Hari ini, tanggal 16 September, kita
memperingati dua orang kudus martir abad ketiga, yaitu Paus Kornelius
(memerintah: 251-253) dan Uskup Siprianus dari Kartago (200-258). Petikan dari
‘Surat Santo Paulus yang pertama kepada Timotius’ adalah bacaan pertama dalam
Misa Kudus hari ini. Petikan dari ‘Surat Santo Paulus kepada jemaat di Roma’
adalah bacaan singkat dalam Ibadat Pagi guna memperingati para martir Kristus. Gereja
berdiri di atas jenazah-jenazah para martirnya. Ini adalah sebuah kenyataan
yang tidak dapat disangkal. Mereka adalah para saksi iman Kristiani yang siap
untuk disiksa, dianiaya dan dibunuh demi iman-kepercayaan kepada Yesus Kristus,
Tuhan dan Juruselamat mereka. Para martir adalah murid-murid Kristus sejati, para
pelaku firman yang sejati.
Santo Kornelius
dipilih menjadi Paus untuk menggantikan Paus Santo Fabian (memerintah: 236-250)
yang mati sebagai martir juga. Pada masa itu umat Kristiani (Katolik) berada di
bawah pengejaran dan penganiayaan pihak penguasa di bawah Kaisar Decius.
Kornelius mengisi kekosongan berkepanjangan dalam pimpinan Gereja, sekitar 14
bulan lamanya. Pada masa jabatan Kornelius sebagai Paus ada kontroversi
tentang posisi Gereja terhadap mereka yang disebut lapsi, yaitu
anggota-anggota Gereja yang karena tekanan penganiayaan, mengkompromikan iman
mereka demi survival. Seorang imam yang bernama Novasian kemudian
memimpin aliran bidaah karena memandang Paus Kornelius terlalu lembek dalam
menangani para lapsi ini. Namun dalam konflik ini Paus Kornelius
didukung oleh sinode-sinode Roma dan Kartago serta para uskup di Timur.
Dukungan utama datang dari Siprianus, uskup Kartago. Sampai hari ini masih
tersimpan sejumlah surat Paus Kornelius kepada Uskup Siprianus. Ketika
Kaisar Gallus pada tahun 252 meningkatkan pengejaran/penganiayaan terhadap umat
Kristiani, Kornelius diasingkan dan mati sebagai martir di Centumcellae
(sekarang bernama Civitavecchia). Dia dikuburkan di Roma, di pemakaman Lucina.
Nama asli Santo Siprianus dari Kartago adalah
Thrascius Caecilius Cyprianus. Pemikiran-pemikiran teologisnya banyak
dipengaruhi oleh Tertullianus (c.160-c.222). Siprianus lahir di Tunisia. Dia
belajar hukum dan menjadi ahli pidato sebelum dibaptis menjadi seorang
Kristiani di sekitar tahun 246. Pada tahun 248 Siprianus ditahbiskan sebagai
Uskup Kartago. Karena pengejaran dan penganiayaan yang mulai dilakukan oleh
Kaisar Trajanus Decius, pada tahun 249 Siprianus – di bawah kecaman banyak
orang – melarikan diri dan bersembunyi. Belakangan kelihatanlah bahwa ini
adalah suatu taktik Siprianus yang brilian, karena dengan demikian dia masih
tetap dapat memelihara komunikasi dengan umatnya lewat surat-suratnya.
Hal ini berarti bahwa dari tempat persembunyiannya Siprianus tetap menggembalakan
umatnya. Dia kembali ke Kartago pada tahun 251 dan bekerja lagi sebagai
uskup. Pada masa pengejaran dan penganiayaan umat Kristiani, banyak umat
yang sungguh-sungguh murtad, dalam arti mereka meninggalkan Gereja. Ada juga
yang membeli libelli pacis, yakni sertifikat yang menyatakan bahwa
seseorang telah memberikan kurban persembahan kepada dewa-dewi Romawi, meskipun
pada kenyataannya mereka tidak melakukan hal tersebut. Gereja kemudian menerima
kembali mereka ke pangkuannya, setelah orang-orang itu melakukan laku-tobat
seperti dipersyaratkan. Siprianus tidak menerima hal seperti ini. Dia juga
tidak mendukung bidaah Novasian yang tidak menyetujui ide pembaptisan kembali.
