MENCINTAI DAN MENGASIHI MUSUH
Lukas 6:27-28,35-36.
Fr. Ambrosius
silaban OFMCap
“Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku,
Aku berkata: Kasihanilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang menganiaya
kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang
mencaci kamu. Barang siapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya
pipimu yang lain, dan barang siapa yang mengambil jubahmu, biarkan ia juga
mengambil bajumu. Tetapi kamu, kasihanilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada
mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar
dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap
orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.
Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu murah hati.”
Mencintai musuh, bukan hal yang mudah
untuk dilakukan. Sekedar mengatakan mencintai musuh memang tidak sulit. Bahkan
mengajarkan hal mencintai musuh kepada orang lain, lewat perkataan, tidak
terlalu susah. Yang menjadi masalah ialah cara melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Secara pribadi saya jarang dengan mudah
mengampuni orang lain dan meminta maaf jika merasa bersalah. Bahkan memusuhi mereka
yang memusuhi saya. Malas bertemu dengan mereka, menghindari agar tidak berjumpa dengan
mereka yang tidak kusenangi. Menjadikannya sebagai musuh yang menakutkan.
Melalui penginjil Lukas, Yesus
bersabda, “kasihanilah musuhmu, berbuatlah baik kepada mereka yang menganiaya
kamu...” Yesus mengajak agar para pengikut-Nya mencintai musuh, mendoakan
mereka yang mencaci dan mengasihi siapa saja yang menganggap diri kita sebagai
musuh. Bahkan dikatakan, “jika seseorang menampar pipi kirimu, berikan jugalah
pipi kananmu. Melaksanakan perintah ini memang tidak semudah membalikkan
telapak tangan. Sangat tidak masuk akal memberi pipi kanan jika pipi kiri ditampar. Yang mau
dikatakan Yesus ialah jika ada orang yang menampar, memusuhi, mencaci, jangan
membalasnya seperti yang diperbuat oleh mereka, melainkan mencintai mereka,
mendoakan mereka. Mencintai musuh, berarti menjadikan setiap orang menjadi
teman atau sahabat. Jika kejahatan dibalas dengan cinta kasih, musuh tidak akan
ada. Yang ada hanyalah teman dan sahabat. Tidak akan ada lagi pertikaian dan
permusuhan. Dalam kehidupan sehari-hari, sudahkah aku mencintai musuhku, atau
mendoakan mereka yang mencaci aku?. Dalam kenyataannya, kita lebih sering membalas kejahatan dengan
kejahatan dan jarang mendoakan mereka. Dan bahkan
lebih dari itu, saya bahkan menciptakan musuh sendiri, menjadikan yang tidak
musuh menjadi musuh, seolah-olah musuh itu menjadi kebutuhan pokok saya
sendiri. Mari bermenung dalam diri
kita masing-masing. Amin.
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!