NOTULENSI SEMINAR PERAYAAN 800 TAHUN STIGMATISASI ST. FRANSISKUS ASSISI
Keluarga Besar Fransiskan/Nes Keuskupan Sibolga Dekanat Tapanuli
Waktu : 15.00 WIB
Tempat : Aula PBI Mela, Sibolga
Narasumber : P. Bonifasius Langgur, OFMCap
Moderator : Fr. Petrus Yuda Trisimon Sihotang, OFMCap
Notulen : Fr. Ferdinandus Marbun, OFMCap
Durasi seminar : 15.00 WIB-17.000 WIB (2 jam)
· Pemaparan materi : 65 menit (15.15 WIB-16.20 WIB)
· Sesi tanya jawab : 20 Menit (16.20 WIB-16.40 WIB)
· Ucapan terima kasih : 20 Menit (16.40 WIB-17.00 WIB)
Jumlah audiens : 147 orang
- · Susteran OSF St. Klara pandan : 5 orang
- · Susteran KSFL Tar. Bol. : 4 orang
- · Komunitass Postulan OSF Pandan : 6 orang
- · OFS Pangaribuan : 5 orang
- · Susteran St. Klara Raso : 2 orang
- · Pastoran Sipea-pea : 2 orang
- · Pastoran Tumba Jae : 4 orang
- · Susteran Pinangsori : 3 orang
- · Susteran OSF P. Sidempuan : 3 orang
- · Susteran KSFL Sipirok : 3 orang
- · Susteran OSF San Damiano : 20 orang
- · OSF Pangaribuan : 3 orang
- · Postulan Kapusin Mela : 17 orang
- · Yohaneum : 5 orang
- · Novisiat Kapusin Hamente : 17 orang
- · Susteran OSF Simare-mare : 2 orang
- · OFS Pandan : 3 orang
- · Pastoran Pangaribuan : 4 orang
- · Susteran OSF Tumba Jae : 3 orang
- · OFS Mela : 18 orang
- · Susteran KSFL Sipea-pea : 6 orang
- · TPKK : 12 orang
1. PEMBUKAAN SEMINAR
Seminar dimulai pukul 15.05 WIB diawali dengan lagu pembuka “Fransiskus Pengabdi”, dilanjutkan dengan doa pembuka oleh P. Nikolaus Sitanggang, OFMCap. Setelah doa pembuka, moderator memberikan hantaran dan memperkenalkan secara singkat biografi dari narasumber, P. Bonifasius Langgur, OFMCap. Selanjutnya, moderator mempersilahkan narasumber untuk memaparkan bahan seminar yang berjudul, “STIGMATA: SEBUAH PENCARIAN MAKNA BAGI KELUARGA FRANSISKAN DI ZAMAN INI”.
2. SESI I PEMAPARAN MATERI
Pemaparan materi seminar diawali dengan menonton video historia Stigmatisasi St. Fransiskus Assisi.
2.1. Stigmata
Istilah stigmata berasal dari Bahasa Yunani: stigma, tanda sayatan, bekas luka, jejak. Stigmata juga menjadi tanda kepemilikan: budak, binatang-binatang tertentu. Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, stigma merujuk pada ungkapan St. Paulus ”di dalam diriku, ada tanda tanda milik Kristus (Gal, 6.17)”. Stigmata yang dimaksudkan Paulus, bekas-bekas luka karena dipukuli, dicambuk, dibelenggu, dirantai karena mempertahankan iman akan Kristus. Tanda ini menunjukkan bahwa Paulus adalah milik Kristus.
Stigmata sungguh luka-luka Yesus yang tampak pada tangan, kaki, lambung seseorang karena kekudusannya. Bekas luka stigmata itu berbeda-beda, dari segi waktunya: ada yang sementara, permanen, berkelanjutan atau waktu tertentu, misalnya hanya pada hari Jumat. Dari segi jumlah, besar dan tempatnya: ada yang lukanya banyak dan ada yang sedikit, ada luka besar dan ada lukanya kecil, ada hanya pada bagian tubuh tertentu. Stigmata Fransiskus, persis menyerupai stigmata dari luka Yesus ketika tersalib.
