Fr. Michael A. Aritonang OFMCap
Minggu Prapaskah IV disebut juga sebagai Minggu Laetare (Minggu Sukacita). Akan tetapi kita patut bertanya, mengapa dalam masa Prapaskah nuansa sukacita itu diperdengarkan? Bukankah justru seruan pertobatan yang semakin dikumandangkan pada masa ini? Benar bahwa pada masa ini seruan pertobatan harus semakin diperdengarkan. Namun, kita pantas bergembira dan bersukacita sebab Allah datang melawat umat-Nya dan memberikan penghiburan sebagaimana diserukan: “Bersukacitalah hai Yerusalem dan berhimpunlah kamu semua yang mencintainya. Bergembiralah dengan sukacita hai kamu yang dulu berdukacita agar kamu bersorak-sorai dan dipuaskan dengan kelimpahan penghiburanmu.” Oleh karena itu, pertobatan tidak boleh menjadi beban melainkan kesempatan mengalami kasih Allah yang lebih utuh dan total. Pertobatan harus membuat kita mengalami kembali kesembuhan dari kebutaan, bangkit dari kelumpuhan dan mengalami rahmat Allah secara lebih mendalam.
Sukacita atau kegembiraan yang ditampakkan dalam Minggu IV Prapaskah ini secara konkrit dapat dilihat dalam ketiga bacaan pada hari ini. Bangsa Israel dalam bacaan pertama yang sedang mengalami pembuangan mendapat kabar gembira dari Raja Koresh, Penguasa dunia pada masa itu. Pembuangan itu dilatarbelakangi oleh ketidaktaatan dan ketidaksetiaan mereka untuk melaksanakan segala Perintah Allah (Yahweh). Berkali-kali Allah menegur bangsa Israel supaya bertobat dan kembali kepada-Nya, tetapi mereka tetap berpaling dari Allah dan beribadat kepada dewa-dewi bangsa-bangsa lain. Biasanya, penyebab pertama kesalahan itu adalah para raja yang memerintah pada saat itu, sebab seluruh rakyat akan selalu mengikuti keyakinan dari raja mereka. Maka, dosa itu akhirnya menjadi dosa kolektif, dosa bersama.
Tindakan penyimpangan inilah yang membuat Allah murka terhadap bangsa Israel dan menghancurkan kerajaan mereka serta membuang mereka untuk waktu yang cukup lama. Hukuman itu merupakan suatu cara Allah untuk menyadarkan mereka akan kesalahan yang telah mereka perbuat selama ini. Untuk sekian lama hukuman itu terjadi hingga mereka benar-benar bertobat dan kembali berseru kepada Allah yang dulunya mereka menerima rahmat tatkala mereka masih setia kepada-Nya. Dan ketika tiba waktunya, Allah dengan perantaraan Raja Koresh membawa kabar gembira dan mengizinkan mereka kembali ke tanah air mereka serta memperbaiki relasi dengan-Nya. Inilah anugerah Allah yang sangat besar yang diterima oleh bangsa Israel pada masa itu.
Puncak dan kepenuhan sukacita itu secara nyata dialami oleh manusia Perjanjian Baru yang tampak dalam diri Yesus Kristus sebagai anugerah Allah. Yesus, Putra Tunggal Bapa, menjadi tanda cinta kasih Allah yang datang untuk menyelamatkan manusia dari segala dosa-dosa. Di sini mau ditunjukkan bahwa sukacita karena Kristus jauh melebihi sukacita yang dialami oleh bangsa Israel ketika Raja Koresh membebaskan mereka dari perbudakan. Mengapa? Karena Yesus adalah sumber sukacita itu sendiri. Dalam diri-Nyalah terpenuhi segala kemurahan hati serta tanda cinta kasih Allah kepada manusia. Raja Koresh hanya menjadi alat atau sarana Allah untuk menyampaikan kabar sukacita kepada manusia tetapi dia bukanlah sumber sukacita itu. Tetapi Yesus, Dia adalah Allah yang datang menyelamatkan umat manusia dan Dia sendiri yang menjadi sarana keselamatan Allah bagi semua orang yang percaya kepada-Nya. Dan kebesaran kasih Allah itu berpuncak pada peninggian Yesus di salib.
