Fr. Michael A. Aritonang OFMCap
Iman tanpa perbuatan pada hakekatnya mati. Demikianlah pandangan rasul Yakobus tentang perlunya menunjukkan atau membuktikan iman dalam tindakan nyata. Tanpa perbuatan, iman itu tak berarti sama sekali. Misalnya saja, ketika kita sedang tersesat di hutan, lalu kita berdoa dan memohon supaya Tuhan menunjukkan jalan. Tetapi kita berhenti sampai di situ saja, menunggu keajaiban datang tanpa berusaha untuk mencari jalan kembali. Mestinya kita berusaha untuk mencari, dan pasti dengan bantuan doa tadi, kita akan menemukan jalan kembali. Atau contoh lain, kita menginginkan hasil panen kita banyak supaya bisa membayar biaya pendidikan anak atau biaya rumah tangga. Tetapi kita tidak mau memberi pupuk atau memelihara tanaman kita itu. Maka, mustahil hasil panen meningkat. Oleh karena itu, apa yang dikatakan oleh rasul Yakobus adalah benar: “Iman harus diwujudnyatakan dalam perbuatan nyata, bukan hanya kata-kata semata.” Sebab iman saja tidak dapat menyelamatkan, mesti dibarengi dengan perbuatan.
Prinsip iman yang harus dinyatakan dalam perbuatan seperti ditekankan oleh rasul Yakobus sesungguhnya telah dialami oleh nabi Yesaya. Sebagai nabi, Yesaya percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah pasti akan menyelamatkan dia dari segala sesuatu yang mengancam hidupnya. Karena itulah Yesaya tidak segan-segan menyerahkan dirinya untuk dijadikan sebagai bahan olok-olokan dan disiksa oleh orang-orang yang tidak percaya kepada Allah. Yesaya tidak memberontak karena penyiksaan itu apalagi berpaling dari Allah, sebab dia yakin, Allah yang diimaninya sanggup melakukan jauh melampaui apa yang dapat dilakukan oleh manusia. Karena itu, Yesaya berkata: “Siapakah yang berani berbantah dengan aku? Siapakah berani berperkara dengan aku? Sungguh, Tuhan Allah menolong aku; siapakah berani menyatakan aku bersalah?” Yesaya yakin bahwa tak seorang pun dapat melukai tubuhnya apabila ia tetap bersama dengan Allah.
Iman yang sejati memang harus dinyatakan dalam perbuatan nyata. Dan itulah juga yang merupakan konsekuensi dari hidup beriman. Contoh yang paling nyata yang dibuat Yesus adalah: “Barangsiapa mau mengikuti Aku, dia harus menyangkal diri, memikul salibnya dan mengikuti Aku.” Yesus menekankan hal ini untuk menguji para pengikut-Nya sejauh mana kesungguhan mereka dalam mengikuti-Nya. Karena itu, Yesus mengawali ujian itu dengan pertanyaan: “Siapakah Aku menurut orang banyak?” Mereka menjawab: “Elia, Yohanes Pembaptis, atau salah satu dari para nabi.” Tetapi Yesus juga menuntut pandangan para rasul tentang diri-Nya. Petrus menjawab: “Engkau adalah Mesias!” Jawaban ini sangat tepat dan itulah sebabnya Yesus melarang mereka memberitahukannya kepada orang lain, sampai tiba waktunya. Petrus (dan rasul-rasul lain) tahu dengan baik, siapa Yesus dan mengapa Dia ada di antara mereka. Akan tetapi, pada saat Petrus menyatakan kebenaran tentang Yesus, saat itu jugalah dia menjadi penentang bagi Yesus sebab dia menghalang-halangi Yesus dalam misi perutusan-Nya. Karena itulah Yesus berkata kepada Petrus: “Enyahlah iblis sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” Bagi Yesus sangat jelas bahwa misi perutusan-Nya adalah menyelamatkan dunia dan bukan diri sendiri. Yesus harus mengurbankan diri-Nya sendiri bila ingin menyelamatkan dunia. Tetapi Petrus tidak ingin Yesus pergi dari tengah-tengah mereka dan mencoba menghalangi-Nya. Sebab jika demikian, Petrus sebagai pengikut Yesus mesti juga melakukan hal yang sama, yakni mengurbankan diri demi yang lain. Tetapi Yesus tetap pada misi-Nya bahwa Dia mesti berkurban demi keselamatan dunia. Karena itu, dengan sangat keras Yesus berkata: “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, harus menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti Aku.”