Pada awal pertobatan Fransiskus, ia berlaku seperti orang yang tidak waras. Dia hampir tidak mau bicara, suka pergi ke tempat sepi, meninggalkan teman-temannya yang hidup dalam foya-foya. Fransiskus seolah-olah sedang memikirkan suatu perkara besar dalam hidupnya. Lalu orang bertanya kepadanya, “Apakah engkau sedang jatuh cinta?” Fransiskus mengakui, bahwa dia memang sedang jatuh cinta dan ingin segera menikah. Dia ingin menikah dengan “Puteri Kemiskinan”, bukan dengan gadis duniawi, dan terjadilah demikian. Dia sah menikah dengan “Puteri Kemiskinan”. Sejak pernikahan mistik ini, Fransiskus bertindak sebagai suami, bersatu dengan istrinya. Dia berjanji untuk tetap setia dan bahagia bersama “Puteri Kemiskinan” untuk selamanya. Inilah perkawinan mistik yang didasari oleh kesepakatan bebas dan kekal dari dua figur, Fransiskus sebagai suami dan Puteri Kemiskinan sebagai istri. Pernikahan mistik ini sangat penting dalam sejarah spiritual Fransiskus karena dari sinilah lahir hidup barunya sampai stigmata. Pernikahan mistik ini menjadi dasar dan titik tolak yang membentuk seluruh perjalanan hidup dan karyanya hingga akhir hayat.
Pengalaman mistik inilah yang mengubah seluruh hidu Fransiskus. Pengalaman mistik ini disempurnakan dengan pengalaman mistik yang dialaminya di Gunung La Verna. Fransiskus mendapat anugerah berupa luka-luka suci Yesus kristus (Stigmata).
La Verna
Pegunungan La Verna terletak di wilayah Firenze, Italia Tengah. Merupakan sebuah wilayah yang dihadiahkan Pangeran Orlando Catani kepada Fransiskus, oleh karena rasa kagumnya pada khotbah-khotbah dan cara hidup Fransiskus. Bonaventura menyebut stigmata terjadi di sebuah gunung yang tinggi di Gunung La Verna (Legenda Mayor XIII,1). Dalam 1Cel III, 94: Stigmata terjadi di suatu tempat di Italia Bernama La Verna di daerah Toscana. Juga dalam buku Kisah Ketiga Sahabat, stigmata terjadi di gunung yang disebut Alverna (KKS 69).
Pada masa Fransiskus hingga sekarang, gunung La Verna penuh dengan pohon-pohon besar dan hutan lebat dan banyak binatang liar juga tempat persembunyian perampok. Tempat ini sekaligus menjadi pertapaan, tempat orang mencari kesunyian, menimbah kekuatan spiritual. Fransiskus sering singgah dan sunggu mencintai tempat ini.
Bagi Fransiskus La Verna menjadi tempat favoritnya untuk berdoa, berkontemplasi, dan merenungkan hidup pertobatannya. Oleh karena cintanya yang begitu mendalam pada tempat ini, Fransiskus dan saudara-saudaranya mendirikan kemah atau gua-gua kecil untuk berdoa dan berkontemplasi. Di sinilah Fransiskus berdoa dari malam hari hingga esok pagi ia baru berhenti berdoa.
Kronologi Stigmata Fransiskus
Thomas dari Celano, melukiskan bahwa pengalaman istimewa akan Kristus tersalib ini terjadi pada 1224, dua tahun sebelum kematian Fransiskus. Dilukiskan bahwa ketika ia sedang tenggelam dalam doa dan ulah-tapa di pegunungan La Verna menjelang Pesta Santo Mikhael Malaikat Agung, 29 September, ia mendapat sebuah penglihatan mistik. Seorang malaikat Serafim mirip Kristus, dengan tangan terentang dan kaki terikat bergantung di salib, menampakkan diri kepadanya.
Lebih lanjut, saudara Leo menceritakan bahwa Fransiskus menjalankan sebuah retret pada 15 Agustus sampai 29 September 1224, guna menghormati Allah, Santa Perawan Maria, ibu-Nya, dan Santo Mikael, pangeran para malaikat dan jiwa-jiwa. Fransiskus mempraktekkan devosi istimewa kepada dua orang kudus ini. Pada waktu itu Fransiskus berumur 42 tahun, dua tahun sebelum kematiannya, kondisi fisiknya jauh dari baik. Suatu penyakit mata yang sangat mengganggu serta menyakitkan secara serius membuatnya sulit dalam hal membaca, dlsb.
Data persis kapan Fransiskus mendapat stigmata tidak dapat dipastikan (Ada perbedaan pendapat di antara para ahli). Dari kesaksian biografi Fransiskus, dapat disimpulkan bahwa Fransiskus mendapat stigmata dua tahun sebelum kematiannya (bdk. 1 Cel III, 3 Cel II, LM XIII, Lm VI), maka diperkirakan tahun 1224 pada pesta sekitar peninggian salib (14 September) (bdk. Fioretti). Ada kesepakatan umum bahwa stigmata terjadi pada Pesta Salib Suci, dua tahun sebelum kematian Fransiskus, tahun 1224 di Gunung La Verna.
