Ordo Kapusin Kustodi General Sibolga

MANUSIA SEBAGAI SIMBOL LITURGIS (2)


Hasil gambar untuk simbolliturgi-image

Fr. Michael Angelus Aritonang OFMCap

1.  Gerakan dan Bahasa Badan
a.   Berjalan
Kita tahu, bahwa berjalan merupakan bentuk gerakan manusia yang amat mendasar. Demikian pula dalam liturgi, berjalan juga menjadi simbol liturgis yang mendasar. Namun, berjalan yang dipakai dalam liturgi bukanlah berjalan asal-asalan saja, seperti orang mabuk, melainkan berjalan dalam arti teratur dengan badan dan kepala tegak, tenang dan agung. Berjalan dengan badan dan kepala tegak merupakan ungkapan simbolis manusia yang bermartabat dan berwibawa.
Secara liturgis, berjalan sebenarnya mau mengungkapkan hakikat umat Allah yang sedang berziarah dan bergerak menuju tanah air surgawi, tanah air sejati. Apalagi dalam perayaan liturgi, tindakan berjalan ini biasa dilakukan bersama-sama dalam suatu prosesi, entah prosesi atau perarakan masuk, perarakan persembahan dsb. Dengan prosesi ini, semakin tampaklah dimensi kebersamaan umat Allah yang sedang berziarah itu. Berjalan juga bisa dipahami sebagai ungkapan kesiapsediaan kita untuk secara aktif menyambut dan menanggapi tawaran kasih karunia Allah yang selalu ada di hadapan kita.

b.  Berdiri
Berdiri merupakan simbol gerakan badan yang penting dalam liturgi. Berdiri merupakan tindakan liturgis yang mengungkapkan perhatian, kepedulian, penghormatan dan kesiapsediaan terhadap kehadiran Tuhan, baik melalui diri pemimpin ibadat maupun dalam Sabda dan Doa. Demikian misalnya, umat berdiri jikalau imam dan pengiringnya masuk ke tempat ibadat; kita berdiri pada saat mendengarkan Injil dan mendoakan Syahadat iman dan Bapa Kami. Berdiri juga merupakan sikap dasar liturgis yang sejak kuno melambangkan situasi dan keberadaan orang-orang kristiani sebagai orang-orang yang sudah diselamatkan Kristus.

c.   Duduk
Pada umumnya, duduk dipandang sebagai sikap tenang untuk mendengarkan sesuatu atau untuk menanti sesuatu ataupun beristirahat. Dalam liturgi, sikap duduk melambangkan kesiapsediaan umat beriman mendengarkan Sabda Tuhan. Di pihak pemimpin liturgi, sikap duduk tidak hanya mengungkapkan kesiapsediaan dia untuk mendengarkan Sabda Tuhan, melainkan juga untuk mengungkapkan martabatnya sebagai seorang pemimpin atau pengajar. Namun, tentu saja pemimpin liturgi di sini hanya menjadi pemimpin dan pengajar in persona Christi. Artinya, pemimpin liturgi itu sedang menghadirkan Yesus Kristus, satu-satunya pemimimpin dan pengajar umat beriman.

d.  Berlutut dan membungkuk
Dari gerakannya, berlutut dan membungkuk jelas berbeda. Namun berlutut dan membungkuk sebenarnya melambangkan sesuatu yang sama dalam liturgi, yaitu sikap merendahkan diri dan menyadari kekerdilan atau kekecilan di hadapan Tuhan. Keduanya juga mengungkapkan penghormatan (kepada Allah, altar, tabernakel dan uskup) dan tanda kerendahan hati. Meskipun demikian, berlutut dalam liturgi juga mengungkapkan rasa pertobatan yang mendalam.

e.   Meniarap (prostratio)
Dalam liturgi, meniarap merupakan bentuk intensif dari tindakan berlutut dan membungkuk. Dengan meniarap, orang beriman itu sedang mengungkapkan kerendahan diri dan kekecilan dirinya di hadapan Tuhan dan menyampaikan penghormatan kepada-Nya. Dalam liturgi Barat, meniarap juga mengungkapkan suatu doa permohonan yang amat penting dan biasanya dilakukan oleh orang-orang tertentu, sebagaimana dilaksanakan di dalam liturgi tahbisan dan kaul kekal dan tidak pernah dilakukan oleh seluruh jemaat.

f.    Tangan terkatup, terangkat dan terentang
Ketiga gerakan ini terutama hanya menyangkut tangan. Namun dalam liturgi, ketiga gerakan itu mengungkapkan seluruh tindakan diri manusia. Hal ini berkaitan dengan kenyataan, bahwa tangan itu merupakan alat utama bahasa tubuh. Tangan terkatup melambangkan perjumpaan atau pertemuan antara Allah dan manusia, sikap hormat, permohonan dan penyerahan diri kepada Allah. Tangan terangkat dan terentang menunjuk kepada sikap kesiapsediaan dan sikap keterbukaan terhadap Allah. Di samping itu, tangan terangkat dan terentang mengungkapkan ketidakberdayaan kita, kekosongan dan kemiskinan diri kita dan sikap angkat tangan sebagai tanda menyerah, yakni menyerahkan diri kepada Allah. Biasanya tangan terangkat dan terentang hanya dilakukan oleh pemimpin liturgi.



Share this post :

Posting Komentar

Terima kasih atas Partisipasi Anda!

 
Copyright © 2015-2024. Ordo Kapusin Sibolga - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger - Posting