
Seseorang dapat disebut sebagai gembala jika ia mempunyai kawanan untuk digembalakan. Umumnya sebutan atau atribut gembala lebih ingin menunjukkan suatu profesi atau pekerjaan seseorang dalam menggembalakan ternak yang harus hidup di padang dengan perjuangan hidup yang cukup keras juga. Maka, tak heran bila kehidupan para gembala ini sangat terasing dari kehidupan manusia biasa, entah karena mengasingkan diri sendiri (mungkin karena minder) atau entah karena perlakuan dari lingkungan sekitar. Padahal bila dipikir-pikir, pekerjaan sebagai gembala merupakan tugas yang sangat mulia, sebab merekalah yang tahu dengan pasti cara memimpin, membaca situasi dan memberikan yang terbaik bagi kawanannya. Tetapi mengapa mereka sering diperlakukan tidak adil oleh orang lain? Ini merupakan suatu pertanyaan yang mesti kita renungkan secara mendalam.
Hari ini Yesus menyebut diri-Nya sebagai Gembala yang Baik. Dalam perumpamaan tentang Gembala yang Baik ini, Yesus mengatakan bahwa sifat kegembalaan yang ada pada diri-Nya berbeda dari gembala-gembala upahan. Perbedaannya terletak pada cara kerja, sifat dan jiwa penggembalaan. Seorang gembala upahan bekerja dengan terlebih dahulu memperhitungkan soal untung rugi dalam pekerjaan itu. Bila suatu pekerjaan itu menguntungkan, misalnya tentang gaji yang besar, maka pekerjaan itu pun akan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, bila merugikan, maka segala sesuatu yang menyangkut tugas tersebut kurang diperhatikan meskipun tetap dikerjakan. Bila terjadi suatu hal yang mengancam keselamatan domba-domba dan dirinya, maka hampir dapat dipastikan bahwa dia akan terlebih dahulu melarikan diri tanpa memperhatikan keselamatan kawanannya. Kerelaan untuk berkorban untuk keselamatan kawanan tidak terlalu diperhatikan. Hal ini bisa kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari, ketika pemilik ternak menggembalakan ternaknya akan sangat berbeda dengan apa yang dibuat oleh gembala upahan.

Untuk dapat menuntun domba-domba ke jalan yang benar dan menyelamatkan, Yesus harus menyamakan diri dengan kawanannya, rela menjadi sama dengan manusia. Dia yang tidak berdosa menjadikan diri-Nya sebagai kurban pelunas dosa manusia. Meskipun Dia sendiri adalah Allah, Yesus tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia (Flp. 2:6-11). Dia sendiri menjadi jalan bagi seluruh kawanan sehingga setiap orang yang melewatinya pasti akan selamat dan memperoleh hidup yang kekal. Dia tidak membiarkan serigala menerkam kawanan domba itu, tetapi berjalan di depan dan mengalahkan serigala itu sehingga tak satupun dari kawanan itu binasa dan tercerai berai. Serigala itu melambangkan kejahatan dan dosa dunia ini, yang selalu siap mengintai domba-domba yang mengikuti gembalanya. Yesus tak memberikan sedikitpun kesempatan kepada serigala itu untuk membinasakan domba-domba itu meskipun Dia sendiri harus menjadi kurban. Inilah yang menjadi alasan domba-domba mengenal dan mengikuti Gembala yang Baik, yakni Yesus sendiri.
Yesus sebagai Gembala yang Baik mengenal domba-domba dengan baik dari dalam dan dari luar. Dengan berjalan di depan, Yesus mau menunjukkan bahwa Dia adalah gembala yang merintis, menyediakan jalan untuk dapat sampai ke padang rumput yang hijau dan sumber air yang segar, yakni keselamatan dan kehidupan kekal. Jalan yang ditunjukkan-Nya adalah jalan salib. Salib Yesus merupakan satu-satunya tanda dan sarana yang harus dilalui oleh setiap orang yang mau memperoleh keselamatan dan kehidupan kekal.

Yesus Kristus Gembala yang Baik memanggil kita semua untuk mendengarkan suara-Nya dan mengikuti jalan-Nya untuk memperoleh keselamatan dan kehidupan kekal. Dia meminta kita untuk selalu setia kepada-Nya serta berjalan di belakang-Nya agar kita diarahkan ke padang rumput yang hijau dan sumber air keselamatan. Dia sendiri telah menyediakan jalan bagi kita. Dari pihak kita dituntut kepercayaan dan penyerahan diri secara total supaya keselamatan itu dapat kita peroleh. Dia juga mengajak kita untuk menuntun orang-orang lain yang bukan dari kawanan-Nya untuk dapat sampai kepada-Nya dan juga memperoleh keselamatan. Caranya adalah dengan hidup sebagai seorang manusia yang dituntun oleh Gembala yang Baik. Dalam artian tertentu, kita semua adalah gembala, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Sebagai gembala untuk diri sendiri, tentu kita harus mampu menjadi mengarahkan diri sendiri ke jalan yang lebih baik. Dalam keluarga, kita juga harus membuat diri kita menjadi manusia yang berkarakter supaya semua keluarga, terutama anak-anak, melihat teladan yang baik yang ada dalam diri kita. Demikian halnya menjadi gembala di tengah-tengah keluarga dan masyarakat. Bila kita diberi kepercayaan untuk memimpin, hal yang pertama yang harus kita ingat adalah bahwa spiritualitas kegembalaan kita bersumber dan berakar dari Kristus sendiri. Kita orang Kristen wajib sifatnya meneladan sifat kegembalaan Kristus. Kita harus berani berkorban untuk membela dan mempertahankan kebenaran dan keadilan meskipun korban harus dituntut dari kita sendiri. Dan dalam hal ini, kita harus mengandalkan sikap dan sifat kebijaksanaan, supaya kita tidak terjerumus kepada hal-hal yang kurang baik.
Kita semua adalah satu dan sama sebagai domba-domba Allah dan gembala kita juga satu, yakni Kristus sendiri. Dia adalah Gembala yang Baik yang menuntun dan mengarahkan seluruh langkah hidup kita. Setiap kali kita kehilangan arah, Dia selalu datang untuk menghantar kita kembali ke jalan yang benar. Namun kehadiran-Nya tidak lagi dengan cara fisik atau kasat mata melainkan melalui kehadiran para gembala Gereja kita yakni uskup, imam dan diakon.

Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!