Meskipun ada data lain yang mengatakan bahwa Stigmata itu terjadi lima belas hari sebelum kematiannya. Ada juga mengatakan stigmata terjadi pada saat kematiannya (Giacomo da Vitry, Uskup dan sejarawan Perancis). Namun yang menjadi pertanyaan ialah mengapa kita rayakan tgl 17 September?
Legenda Mayor XIII mengisahkan bahwa peristiwa stigmata terjadi saat santo Fransiskus mengalami tiga kesulitan besar. Sakit komplikasi di dalam tubuhnya, sakit mag, usus dan sakit fisik lainnya. Terutama ancaman kebutaan, ditinggalkan, perlakuan para saudara menjelang akhir hidupnya. Keraguannya jangan-jangan tidak lagi setia kepada Puteri Kemiskinan. Suasana buruk dalam ordonya karena para para pengikutnya kesulitan menghidupi dan menafsirkan janji kemiskinan itu, percecokan antar saudara.
Saat krisis berat inilah, Fransiskus kembali ke La Verna, untuk mencari jawaban dari Allah dalam kontemplasi. Dalam situasi derita dan krisis berat inilah, Fransiskus berdoa mencari jawaban dan memohon dua rahmat kepada Tuhan, yakni agar dia bisa merasakan penderitaan dan memiliki kasih yang Yesus sendiri miliki. Dalam doanya ia memohon:
“Tuhanku Yesus Kristus, aku mohon kepada-Mu untuk memberiku dua rahmat sebelum kematianku: pertama, agar selama sisa hidupku aku dapat merasakan sebisa mungkin, dalam jiwaku dan dalam tubuhku, rasa sakit yang sama yang Engkau derita, oh Yesus yang terkasih, pada masa Sengsara-Mu yang paling kejam; dan kedua, agar aku dapat merasakan dalam hatiku, sebanyak mungkin, kasih yang sama yang mengobarkan Engkau, Putra Allah, dan menuntun-Mu untuk menderita sengsara-Mu dengan senang hati demi kami yang berdosa. Amin.
Namun pada waktu itu Fransiskus dibuat lebih menderita lagi oleh perbedaan-perbedaan pendapat antara para saudara tentang “cara hidup” dari ordo. Apakah cara hidup yang dihayatinya selama ini sungguh-sungguh merupakan cara yang Allah inginkan? Apakah fondasi dari Ordo Fransiskan cukup kokoh? Satu pertanyaan lagi yang mengganggunya adalah berkenan dengan masa depannya sendiri. Apakah dia akan melanjutkan perjalanan keliling ‘dunia’ untuk mewartakan Injil, atau haruskah ia mencari sebuah tempat yang hening, tenang dan mengabdikan dirinya dalam doa? Ini adalah rentetan pertanyaan yang bergejolak dalam hati dan pikirannya. Pada waktu dia menarik diri ke Gunung (Bukit) La Verna untuk mencari kehendak Allah.
Stigmata Fransiskus ada di kedua telapak tangan dan kakinya tampak seperti bekas luka dari paku-paku. Lambung kanannya kelihatan tertusuk tombak dan sering mengeluarkan darah segar pada saat saat tertentu (LM XIV,3: Let Elia 5, KKS XVII 70). Menurut Celano, saudara Elias dari Cortona melihat langsung luka di lambung Fransiskus dan saudara Rufino menyentuhnya (1 cel III). Lukanya memerah seperti bunga mawar dan tangannya dihiasi luka seperti permata berharga.
2.2. DISKUSI TENTANG STIGMATA FRANSISKUS
Kebenaran mukzijat dari stigmata Fransiskus telah disaksikan dan dibenarkan oleh banyak ahli Sejarah. Baik dari Ordo sendiri maupun dari luar Ordo. Dalam biografi Fransiskus tulisan Thomas dari Celano, Legenda Mayor dari Santo Bonaventura, Kisah Ketiga Sahabat, Legenda Perugina, Surat Saudara Elias kepada semua Provinsi dalam Ordo, tentang kematian Santo Fransiskus tertanggal 03 Oktober 1226, Para Paus sejak Paus Gregorius IX, hingga saat ini tidak ada pihak yang meragukan karunia stigmata Fransiskus. Stigmata Fransiskus tidak pernah hilang, tidak bisa disembuhkan lewat bantuan obat-obatan dan para medis, darahnya murni dan bersih. Inilah karya Ilahi bahwa Allah ada dalam drinya dan melalui para malaikat-Nya telah mempersembahkan karunia stigmata pada hamba pilihan-Nya Fransiskus.