Dia membantu Paus Kornelius (memerintah 251-253) dalam berkonfrontasi dengan kaum
bidaah Novasian termaksud. Posisinya ini menyebabkan Siprianus kelak
‘bertabrakan’ dengan Paus Stefanus I.
Bidaah Novasian adalah sebuah aliran bidaah seturut
ajaran dari Novasian (+ c. 257-258), seorang teolog dan imam di Roma yang
pernah mengarang sebuah risalah (yang masih ortodoks, artinya masih ‘benar’
dari sudut Gereja Katolik) mengenai kodrat Tritunggal. Namun ketika pada tahun
251 Santo Kornelius terpilih menjadi Paus, pada saat itu pula Novasian
memperkenankan dirinya dipilih menjadi Uskup Roma sebagai saingan. Dengan
demikian dia adalah orang pertama yang menjadi antipaus. Novasian mati selama
terjadi pengejaran dan penganiayaan oleh Kaisar Valerianus (memerintah
253-260). Para pengikut Novasian bersikukuh pada kepercayaan mereka, bahwa
seorang yang sudah murtad tidak pernah dapat diperkenankan untuk melakukan
pertobatan karena menurut mereka dosa-dosa orang murtad di mata Allah tidak
dapat diampuni. Aliran bidaah ini dengan resmi dikutuk oleh Konsili Nikea
(325), namun masih ada sampai abad ke lima. Dalam fungsinya sebagai
seorang uskup di Afrika Utara, Siprianus mengambil kebijaksanaan terhadap orang
yang telah dibaptis oleh kaum bidaah, untuk dibaptis lagi dalam Gereja Katolik,
apabila orang itu masuk ke dalam Gereja Katolik. Namun Paus Stefanus I
(memerintah 254-257) memandang kebijaksanaan Siprianus itu keliru, karena Paus
ini berpendapat, bahwa sakramen baptis, meskipun dilaksanakan oleh orang sesat,
akan tetap sah. Dalam hal ini Siprianus didukung oleh uskup-uskup Afrika, namun
kontroversi ini tidak berlanjut karena ada pengejaran dan penganiayaan lagi
yang kali ini dilakukan oleh Kaisar Valerianus. Kali ini Siprianus tidak
melarikan diri. Ketika dirinya diinterogasi, dengan gagah orang suci ini tidak
mau menyebutkan nama-nama para imam yang berada di bawah wewenangnya. Ia
menolak untuk melakukan ritus penyembahan kepada dewa-dewi Romawi. Sebelum
kepalanya dipenggal, dia berdoa di hadapan para algojo dan banyak penonton. Dia
menutup sendiri kepalanya. Siprianus mati sebagai seorang martir di Kartago
pada tanggal 14 September 258.
Santo Siprianus adalah seorang teolog jago yang
menulis banyak surat dan risalah. Berbagai korespondensinya memberikan gambaran
yang jelas mengenai kejahatan-kejahatan yang terjadi pada masa pengejaran dan
penganiayaan umat Kristiani oleh Kekaisaran Romawi. Sebuah risalahnya berjudul De
Catholicae Ecclesiae Unitate membahas sifat kesatuan dalam Gereja dan
cita-cita kesetaraan kedudukan di antara para uskup. Sebuah risalah lain
berjudul De Lapsis, yang secara terinci memuat syarat-syarat kembalinya
orang yang sempat ‘murtad’ ke pangkuan Gereja. Ada sebuah ucapan Siprianus
yang terkenal: “Kamu tidak dapat mempunyai Allah sebagai Bapa-mu, apabila kamu
tidak dapat mempunyai Gereja sebagai ibumu”. Berikut ini
adalah sebuah petikan dari tulisan orang kudus ini: Hukum
orang-orang Kristiani adalah salib suci Kristus, Putera Allah yang hidup,
seperti nabi juga berkata: Hukum-Mu di dalam dadaku. Ketika Dia dilukai pada
bagian lambung di dada-Nya, dari lambung-Nya itu mengalirlah keluar darah
bercampur air, darimana Dia membuat bagi diri-Nya sendiri sebuah Gereja di
dalamnya. Dia menulis hukum sengsara-Nya, seperti dikatakan-Nya sendiri:
Apabila seseorang haus biarlah dia datang kepada-Ku dan minum dan percaya
pada-Ku. Seperti ada tertulis, aliran air kehidupan mengalir dari dada-Nya.
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!