Jumat, 2 Agustus 2024, Biasa
Yer 26:1-9
Mat 13:53-58
Setelah Yesus selesai menceriterakan perumpamaan-perumpamaan itu, Ia pun pergi dari situ. Setibanya di tempat asal-Nya, Yesus mengajar orang-orang di situ di rumah ibadat mereka. Maka takjublah mereka dan berkata: “Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: “Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya.” Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat diadakan-Nya di situ. (Mat 13:53-58)
Konsekuensi Seorang Nabi
Karena kesatuannya dengan Allah Bapa Sang Pengutus, para nabi atau utusan Tuhan kerap memiliki aneka keistimewaan, seperti kuasa untuk mengadakan mukzizat, keberanian untuk menyuarakan kebenaran, intuisi untuk membaca peristiwa yang akan terjadi, dan keberanian untuk menyerukan pertobatan dan suara-suara kritis terhadap hidup masyakarat di sekitarnya. Kendati para nabi memiliki keistimewaan seperti disebutkan di atas, para nabi kerap tidak mudah diterima. Justru karena keistimewaan itu mereka diasingkan atau bahkan ditolak; terlebih lagi bila para pendengar mengenal latar belakang keluarga para nabi dari kalangan masyarakat biasa. Inilah konsekuensi seorang nabi.
Penolakan terhadap nabi, Sang Utusan Tuhan, tampak dalam kedua bacaan hari ini. Dalam Injil dikisahkan, bahwa Yesus sang Guru dan Nabi, yang mengajar penuh wibawa dan sanggup mengadakan aneka mukzizat ditolak oleh teman-teman sekampungnya hanya karena mereka mengenal orang tua Yesus (Yosef dan Maria) sebagai orang sederhana. Penduduk kota Nazaret tidak mengakui keistimewaan Yesus dan karya Allah yang hadir nyata di dalam diriNya hanya karena ketertutupan hati dan kesombongan mereka. Akhirnya, Yesus, Sang Nabi Utusan Tuhan pun tidak melanjutkan karyaNya di kampung sendiri.
Dalam bacaan pertama, Nabi Yeremia juga mengalami penolakan dari teman sebangsanya dan bahkan keluarganya karena menyuarakan seruan pertobatan dan nubuat kehancuran kota Sion dan penduduknya atas segala dosa dan pembangkangan mereka kepada Tuhan. Bukan hanya ditolak. Yeremia bahkan diancam untuk dibunuh. Syukur bahwa karena tidak direstui Tuhan, Sang Nabi luput dari pembunuhan itu.
Penolakan terhadap nabi dan suara kenabian kerap masih terjadi hingga saat ini. Tentang ini, saya teringat dengan suara kritis Rm. Magnis Suseno menyongsong PEMILU yang lalu yang menuai hinaan dan penolakan. Ada orang yang tersinggung atas suara Sang Romo karena mengkritisi praktek-praktek kecurangan berpolitik di negeri kita. Bahkan, ada pula yang mencelanya habis-habisan.
Bertolak dari pengalaman ini, kiranya kita semakin sadar bahwa menjadi nabi sarat dengan konsekuensi ditolak orang yg tidak terbuka terhadap suara Tuhan. Kita juga sekaligus diundang untuk semakin mampu membuka hati terhadap suara kenabian. Selain itu, bila Tuhan memanggil, kita pun mesti bersedia menjadi nabi penyambung lidah Tuhan, sekalipun mungkin sekali mendapat penolakan. Dan agar semua itu terjadi, sangat penting menjaga kesatuan hati dan relasi dengan Tuhan, Sang Sumber Kehidupan dan Kebenaran. Tuhan memberkati! Pace e bene!
Pater Yoseph Sinaga, OFMCap.
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!