Bulla Paus Gregorius IX (1237)
Paus Gregorius IX (1227-1241) sahabat dan pelindung Fransiskus yang menyatakan Fransiskus sebagai Orang Kudus pada 16 Juli 1228. Bulla ini bertujuan untuk menyatakan historisitas dari Stigmata Fransiskus dan hendak membela dari tuduhan orang-orang yang meragukan stigmata Fransiskus. Dia menerangkan: “Sang Santo Ketika masih hidup dan bahkan setelah kematiannya yang penuh berkah, tampak dihiasi oleh kebaikan Ilahi di tangan, lambung, dan kakinya dengan tanda-tanda stigmata”.
Bulla Paus Alexander IV (1255)
Paus ini beberapa kali turun tangan untuk membela stigmata St. Fransiskus. Dia bahkan mengancam beberapa pejabat Gereja dan umat beriman yang menyangkal stigmata Fransiskus. Paus ini membela stigmata Fransiskus dengan surat/bulla 2 November 1255. Dia meneguhkan kesaksian Paus Gregorius IX tentang Stigmata Fransiskus bahwa itu adalah benar-benar terjadi.
Bulla Paus Nicolas IV (1291)
Paus Nicolas kecewa dengan beberapa tokoh Gereja yang masih menolak historisitas dari Stigmata Fransiskus. Tgl 20 November 1291, Paus Nikolas IV mengekskomunikasi seorang biarawan Dominikan, Thomas dari Aversa karena ia berani menyangkal kebenaran stigmata Santo Fransiskus dan menyebutnya sebagai tanda-tanda dari Tuhan yang telah mati (Segni del Dio morto).
Mengapa 17 September sebagai Pesta Stigmata St. Fransiskus?
Pada Kapitel General Cahor (1337) ditetapkan pesta stigmata Fransiskus tgl 17 September. Pada tahun 1669 Paus Klemens IX memperluas pesta stigmata Fransiskus ke seluruh gereja universal. Pengakuan stigmata Fransiskus menginspirasi pendirian persaudaraan-persaudaraan stigmata, Institusi Religious seperti; I passionisti, gli stimmatini, le povere figlie delle sante stimmate di Francesco, juga mempengaruhi literatur dan spiritualitas para doktor Gereja seperti Yohanes dari Salib, Jacopone dari Todi, dll.
Mahluk Serafim
Serafim: membakar, bercahaya. Dalam Yes, 6:2-6 serafim digambarkan melalui Penglihatan seperti makhluk surgawi, makhluk yang menyerupai manusia dengan dilengkapi sayap (6 sayap). Tercatat dalam buku Fioretti, Sang serafim menatap Fransiskus yang sedang berdoa, “Pada saat penampakan serafim itu yang adalah Kristus sendiri, Fransiskus meminta dua hal: merasakan derita Yesus dan cinta yang tak terbatas”.
Legenda Mayor menyebut Serafim dengan enam sayap bernyala dan bercahaya dengan turun dari surga. Ketika terbang, di antara sayap-sayap tersebut tampak rupa manusia yang tersalib dengan tangan dan kaki terlentang dalam bentuk salib dan bergantung di salib. Ketika penglihatan itu hilang ditinggalkanya nyala cinta kasih yang ajaib dalam hati Fransiskus dan sementara tubuhnya dipenuhi dengan luka-luka Kristus sendiri (LM XIII, Fioretti). Dia juga menceritakan kepada Fransiskus beberapa hal yang selama hidupnya tidak akan pernah dia ceritakan kepada siapapun. Rahasia ini terungkap, setelah kematian Fransiskus yang diceritakan kepada seorang saudara melalui penglihatan. Fioretti, inilah rahasia itu:
“Tahukah engkau apakah yang telah kuperbuat terhadapmu? Aku telah memberikan kepadamu tanda tanda sengsaraku, sehingga engkau dapat menjadi patokan peneladan-Ku. Sebagaimana aku turun ke tempat penantian pada hari kematian-Ku dan membebaskan jiwa-jiwa yang ada disana berkat pahala stigmata serta membawa mereka ke Firdaus. Demikian juga Aku memberikan kepadamu mulai saat ini agar engkau dapat menjadi serupa denganKu dalam kematianmu seperti halnya dalam hidupmu, setelah engkau berlalu dari hidup ini, engkau akan turun ke api penyucian setiap tahun pada hari peringatan tahunan kematianmu, dengan kekuatan stigmata ini yang sudah kuanugerahkan kepadamu, engkau akan membebaskan semua jiwa yang termasuk ketiga ordomu yaitu saudara-saudara dina, suster-suster dan para peniten. Bersama mereka menaruh devosi khusus kepadamu, engkau akan membawa mereka ke Firdaus (Fioretti, renungan kelima stigmata, FF 1953).”
