DOA BAPA KAMI
Dalam kehidupan
sehari-hari, banyak orang memberikan pengertian tentang doa. Doa itu
diinterpretasikan secara pribadi sesuai dengan pengalaman hidupnya bersama
dengan Tuhan. Bagi sebagian orang, doa merupakan suatu jalan untuk dapat
semakin mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Yang lain mengatakan, doa itu
nafas hidup; sumber kekuatan; sumber inspirasi; penyejuk dan pemuas dahaga dan
masih banyak lagi pengertian tentang doa. Bagi saya sendiri, doa merupakan
suatu sarana untuk menyerahkan segala sesuatu dalam kehidupan saya hanya kepada
Tuhan. Tetapi tak dapat dipungkiri juga bahwa ada orang yang berpendapat bahwa
doa itu tak mempunyai arti apa-apa, sebab setiap kali dia berdoa, doanya tidak
pernah terkabul. Inilah yang akhirnya meninggalkan semangat doa dan dalam
artian tertentu tak jarang orang meninggalkan institusi keagamaan yang
sebelumnya dianutnya. Pada pokoknya, doa merupakan suatu cara di mana seseorang
dapat berkomunikasi dengan Tuhan Sang Pemberi dan Penyelenggara hidup.
Dalam Injil Mat. 6:5-15,
dikatakan doa yang benar dan berkenan kepada Allah adalah doa Bapa Kami. Bila
dilihat lebih jauh, doa ini memang mengandung makna yang sangat mendalam dan
penuh makna. Doa ini adalah doa yang benar dan berkenan kepada Allah sebab doa
ini diajarkan langsung oleh Yesus dan sangat ditekankan untuk mendoakan doa ini
bila seseorang hendak berdoa. Yesus mengajarkan bagaimana caranya berdoa yang
baik dan benar. “Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang
munafik…. Lagipula dalam doamu itu, janganlah kamu bertele-tele seperti
kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena
banyaknya kata-kata, doanya akan dikabulkan,” (Mat. 6:5-7).
Yang dimaksudkan Yesus
dengan kata-kata di atas adalah bukan karena panjangnya doa, maka Tuhan akan
mendengarkan doa itu, melainkan karena lahir dari kedalaman hati pribadi yang
memohonkan doa itu. Sering dalam benak banyak orang, bahwa doa yang panjang dan
bertele-tele atau doa yang lebih terarah kepada kepada diri sendiri dianggap
akan didengarkan oleh Tuhan. Atau bahkan ada juga orang yang beranggapan bahwa
bila permintaan doanya tidak terkabul, itu artinya Tuhan itu tidak adil dan
kurang berpihak kepadanya. Karena itu jugalah terkadang orang meninggalkan
imannya dan menjadi “ateis” atau orang yang tidak percaya akan keberadaan
Allah. Padahal sebenarnya tidaklah demikian. Bila suatu doa tidak terkabul, itu
bukan berarti Allah tidak berpihak kepada kita, melainkan karena Allah masih
melihat yang lain dari apa yang kita lihat. Ketika kita merasa bahwa yang kita
mintalah yang sangat kita butuhkan pada saat itu, Tuhan belum tentu melihat
demikian. Apa yang dilihat dengan kacamata manusia, tidak akan pernah sama
dengan apa yang dilihat Allah. Allah tahu memberikan yang terbaik bagi kita. Dan
karena itulah Dia masih menunggu waktu yang tepat untuk memberikan apa yang
kita minta. Persoalannya sekarang adalah, apakah kita bersedia dan sabar
menunggu saat yang tepat itu? Ataukah tuntutan ego kita lebih memaksa kita
untuk protes dan tidak menerima apa yang sedang dipersiapkan oleh Allah bagi
kita? Apakah kita dapat melihat seperti apa yang dilihat oleh Allah?
Tulisan ini akan saya
tutup dengan uraian doa Bapa Kami menurut St. Fransiskus Assisi. “Ya Bapa kami
Yang Mahakudus: Pencipta, Penebus, Penghibur dan Penyelamat kami. Rezeki kami
sehari-hari: ialah Putera-Mu terkasih, Tuhan kami Yesus Kristus, berikanlah
kepada kami hari ini: agar kami mampu mengingat, memahami dan menghormati cinta
kasih-Nya kepada kami serta segalanya yang telah dikatakan-Nya, diperbuat-Nya
dan diderita-Nya bagi kami. Kemuliaan kepada Bapa dan Putera dan Roh Kudus,
seperti pada permulaan sekarang selalu, dan sepanjang segala abad. Amin.”
Fr. Michael
Angelus Aritonang OFMCap
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!