Ordo Kapusin Kustodi General Sibolga

BELASKASIHAN ALLAH TERHADAP ORANG SAKIT DAN MENDERITA (Yer 31:31-34; Ibr 5:7-9; Yoh 12:20-33)

Fr. Michael A. Aritonang OFMCap
Bagi banyak orang, penderitaan karena penyakit merupakan suatu hal yang menakutkan, terutama karena mereka terpisah dari kehidupan manusia normal. Ketika sedang sakit, mereka seolah-olah dipandang tidak ada, menjadi sumber permasalahan dan merepotkan. Tak jarang juga mereka mendapat penolakan dan perlakuan keras serta kurang diperhatikan oleh keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Pengasingan, penganiayaan dan penolakan inilah yang membuat si sakit akan menjadi semakin sakit dan menderita. Maka tak mengherankan kalau banyak orang sakit lebih memilih cepat mati daripada harus menanggung penderitaan yang sangat menyakitkan itu.
Orang yang sakit kusta biasanya hidup terpisah dari kehidupan normal. Mereka hidup di pengasingan dalam kelompok sesama orang kusta. Dalam dunia Perjanjian Lama, segala jenis penyakit termasuk kusta dianggap sebagai kutukan atas dosa dan ketidaksetiaan terhadap perintah Allah. Mereka harus berpakaian compang-camping, menggunakan lonceng, diasingkan, dibuang dan tak boleh memasuki perkampungan orang sehat karena takut penyakit itu menular kepada orang lain. Karena itu, ketika sedang bertemu dengan orang sehat, orang-orang kusta harus menyingkir jauh sambil berkata: “Najis... najis...” supaya orang sehat mengetahui kenajisan mereka.
Perjumpaan seorang kusta dengan Yesus bukanlah suatu hal yang dapat dibenarkan menurut kebiasaan Yahudi, apalagi sampai menyembuhkan penyakitnya. Pastilah orang kusta tahu peraturan Yahudi bahwa seorang najis tak boleh berkontak secara langsung dengan orang sehat kecuali kalau dia sudah dinyatakan sembuh oleh seorang imam. Dan tentu saja si kusta juga mengetahui bahwa hanya Allah sendirilah yang dapat menyembuhkan penyakit-Nya. Karena itulah si kusta datang kepada Yesus dan memohon belas kasih-Nya. Maka, dengan sikap tidak malu-malu si kusta berkata: “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.”
Hal yang pantas dipuji dari si kusta ini adalah keterbukaannya terhadap kebenaran dan keallahan Yesus. Dia tidak ragu akan kemampuan Yesus untuk menyembuhkan penyakitnya. Karena itulah dia berani menanggung risiko dari tindakannya yakni ditolak oleh Yesus dan dicemoohkan orang banyak.
Sikap tidak malu-malu dan terbuka inilah yang membuat Yesus tergerak oleh belas kasihan dan akhirnya menyembuhkan serta membebaskan si kusta dari penyakitnya. Meskipun demikian, Yesus tetap tunduk pada hukum Yahudi yakni untuk membuktikan kesembuhan seseorang dari penyakitnya, haruslah oleh imam. Karena itulah Yesus menyuruh si kusta menghadap imam dan mempersembahkan kurban untuk pentahirannya seturut adat kebiasaan Yahudi. Hal yang sangat wajar apa yang dilakukan oleh Yesus dengan menyuruh si kusta yang telah sembuh itu pergi menghadap imam untuk memeriksa kesembuhannya. Pada masa ini, berlaku paham bahwa para imam mengetahui banyak hal menyangkut kehidupan rohani dan sosial masyarakat. Hal itu berkaitan dengan peran mereka sebagai “wakil-wakil Allah”, yang bekerja di Bait Allah yang menghubungkan manusia dengan Allah dalam kultus peribadatan.