Fransiskus sendiri dalam tulisannya baik yang original maupun autentik, tidak pernah secara eksplisit berbicara tentang stigmata yang dia terima. Tidak banyak orang, bahkan saudara yang beruntung bisa melihat dan menyaksikan luka-luka dalam tubuh Fransiskus ketika ia masih hidup (kurun waktu 2 tahun). Yang jelas, Santa Klara, saudara Elias dan saudara Rufino menjadi adalah orang yang melihat langsung stigmata Fransiskus (1 Cel 95-96, KKS XVII,69). Fransiskus menyembunyikan dengan rapi luka-luka itu. Santo Bonaventura mengisahkan: “Fransiskus turun dari gunung dan membawa sertanya Gambaran Yesus yang tersalib yang tertera dalam tubuhnya, dia menyembunyikan tanda tanda luka luka suci sebisa mungkin (LM XIII,5 FF 1128). Dia juga selalu hati-hati Ketika mencuci luka lukanya itu dan sedemikian rupa supaya tidak dilihat banyak orang. Dia menggunakan stoking wol di kakinya supaya tidak kelihatan.”
Namun, betapapun gigihnya Fransiskus menyembunyikan luka itu, dia tidak dapat mencegah beberapa orang untuk melihat luka di tangan dan kakinya. Menurut kesaksian Santo Bonaventura, ada beberapa saudara, beberapa Kardinal, bahkan Paus Alexander telah melihat luka lukanya (LM XIII,8). Dalam Celano dituliskan: “setelah kematian Fransiskus, orang berbondong bondong datang melihat jenazah Fransikus dan juga stigmatanya (1 Cel IX, 112.117)”.
Menurut kesaksian saudara Leo,
“Beato Fransiskus, dua tahun sebelum wafatnya, menjalani masa prapaskah di gunung La Verna, untuk menghormati santa perawan Maria, Bunda Tuhan dan Malaikat Agung Mikael yaitu sejak Hari Raya Santa Perawan Maria diangkat ke surga hingga HR St. Mikael pada akhir September. Tangan Tuhan terwujud atasnya. Setelah penglihatan dan percakapan dengan sang serafim dan penampakkan stigmata Kristus di tubuhnya, ia menggubah pujian-pujian ini, yang ditulis di sisi lain dari Chartula ini, dan ia menulis dengan tangannya sendiri, bersyukur kepada Tuhan atas anugerah besar yang diberikan kepadanya” (FF hlm. 176-177).
Surat saudara Elias dari Cortona (1226), seorang Vikaris Jenderal Ordo saudara Dina (1221-1227). Dia menulis ensiklik untuk memberitahukan kepada para saudara perihal kematian Fransiskus. Dalam suratnya ini diterangkan juga perihal stigmata. Sekarang aku memberitahukan kepadamu sukacita besar yaitu mukjizat yang luar biasa. Mukjizat demikian tidak akan pernah terjadi di dunia ini, kecuali di dalam diri Putera Allah yaitu Kristus Tuhan. Beberapa waktu sebelum kematiannya, saudara dan bapak kita tampak disalibkan, dengan membawa lima luka yang tertera di tubuhnya, yang benar benar merupakan Stigmata Kristus. (LetElia 5, FF 309).
Pada Kapitel General 1254, saudara Boni (sahabat Fransiskus) diundang oleh Minister General (Giovanni da Parma) untuk menceritakan kebenaran tentang stigmata Fransiskus. Dia mengatakan: Mata saya yang penuh dosa ini melihatnya, dan tangan saya yang penuh dosa ini menyentuhnya (Eccleston 91, FF 2518).
Setelah menerima stigmata suci, Fransiskus turun dari gunung, membawa bersamanya rupa dari Yang Tersalib. Diukir bukan pada loh batu atau pada panel kayu yang dikerjakan oleh tangan. Melainkan pada dagingnya diukir dengan jari tangan Tuhan yang hidup. Sebagaimana jari Tuhan telah menyentuh Fransiskus, demikian pula Fransiskus pergi untuk menyentuh orang-orang miskin, yang sakit dan yang membutuhkan, untuk menularkan kasih ilahi itu kepada mereka. Pertemuan Fransiskus dengan Yang Tersalib mendorongnya untuk bertemu dengan mereka yang telah disalib sepanjang sejarah, mereka yang penderitaannya ingin ia ringankan.
