Pada hari
ini, tanggal 16 Mei, keluarga Fransiskan memperingati Santa Margareta dari
Cortona, seorang pentobat sejati anggota Ordo III Sekular. Pater Marion A.
Habig OFM menjuluki orang kudus perempuan ini sebagai “Maria Magdalena dari
Ordo Fransiskan”. Kiranya kita semua memaklumi apa yang dimaksudkan dengan julukan
itu.
Santa
Margareta dari Cortona adalah kudus pelindung para korban tuduhan palsu,
gelandangan/gembel, tuna-wisma, orang gila/cacat mental, bidan, pentobat, ibu
tanpa suami, anak yang tidak diperhatikan orang tua, dan pelacur yang bertobat.
Masa kelam
dalam hidupnya. Margareta
dilahirkan pada tahun 1247 di Laviano dekat Cortona di provinsi Tuscany,
Italia. Pada waktu berumur 7 tahun, Margareta kehilangan ibunya yang saleh
(soleha) karena meninggal dunia. Anak perempuan ini ditelantarkan oleh ayahnya
yang menikah lagi dengan seorang perempuan, tidak lama setelah kematian sang
istri. Ibu tirinya memperlakukan Margareta dengan keras. Pada waktu berumur 17
atau 18 tahun Margareta bertemu dengan seorang laki-laki muda. Dia meninggalkan
rumahnya untuk hidup bersama dengan laki-laki itu dan mencari nafkah di
tengah-tengah orang-orang yang tidak dikenalnya. Menurut sumber-sumber tertentu
nama laki-laki itu adalah Arsenio, putera dari Guglielmo di Pecora, bangsawan
penguasa Valiano. Mereka berdua lalu hidup “kumpul-kebo” di rumah laki-laki itu
di dekat Montepulciano. Hubungannya dengan laki-laki membuahkan seorang anak
laki-laki. Namun Arsenio tidak menepati janjinya semula kepada Margareta untuk
menikahinya.
Memang
Margareta adalah seorang perempuan yang sangat cantik, namun kecantikannya itu
menjadi sengat terhadap dirinya. Untuk 9 atau 10 tahun lamanya Margareta
menyerahkan dirinya kepada suatu kehidupan dosa dan skandal.
Pada suatu
hari lama sekali dia menanti-nanti Arsenio yang tidak datang-datang juga. Anjingnya
datang menghampirinya dan menarik-narik pakaiannya. Dia mengikuti anjingnya itu
sampai ke sebuah hutan, dan di sana mendapati mayat teman kencannya yang penuh
berlumuran darah. Rupanya para musuh laki-laki itu telah membunuhnya.
Melihat
pemandangan yang mengerikan itu, Margareta menjadi terkejut seperti baru saya
hampir tersambar petir. Dipenuhi rasa ketakutan yang luarbiasa dia bertanya
kepada dirinya sendiri: “Dimana jiwanya (laki-laki itu) sekarang?”. Lalu
di tempat itu juga dia membuat resolusi teguh, bahwa di masa depan laku
tobatnya akan lebih besar daripada kehidupan dosanya di masa lampau. Seperti si
anak hilang dalam perumpamaan Yesus (Luk 15:11-32), Margareta pulang ke kota
asalnya, Laviano.
Menjadi
seorang pentobat. Dengan
mengenakan jubah pentobat, rambut yang dipotong pendek, seutas tali
mengelilingi lehernya, Margareta berlutut di depan pintu gereja dan secara
publik mohon jemaat yang hadir untuk mengampuni skandal yang telah
dilakukannya. Banyak orang merasa tersentuh atas peristiwa di depan
umum ini, akan tetapi ibu mertuanya tetap melarang Margaret untuk kembali ke
rumah keluarga. Hal ini menggodanya untuk kembali ke jalan sesat, namun rahmat
Allah menopang dirinya.
Dipimpin
oleh rahmat ilahi, Margareta pergi ke Cortona. Di sana, dengan hati yang remuk
redam dia membuat pengakuan-dosa umum kepada seorang imam Fransiskan, dan dia
menyerahkan dirinya ke bawah bimbingan spiritual dari bapak pengakuan tersebut.
Dia berdiam dalam sebuah gubuk miskin dan sederhana, dan menjalani hidup pengasingan-diri,
dalam pertobatan, airmata dan doa, sekadarnya makan-minum lewat kerja manual
yang keras.
