yang menggema dan timbul dalam hati kita, yang senantiasa mengingatkan kita
dalam setiap tindakan yang akan kita lakukan. Dalam hal ini, saya mengafirmasi
apa yang dikatakan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam ensiklik Veritatis Splendor no. 54 bahwa suara
hati itu menyerukan perintah kepada kita untuk menjalankan ini atau untuk
menghindari itu.[4]
Bagaimana suara itu dapat kita bina? Tentu untuk masing-masing orang memiliki
cara tersendiri dalam membina hati nuraninya. Poin berikut ini beberapa hal,
yang sekurang-kurangnya bagi saya dapat membantu dalam membina hati nurani.
C.
Membina Hati Nurani
Dalam
Veritatis Splendor no. 58 dikatakan
bahwa suara hati adalah kesaksian dari Allah sendiri, yang suara dan
keputusan-Nya menembus sampai ke lubuk jiwa manusia.[5] Maka suara hati akan menuntun kita kepada yang baik dan
benar serta akan menuntun kita kepada pengambilan keputusan yang tepat.
Bagaimana kita membina suara hati agar semakin baik?
1.
Mendengarkan
Mendengarkan
menjadi sikap yang penting dalam dan demi perkembangan diri seseorang. Dengan
mendengarkan kita akan mampu mengerti, memahami baik diri kita sendiri maupun orang
lain.[6] Mendengar atau bahkan menjadi pendengar dengan
baik, memang tidak gampang. Maka tidak jarang bahwa banyak orang tidak mampu
mengerti apa yang sedang kita bicarakan sehingga sering terjadi “salah
pengertian”. Demikian juga perihal mendengar suara hati. Kita sering gagal atau kurang
peka akan suara hati sehingga tak jarang kita jatuh tindakan yang salah. Karena
itu, suara hati perlu juga kita
dengarkan agar suara itu semakin baik. Bila kita sering mendengarkan suara hati
dan menurutinya, kita akan semakin peka dalam melihat hal-hal yang baik dan yang buruk. Suara hati
senantiasa mendorong atau melarang setiap orang untuk berbuat sesuatu. Oleh
karena itu, semakin kita peka terhadap suara hati, maka suara itu akan semakin kuat bergaung dalam
hati kita. Demikian sebaliknya suara hati akan semakin pudar jika kita sering
mengabaikannya.
2.
Berdoa
Doa
dan suara hati merupakan dua hal yang berbeda tetapi datang bersama-sama dalam
dimensi jiwa manusia yang paling luhur.[7]
Kesatuan dengan Allah akan semakin kokoh lewat doa, sehingga hubungan dekat
dengan Allah memungkinkan kita terarah kepada kebaikan. Doa yang
sungguh-sungguh akan semakin mengubah hidup kita. Perubahan itu awalnya datang
dari hati kita yang paling dalam dan mengalir ke luar lewat perbuatan dan sikap
batin. Lewat doa Tuhan membimbing kita kepada yang baik.
Apakah aku senang mendengar Tuhan dalam keheningan doa?
3.
Membaca
Kitab Suci
Membaca Kitab Suci berarti kita
membiarkan Allah memasuki hati kita. Allah berbicara kepada kita lewat
Sabda-Nya. Lewat sabda
itu pula, Allah mengarahkan
dan menuntun tingkah laku manusia kepada kebenaran-Nya. Kebiasaan membaca Kitab Suci dapat juga
membuat suara hati semakin baik. Yang dituntut dari manusia ialah mau
mendengarkan-Nya. Seseorang yang mendengarkan sabda Allah
dalam Kitab Suci, sedikit demi sedikit mempengaruhi kecintaanya kepada Allah
yang tinggal dalam sabda-Nya. Semakin kita cinta kepada Allah, kita akan
semakin peka terhadap kebaikan-kabaikan Allah.
D.
Refleksi
“Sebab dalam
hatinya manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum itu” (VS. no. 54). Allah
telah menempatkan suara dalam hati manusia. Suara itu mengarahkan manusia
kepada kebaikan. Maka yang dituntut dari kita ialah mendengar suara itu, agar
semakin terarah kepada yang baik dan benar. Suara hati yang baik memampukan
kita untuk mangalahkan yang jahat serta mendorong kita untuk melakukan yang terbaik bahkan mengarahkan kita untuk membuat sebuah keputusan yang tepat bila kita sedang bingung. Suara hati menjadi baik hanya mungkin bila kita
membiasakan diri melakukan kebaikan-kebaikan.
Fr. Adrianus Simatupang OFMCap
[1] Staf Yayasan Cipta Loka Caraka, Berdosa Demi Cinta?: Beberapa Masalah Dasar
Sekitar Suara Hati (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1996), hlm. 14-15.
[2] Staf Yayasan Cipta Loka Caraka, Berdosa…, hlm. 15.
[3] Franz Magnis, Etika Umum (Yogyakarta: Kanisius, 1979),
hlm. 33.
[4]
DOKUMENTASI DAN PENERANGAN KWI, Veritatis
Splendor (Jakarta: Obor, 1994), hlm. 116.
[5] DOKUMENTASI DAN PENERANGAN KWI, Veritatis…, hlm. 119.
[6] Dennis J. Billy, James F.
Keating, Suara Hati & Doa (Yogyakarta:
Kanisius, 2009), hlm. 91.
[7] Dennis J. Billy, James F.
Keating, Suara…, hlm. 37.
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!