Dalam Legenda Mayor, Fransiskus mengatakan: Aku telah melakukan bagianku, bagian kalian Kristus akan mengajarkanNya (LegM XIV 3). Mari kita berjuang melakukan bagian kita masing-masing, menyadari luka-luka kita dan dunia kita, menghidupi terus-menerus semangat pertobatan untuk menuju hidup yang baru.
2.3. STIGMATA – SALIB
Salib identitas sebagai murid Tuhan (Orang Kristen), “Kalau mau menjadi muridKu, harus menyangkal diri, memanggul salib dan mengikuti Aku. Misi kita sebagai orang Kristen mencapai titiknya yang paling dalam bila kita mengidentifikasikan diri dengan Kristus penebus, melalui kesengsaraan dan penderitaan kita sendiri. Salib kita adalah penderitaan kita bersama Kristus yang tersalib. Bagi Fransiskus Salib adalah Altar Kristus. Dia mempersembahkan diri-Nya untuk dan demi penebusan dan keselamatan manusia. Salib dikaitkan dengan keselamatan karena cinta.
Salib
Salib adalah Sequela Christi (ungkapan yang sering digunakan Fransiskus). Memikul salib menjadi panggilan pengikut Kristus. Fransiskus melukiskan dalam AngTbul I, AD dan cara hidup yakni mengikuti jejak Tuhan Yesus. Dari teks ini jelas sekali, Injil yang dibaca dan didengar di Gereja Nikolaus yang merupakan Hidup dan AD Fransiskus dan saudara-saudaranya. Bagi Fransiskus Hidup dan AD terangkum dalam Salib. Maka mengikut Kristus berarti memikul salib.
Intinya yakni Salib adalah sumber dan pusat spiritualitas Fransiskan. Mengikuti Kristus dengan jalan salib adalah ajakan Fransiskus Kepada para pengikutnya. Hal ini diungkapkan oleh seorang saudara ketika menjelang kematian Fransiskus. Dalam Speculum Perfectionis di sana dituliskan:
“Kini ya Bapa, kau sedang diambang ajal, dan kami akan kau tinggalkan, dalam kesedihan yang amat pahit. Inilah harinya, hari tangisan dan dukacita, hari yang semakin mendekat, hari duka dan kesedihan. Hari yang menakutkan kami ketika kami masih bersamamu. Kini kami tidak berani mengingat saat itu. Bagi kami, hidupmu bagaikan cahaya yang tak putus-putus, kata-katamu bagaikan suluh yang bernyala dan membara untuk mengajak menghidupi salib, kesempurnaan Injil, cinta dan perihal mengikuti yang Tersalib yang manis” (SP 87).
Bagi Fransiskus, Salib adalah kharisma dan kebijaksanaan, “Salib sebagai kemanisan dan kemuliaan, bukan kebodohan, kekonyolan, kegagalan, beban dan kepahitan. Salib itu kebanggaan”. Dalam Fioretti: “saya tidak mau berbangga selain dalam Salib Tuhan” (bdk. Gal. 6:14). Seluruh hidup Fransiskus dimulai dengan Salib, disertai oleh Salib dan diakhiri dengan Salib. Salib menjadi patokan hidupnya. Santo Bonaventura menulis demikan dalam LM X, 9 “Salib adalah privelege khusus untuk Fransiskus. Fransiskus Sangat kuat berdevosi kepada Salib (Kayu di hutan berbentuk salib dihormatinya)”. Penghayatan tersebut tertuang dalam doa Fransiskus di depan Salib (Allah yang MahaTinggi).
Devosi Fransiskus Terhadap Salib begitu tinggi. Hal ini berpuncak pada Stigmata (1224) di Gunung Laverna (Cuplikan Stigmata). Santo Bonaventura:
“Karena Fransiskus telah disalibkan dengan kristus dalam tubuh dan jiwanya, maka ia tdk hya berkobar kobar dalam cinta kasih serafin kepada Allah, tetapi juga haus seperti Kristus yang tersalib demi keselamatan orang banyak. Karena paku di kakinya menjulur dari dagingnya, maka ia tidak dapat berjalan kaki lagi, tetapi ia menyuruh Tubuhnya yang hampir mati itu diangkut berkeliling ke kota-kota dan desa-desa untuk menyemangati orang lain memanggul salib Kristus (LM 1,6).”