Nikodemus adalah guru dan pemimpin agama Yahudi yang terpandang dan mempunyai reputasi yang baik. Datang kepada Yesus pada malam hari berarti Nikodemus hendak mencari Terang yang dapat menghalau kegelapan malam, yakni ketertutupan hati bangsa Yahudi yang tidak mau menerima pewartaan Yesus. Seandainya dia datang secara terang-terangan datang dan mendengarkan pewartaan Yesus pasti akan sangat mengganggu baik bagi seluruh bangsa Yahudi maupun bagi Nikodemus sendiri sebagai pemimpin agama. Maka dia datang menemui Yesus pada malam hari dengan tujuan supaya tidak dilihat oleh orang lain. Namun, dibalik itu semua, penginjil Yohanes mau menegaskan bahwa sesungguhnya Yesus adalah Terang sejati yang sedang dicari-cari oleh Nikodemus. Dan pada akhirnya, dia pun percaya dan bersukacita atas pewartaan Yesus.
Sukacita yang dialami oleh bangsa Israel dan Nikodemus juga turut dirasakan oleh orang-orang Kristen dewasa ini. Akan tetapi perlu ditegaskan bahwa sukacita yang diperoleh itu bukanlah hasil usaha manusia. Manusia sama sekali tidak berperan dalam misteri penyelamatan Allah. Dengan kata lain, manusia diselamatkan hanya karena kasih karunia Allah. Pertobatan dan iman manusia pun karena Allah menghendaki keselamatan bagi manusia dan bukan kebinasaan. Bagi umat Kristen dewasa ini, kemurahan hati Allah itu diterima lewat pembaptisan. Semua orang telah mati karena persekutuan dengan Adam, manusia pertama. Tetapi berkat pahala dan kurban Kristus, semua yang percaya kepada-Nya akan diselamatkan dan memperoleh kehidupan kekal. Mereka yang datang kepada Terang dan menerima pewartaan-Nya akan diselamatkan. Tetapi mereka yang menolak-Nya akan dihukum dan dibinasakan. Tindakannya sendiri akan menjadi hakim yang mendatangkan hukuman sebab mereka tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.
Kita semua orang Kristiani telah menerima kemurahan hati Allah berkat pahala Kristus yang telah wafat untuk menebus dosa-dosa kita. Karena itu, kita harus percaya kepada pewartaan-Nya dan hidup sesuai dengan cara hidup Kristus, yakni melakukan perbuatan-perbuatan baik seperti yang diajarkan oleh rasul Paulus dalam bacaan kedua. Akan tetapi, perbuatan-perbuatan baik itu tidak cukup hanya sebatas perbuatan baik saja, mesti lebih dan terus menerus. Sebab, tanpa usaha apapun kita telah menerima kemurahan hati Allah. Maka, kita harus berbuat lebih baik lagi supaya dengan cara demikian rahmat Allah semakin berkembang dalam diri kita masing-masing. Kita harus selalu ingat bahwa segala sesuatu yang kita peroleh termasuk iman bukan merupakan hasil usaha kita sendiri melainkan karena Allah menganugerahkannya kepada kita. Karena itulah, sebenarnya tidak ada alasan bagi kita untuk memegahkan diri.
Kesungguhan iman itu akan tampak tatkala kita mau berbagi dengan mereka yang menderita, yang sakit dan putus asa, yang berdosa dan jauh dari Allah serta mereka yang kehilangan pengharapan. Terhadap mereka inilah kita harus hadir dan membawa mereka kepada Terang yang sesungguhnya, yakni Kristus. Kita juga dapat menunjukkannya melalui cara hidup kita yang mencerminkan hidup Kristus yang menerangi kegelapan dunia. Dan memang pertama-tama, Terang Kristus itu harus memancar dari dalam diri kita, baru orang lain akan melihatnya.
Mungkin saja, pewartaan kita tentang Kristus tidak memberikan pengaruh apapun terhadap mereka. Tetapi percayalah bahwa sesungguhnya, Terang Kristus telah menghampiri mereka. Kita hanya tinggal menunggu reaksi dari mereka; menerima atau menolak. Kalau mereka menerima, berarti Terang dan keselamatan akan mereka peroleh. Sebaliknya, bila menolak, maka kebinasaan dan hukuman dari Allah akan mereka terima. Maka, mari kita senantiasa berusaha untuk menghadirkan Terang Kristus di dunia ini supaya semakin banyak orang yang bersukacita menyambut Kristus dan melakukan pertobatan. Semoga. Amin.
KEMURAHAN HATI ALLAH YANG MENYELAMATKAN DAN MENDATANGKAN SUKACITA (2Taw 36:14-16.19-23; Ef 2:4-10; Yoh 3: 14-21)
Labels:
Renungan
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!