Margareta
terus menerus mohon diberikan jubah Ordo Ketiga, sehingga orang-orang dapat
mengenalnya sebagai seorang pentobat. Baru setelah tiga berlalu dan dirinya
telah dicobai secara keras, maka keinginannya dikabulkan. Jubah Ordo Ketiga
diterimanya pada tahun 1277. Sekarang dia semakin bersemangat, dan hidup
pertobatan yang dipraktekkannya sejak saat itu membuat orang hampir tidak
percaya. Siang malam dia menangisi dosa-dosanya sehingga membuatnya tidak dapat
berbicara. Iblis menggodanya dengan apa saja untuk menjatuhkan pentobat
perempuan ini, namun doa-doa, mortifikasi dan perendahan dirinya berhasil
mengusir Iblis itu.
Dianugerahi
karunia-karunia oleh Allah. Setelah perjuangan yang tanpa henti, Margareta
berhasil menang atas segala kecondongan akan segala hal yang duniawi, Allah
meyakinkan dirinya bahwa dosa-dosanya telah diampuni seluruhnya. Kepadanya
Allah menganugerahkan karunia kontemplasi dan karunia sabda pengetahuan.
Margareta dapat mengetahui isi hati terdalam manusia. Dalam banyak kesempatan,
bahkan kepada orang-orang yang datang dari tempat-tempat jauh, Margareta
membuat orang-orang itu mengingat kembali dosa-dosa berat mereka. Pemberian
nasihat dan wejangan yang disertai doa-doa yang dilakukan oleh Margareta
membawa mereka kepada pertobatan yang sesungguhnya. Banyak jiwa-jiwa di api
pencucian dibebaskan melalui doa-doanya. Banyak pula mukjizat yang dihubungan
dengan dirinya terjadi, bahkan ketika perempuan suci ini masih hidup di dunia:
orang-orang sakit disembuhkan, seorang anak yang telah mati dibangkitkan, dan
dicatat bahwa dengan kedatangan Margareta kepada seseorang, maka roh-roh jahat
yang merasuki orang itu itu akan bergetar dan meninggalkan orang yang dirasuki
oleh mereka.
Pada tahun
1277, selagi berdoa, Margareta mendengar suara, “Apakah yang kauinginkan,
poverella?” [poverella = kecil miskin untuk perempuan]. Margareta
menjawab: “Aku tidak mencari atau menginginkan apa-apa kecuali Engkau,
Tuhanku Yesus Kristus”. Setelah saat itulah Margareta melakukan komunikasi
secara teratur dengan Allah.
Beberapa
karya karitatif. Ada sejumlah
kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Margareta, termasuk mendirikan sebuah
rumah sakit di Cortona yang mencakup juga rumah bagi para tuna-wisma dan orang
miskin. Untuk mencari para perawat bagi kegiatan tersebut, Margareta mendirikan
kongregasi suster-suster ordo ketiga yang dikenal sebagai “le poverelle”. Dia
juga mendirikan sebuah komunitas, “Bunda Belas Kasihan kita” di mana para
anggotanya mengikat diri untuk mendukung berlangsungnya kegiatan rumah sakit
yang telah didirikan, juga untuk menolong orang-orang yang membutuhkan bantuan.
Kematian dan
kanonisasi. Setelah
mengikuti perintah ilahi sebanyak dua kali, Margareta menantang Mgr. Guglielmo
Ubertini Pazzi, Uskup Arezzo yang membawahi Cortona, karena uskup itu hidup
sebagai seorang pangeran. Margareta kemudian pindah ke reruntuhan gereja Santo
Basilius, dan dia hidup di sana sampai akhir hayatnya. Akhirnya, setelah 23
tahun menjalani hidup pertobatan yang keras, pada usianya yang ke-50, Allah
memanggil pentobat besar ini. Margareta berjumpa dengan Saudari Maut (badani)
pada tanggal 22 Februari 1297. Jenazahnya dikuburkan di tempat itu. Gereja itu
dibangun kembali untuk menghormati perempuan ini. Jenazahnya dipelihara di
sebuah tempat penghormatan khusus di dalam gereja Fransiskan ini.
Jenazah itu
tidak rusak sampai pada hari ini dan seringkali mengeluarkan bau harum.
Beberapa paus telah mengkormasikan penghormatan publik bagi orang kudus ini.
Paus Benediktus XIII [1724-1730] mengkanonisakan Margareta dari Cortona pada
tahun 1728.
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!