Fr. Michael A. Aritonang OFMCap
Kasih merupakan suatu tindakan memberi. Dengan mengasihi berarti memberi dari apa yang kita miliki, sebab tak seorang pun dapat memberi sesuatu dari apa yang dia sendiri tidak memilikinya (nemo dat, quod non habet). Pengorbanan dan penyerahan diri menjadi tanda nyata dari ungkapan kasih. Ketika kita menyatakan kasih kepada orang lain, itu berarti kita bersedia menyerahkan diri kita kepada orang yang dikasihi itu.
Bacaan injil hari ini mengingatkan kita akan makna kasih yang sesungguhnya. Yesus mengajarkan bahwa hukum yang tertinggi dari segala hukum yang ada adalah kasih. Yesus berkata: “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu.” Dengan ungkapan ini, Yesus mau mengajak kita untuk menunjukkan totalitas cinta kasih kita kepada Allah yang kita imani. Mengasihi dengan segenap hati berarti mengasihi Allah sebagai yang pertama dan utama. Kepada-Nyalah pertama-tama kasih itu harus kita wujudkan sebab Dialah yang memberikan kasih itu kepada kita. Mengasihi dengan segenap hati juga berarti bersedia memberikan seluruh kasih yang kita miliki dan mengorbankan serta mempersembahkan seluruh hidup kita kepada-Nya.
Mengasihi dengan segenap jiwa berarti segala sesuatu yang ada pada kita, bahkan jiwa kita harus menjadi suatu persembahan yang harum mewangi bagi Allah. Bahkan dalam setiap hembusan nafas yang kita miliki harus menunjukkan cinta kepada Allah yang memberikan jiwa dan nafas kehidupan kepada kita. Dan mengasihi dengan segenap akal budi berarti kasih yang kita alamatkan kepada Allah harus sungguh-sungguh berasal dari kedalaman hati kita. Akal budi menjadi lambang kemampuan berpikir manusia untuk memahami dan mengerti segala sesuatu yang ada di hadapannya. Juga berarti bahwa kita tidak menjadikan Allah sebagai objek cinta melainkan sebagai subjek cinta. Jadi mencintai Allah dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi seperti dikatakan oleh Yesus mau menunjukkan bagaimana kita mempersembahkan seluruh cinta kita kepada Allah dan senantiasa mengutamakan Allah di atas segala sesuatu.
Hukum yang sejalan dengan itu adalah kasih kepada sesama sebagaimana kita mengasihi diri sendiri. Artinya ketika kita mencintai diri kita dan memberikan yang terbaik kepadanya, demikian jugalah yang harus kita lakukan kepada sesama. Dengan menunjukkan kasih kepada orang lain sebagaimana kita mengasihi diri sendiri, berarti kita menjadikan orang lain sebagai bagian dari diri kita sendiri yang patut dikasihi setiap saat. Dengan pemikiran yang demikian, kita akan memperlakukan orang lain sesuai dengan apa yang kita perbuat terhadap diri kita sendiri.
Pada penutup injil tentang kasih kepada Allah dan sesama, Yesus menambahkan pula bahwa pada kedua kasih itulah tergantung Hukum Taurat dan Kitab Para Nabi. Artinya, segala sesuatu yang dulu telah diajarkan oleh Musa dan para nabi yakni tentang kesetiaan kepada Allah dan tentang peraturan hidup yang telah tercatat dalam Hukum Taurat dan Kitab Para Nabi, itulah yang diringkaskan oleh Yesus dengan menunjukkan kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama. Di sanalah puncak segala hukum yang ada. Maka, realisasi dari kasih kepada Allah harus kita tunjukkan dalam tindakan mengasihi sesama, bahkan juga kepada orang asing dan musuh-musuh kita. Sebab kepada mereka inilah juga kita harus membagikan cinta kasih Allah supaya mereka dapat mengalami cinta kasih Allah yang sungguh besar dan menyelamatkan.
Bagi Yesus, kedua hukum ini yakni mencintai Allah dan sesama merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan ini tatkala kita berbicara tentang cinta. Tetapi Yesus juga melihat bahwa kasih itu harus diwujudkan secara bersamaan dan tidak boleh terjadi ketimpangan di antara keduanya. Ketika kita mengatakan bahwa kita mengasihi Allah, maka kita juga wajib mengasihi sesama yang ada di sekitar kita. Sebab dalam diri sesama, Allah menghadirkan diri-Nya, terutama dalam diri mereka yang miskin dan menderita. Kita tidak dapat mencintai Allah tetapi mengabaikan sesama yang membutuhkan pertolongan kita. Sebaliknya, kita tidak dapat mengatakan bahwa kita mengasihi sesama sebagaimana kita mengasihi diri sendiri tetapi mengabaikan peran Allah yang merupakan sumber kasih itu sendiri.
Yesus mengajak kita untuk senantiasa mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Ungkapan cinta kasih Allah kepada manusia telah nyata terwujud dalam diri Yesus. Ketaatan dan cinta-Nya kepada Allah dan manusia ditunjukkan-Nya lewat pengurbanan diri-Nya dalam sengsara dan wafat-Nya di salib. Karena kasih itu pula, Yesus bangkit dari antara orang mati supaya dapat mengerti dengan sungguh maksud cinta Allah yang ingin menyelamatkan manusia. Yesuslah yang menjadi teladan kita dalam hal mencintai Allah dan sesama. Maka, mampukah kita mengorbankan seluruh diri kita supaya kita dapat dengan tulus dan murni mencitai Allah dan mencintai sesama seperti telah ditunjukkan Yesus? Semoga. Amin.
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!