Yesus menghendaki supaya setiap pengikut-Nya sungguh-sungguh mengenal diri-Nya. Pengenalan yang baik terhadap Yesus dengan sendirinya juga wajib mengikuti apa yang dibuat-Nya. Bagi Yesus, iman yang disertai dengan perbuatan seperti ditekankan oleh rasul Yakobus nyata dalam tindakan menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti Dia. Menyangkal diri berarti meniadakan diri sendiri, mematikan kehendak sendiri dan mengutamakan kehendak Allah. Seorang yang berani menyangkal diri tentu telah mencapai taraf tinggi sebagai pengikut Kristus. Tetapi tidak cukup sampai di situ saja. Yesus masih ingin menuntut hal lain, yakni memikul salib. Dengan memikul salib berarti kita harus siap sedia menderita demi memperjuangkan iman akan Kristus. Terkadang, salib menjadi lambang kebodohan dan penghinaan bagi orang yang tidak mengenal Kristus. Tetapi bagi para pengikut Kristus, salib menjadi tanda kemuliaan dan kemenangan sebab melalui saliblah keselamatan dapat diperoleh. Maka, tindakan ketiga setelah mampu menyangkal diri dan memikul salib adalah dengan sukacita dan setia mengikuti Yesus. Artinya, penyangkalan diri dan memikul salib akan mencapai puncaknya dengan cara mengikuti apa yang dibuat oleh Yesus sendiri, yakni menjadi korban bagi keselamatan dunia. Di sanalah terdapat iman yang sejati, iman yang sempurna, iman yang disertai dengan perbuatan nyata.
Rasul Yakobus menasihatkan kepada kita untuk tidak tinggal hanya pada iman atau perbuatan semata. Keduanya mesti dikombinasikan supaya seimbang. Bagi Yakobus, jelas bahwa tak mungkin orang dapat menyebut diri sebagai orang beriman jikalau tidak ada bukti nyata dari sikap imannya itu. Kita dapat mengambil contoh dari tulisan rasul Yakobus: “Selamat jalan. Kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang,” tetapi kita tidak memberikan apa-apa untuk dipakai atau dimakan. Pastilah itu bukan cerminan iman yang benar. Iman kita sebagai pengikut Kristus bukanlah iman yang mati, tetapi iman yang hidup. Karena itu, iman kita harus senantiasa diwujudkan dalam tindakan nyata.
Kita dipanggil oleh Kristus untuk mengamalkan iman kita dalam perbuatan menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti Dia. Sebab itu, kita mesti berusaha mengenal Yesus secara lebih dekat agar kita mampu menjadi pengikut-Nya yang sejati. Kita tidak boleh hanya tinggal pada iman saja, mesti diselaraskan dengan tindakan nyata. Maka, marilah kita mengamalkan iman yang benar dalam perbuatan kasih terhadap sesama yang berkekurangan dan yang membutuhkan pertolongan. Semoga rahmat Allah senantiasa membantu kita untuk mengamalkan cinta kasih-Nya dalam kehidupan kita sehari-hari. Amin.
MENYANGKAL DIRI, MEMIKUL SALIB DAN MENGIKUTI YESUS (Yes 50:5-9a; Yak 2:14-18; Mrk 8:27-35)
Labels:
Renungan
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!