Di sisi lain, Yesus sebenarnya ingin menyatakan diri sebagai Allah yang dapat membebaskan manusia dari segala macam penyakit dan penderitaan. Melalui tindakan penyembuhan itu, Yesus ingin menyatakan bahwa saat ini, Allah telah hadir secara nyata dalam diri-Nya yang datang untuk melawat umat-Nya. Dia ingin menunjukkan solidaritas dan belas kasih-Nya terhadap manusia yang menderita. Kuasa Allah yang mampu menyembuhkan dan membebaskan setiap orang dari segala penyakit nyata ketika Dia mau dan dengan rela menyembuhkan penyakit si kusta yang datang memohon belas kasihan-Nya.
Santo Frasiskus Assisi adalah teladan ulung dalam menghidupi dan melaksanakan perintah Injil Kristus. Sejak awal pertobatannya, Fransiskus bekerja untuk memperbaiki Gereja Allah yang sudah hampir roboh. Dia melakukan segala sesuatu bukan demi kemuliaannya sendiri melainkan demi kemuliaan Allah. Hal itu dapat dilihat dalam kecintaannya terhadap orang-orang miskin dan menderita, terutama mereka yang kusta yang diasingkan dari kehidupan normal. Sebelum pertobatannya,  Fransiskus sangat jijik melihat apalagi bertemu dengan orang-orang kusta. Tetapi setelah pertobatannya, apa yang dulu dirasa pahit dan menjijikkan berubah menjadi kemanisan karena Injil Tuhan. Tentulah pertobatan Fransiskus didorong oleh cinta Allah yang telah merasuki seluruh hidup Fransiskus sehingga dia mampu melakukan hal yang sungguh tidak masuk akal bagi orang-orang sehat dan normal. Dia benar-benar menunjukkan dirinya sebagai pengikut Kristus yang sejati, yang menghidupi dan melaksanakan Injil Kristus dalam kehidupannya setiap hari.
Keterbukaan si kusta untuk datang kepada Yesus dan memohon belas kasihan-Nya menjadi contoh bagi kita untuk dapat terbuka terhadap Allah dalam hidup ini. Bagi kita para pengikut Kristus saat ini, teladan Santo Fransiskus Assisi masih sangat relevan untuk kita laksanakan. Dia sangat mencintai orang-orang kusta dan bahkan menganggap dirinya sebagai seorang kusta supaya dapat lebih dekat dan masuk ke dalam kelompok mereka. Dan kita semua pun telah terkena penyakit kusta meskipun tidak secara fisik. Penyakit kusta yang saat ini sedang menggerogoti hidup kita adalah sikap egois, cemburu, sombong, dendam, zinah, dan sebagainya. Penyakit seperti inilah yang mesti kita sembuhkan dan satu-satunya yang dapat menyembuhkannya adalah Allah sendiri. Maka, dibutuhkan pertobatan secara terus menerus supaya penyakit itu dapat disembuhkan. Kalau tidak, penyembuhan dari Allah tidak akan terjadi. Pertobatan dan keterbukaan terhadap Allah akan membawa kita pada keselamatan dan kesembuhan sejati serta memampukan kita mengalahkan segala jenis dosa dan kelemahan yang ada dalam diri kita.
Penyakit-penyakit kusta yang kita miliki seperti telah disebutkan di atas hanya dapat disembuhkan tatkala kita mau terbuka terhadap Allah dan mengakui segala kelemahan dan kesalahan kita di hadapan-Nya. Gereja Katolik menyediakan sarana pengakuan dan pertobatan itu melalui Sakramen Tobat. Ketika seseorang dengan hati terbuka mau mengakui kelemahan dan memohon pengampunan daripada-Nya dengan menerima Sakramen Tobat, di sanalah manusia memperoleh kesembuhan dan belas kasihan dari Allah. Karena itu, mari kita senantiasa memohon belas kasih Allah dalam hidup ini supaya Dia berkenan menyembuhkan penyakit-penyakit kita, terutama penyakit rohani dan manusiawi yang menggerogoti hidup kita. Semoga segala usaha dan perjuangan kita untuk terbuka terhadap Allah diberkati dan berkenan kepada-Nya. Amin.
Share this post :

Posting Komentar

Terima kasih atas Partisipasi Anda!

 
Copyright © 2015-2024. Ordo Kapusin Sibolga - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger - Posting