Salib Tau sebagai tanda pertobatan. Salib Tau dan jubah yang berbentuk Salib, Fransiskus menjadi serupa dengan Salib. Salib menjadi inspirasi bagi Fransiskus untuk hidup dina dan miskin di hadapan Tuhan dan sesama. Salib adalah kesempurnaan Anggaran Dasar.
2.4. IMPLIKASI UNTUK PANGGILAN KEFRANSISKANAN
Fransiskus mengalami stigmata karena ada kerinduannya yang sangat kuat akan persatuan dengan Kristus. Di zaman yang ditandai dengan skeptisisme dan konsumerisme, luka-luka yang terlihat di tubuhnya mengingatkan kita akan kedalaman komitmennya untuk menjadi Kristus yang lain di dunia ini. Luka-luka Kristus itu menantang kita untuk sanggup memaknai salib, penderitaan, godaan dunia ini dalam terang Salib Kristus sendiri.
Godaan Kaum Religius
Dalam kunjungan Paus Fransiskus ke Mesir (2017), ia berpesan kepada para religius, klerus mengenai 7 godaan bagi kaum religius.
1. Godaan menjadi seorang religius yang semu. Paus berpesan jangan menjadi Murid Kristus yang suam-suam kuku, pesimis, kurang ulet, tidak teratur atau asal hidup seperti air yang mengalir, melainkan seorang religius/klerus harus seperti gembala yang sungguh berbau domba.
2. Godaan terus-menerus mengeluh. Godaan ini tampak bila seorang religius mudah mengeluh tentang kelemahan orang lain, kekurangan atasan, keadaan Gereja, keadaan kongregasi. Oleh karena itu Paus Fransiskus berpesan bahwa kaum religius adalah provokator yang positif, mengubah setiap hambatan dan kesulitan menjadi peluang, kesempatan (optimis).
3. Godaan bergunjing dan dengki. Perkembangan saudara/i lain bukan menjadi berita baik (good news) tetapi menjadi berita buruk (bad news). Rasa dengki terhadap saudara/i adalah kanker yang menghancurkan tubuh sedangkan pergunjingan adalah sarana dan senjata setan.
4. Godaan membandingkan diri dengan orang lain. Membandingkan diri kita lebih baik akan mengakibatkan iri hati, membandingkan diri kita lebih buruk juga akan mengakibatkan keangkuhan dan kemalasan. Orang yang selalu membandingkan diri dengan orang lain akan mengakibatkan kelumpuhan. Belajar untuk menerima dan menghargai orang lain.
5. Menjadi seperti Firaun. Yang dimaksud di sini ialah berpikir bahwa kita lebih baik dari orang lain (Keangkuhan/kesombongan spiritual), orang lain bodoh/tak tahu apa/awam, otoriter. Para Murid juga sering jatuh dalam mentalitas Firaun, “Siapa yang menjadi terbesar dalam Kerajaan Allah? (Mrk. 9,34). Jika seorang mau menjadi terbesar, harus menjadi yang terakhir, pelayan (Mrk. 9, 35).”
6. Godaan individualisme. Godaan ini ditandai dalam diri kaum religius yang terlalu memikirkan diri sendiri dan membenarkan diri sendiri. Seorang individualis adalah penyebab skandal dan perseteruan dan yang lebih bahaya lagi ialah merasa kesepian dalam keramaian.
7. Godaan berjalan tanpa arah dan tujuan. Kaum religius adalah manusia yang dibaktikan kepada Tuhan dan Gereja. Itulah jati diri kita, untuk itu jangan sampai kehilangan jati diri. Kehilangan jati diri akan membawa kaum religius kepada kesesatan. Jati diri adalah kompas menuju tujuan yang pasti.
Untuk menghadapi godaan di atas Paus Fransiskus berpesan untuk tinggal di dalam Yesus. Ranting akan berbuah kalau bersatu dengan pokok dan akar (Yoh 15:4).
Salib dalam Hidup Religius
Salib adalah pengurbanan. Hidup religius adalah panggilan yang menggemberikan. Kegembiraan tidak lepas dari salib atau pengorbanan. Memilih hidup membiara dengan sukarela meskipun hidup itu penuh pengurbanan.
REFLEKSI
Salib merupakan konsekuensi hidup menurut Injil. Bagaimana salib itu berbicara kepadamu dalam perjalanan panggilanmu selama ini?
3. SESI II: TANYA JAWAB
1. Nama : Sr. Florentina KSFL
Pertanyaan : “Dari bahan seminar yang disampaikan tadi, ada satu kalimat yang sangat menarik bagi saya dan sekaligus juga menjadi pertanyaan bagi saya yaitu mengenai rahasia Malaikat Serafim bersama dengan Fransiskus. Tadi disampaikan oleh narasumber bahwa perjumpaan Fransiskus dengan Malaikat Serafim dirahasiakan oleh Fransiskus dan tidak seorang pun saudara yang mengetahui hal itu dan rahasia itu terungkap setelah kematiannya yang diceritakan kepada seorang saudara melalui penglihatan. Pertanyaannya ialah mengapa perjumpaan tersebut dirahasiakan oleh Fransikus dan apakah valuenya berubah setelah diketahui melalui penglihatan kepada seorang saudara?
Jawaban narasumber: “Perjumpaan Fransiskus dengan malaikat serafim tidak seorang pun saudara yang mengetahui apa yang mereka bicarakan. Memang Fransiskus merahasiakannya dan tidak seorang pun saudara yang berani menanyakannya secara langsung kepada Fransiskus, sampai saat ini hal itu juga dikatakan masih rahasia, meski sudah secara eksplisit dituliskan oleh saudara tersebut. Namun rahasia tersebut diketahui setelah kematian Fransiskus melalui penglihatan oleh salah seorang saudara yang dekat dengan Fransiskus, dan barang kali penglihatan tersebut juga merupakan kekuatan dan buah dari doa dan kontemplasi saudara tersebut. Hingga akhirnya dia dianugerahi untuk mengetahui dan memahami apa rahasia pembicaraan Fransiskus dengan Malaikat Serafim”.
2. Nama : Bp. Radia Fransiskus Marbun OFS Pangaribuan
Sharing : “Narasumber telah menerangkan bahwa Fransiskus sungguh-sungguh menerima stigmata/tanda, penderitaan atau luka Yesus yang tersalib. Sejatinya tanda-tanda itu juga ada pada setiap orang, hanya saja kurang atau tidak bisa dimaknai secara lebih mendalam, contoh tandah sakit jantung, tentu sangat potensial atau sangat mendekati dengan penderitaan yang dialami oleh Yesus, dan masih banyak lagi tanda-tanda lain yang dialami oleh masing-masing orang?
Tanggapan narasumber: “Stigmata itu adalah suatu anugerah dan tidak semua orang mendapatkan anugerah itu bahkan orang-orang kudus pun tidak semua mendapatkan anugerah tersebut. Dan itu biasanya dianugerahi kepada orang-orang yang sungguh-sungguh pribadi-pribadi murid sejati Yesus Kristus. Dengan mendapat anugerah itu berarti Fransiskus sungguh layak dikatakan menjadi murid Kristus yang sejati. Seorang suster Klaris juga mendapatkan anugerah sama seperti yang diterima oleh Fransikus, yaitu St. Veronika Juliani. Sama seperti Fransikus, St. Veronika Juliani ketika mendapatkan luka-luka itu banyak orang yang tidak percaya, dengan mengklaimnya sebagai karya setan/iblis, sehingga Veronika menjadi diasingkan. Sampai pada akhirnya Gereja mengafirmasi atau mensahkannya sebagai karya Ilahi. Contoh lain seorang Kapusin yang bernama Padre Pio, juga mendapat stigmata, ia juga mendapat perlakuan yang sama seperti St. Veronika, ia diasingkan dan menyebutnya sebagai karya setan/iblis. Para saudara banyak tidak percaya dan menyebutnya sebagai karya setan, dan pada akhirnya pihak kepausan mengundang ahli-ahli dan dokter untuk menyelidikinya dan mengakuinya sebagai karya Ilahi. Yang hendak ditekankan di sini ialah stigmata merupakan suatu anugerah dari Allah sendiri maka tidak semua orang bisa mendapat stigmata tersebut, hanya orang-orang pilihan Allah sendiri”.
3. Nama : P. Norbeth Gultom, OFMCap
Sharing : “Secara manusiawi, saya tidak takut bila mendapat stigmata tapi takut kedinginan, sampai sekarang saya tidak takut apabila tiba-tiba saya mendapatkan stigmata, bila Tuhan memang berkenan atas itu.Pesannya bagi kita yang ada di sini ialah jangan takut terkena stigmata”.
4. SESI III: PENUTUP
- Perwakilan kaum berjubah Biarawan/ti : Sr. Dominika Nababan, OSF
- Perwakilan OFS : Bapa Evelin Waruwu
Seminar berakhir : Pukul 17.00 WIB
Oleh: Fr. Ferdinandus Marbun, OFMCap
***
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!