Maka timbullah pertengkaran di antara para murid Yesus mengenai siapa yang terbesar di antara mereka. Kemudian segera Yesus menggendong seorang anak kecil dan menyampaikan sebuah perumpamaan hidup. Siapa yang menyambut Aku seperti anak kecil ini, ia menyambut Aku. (bacaan selengkapnya dalam kitab suci). Umumnya sifat khas dari anak kecil tampak dalam perkataannya yang tulus dan tindakannya yang polos. Belum terampil untuk berneko- neko.Perkataan dan tindakannya lahir begitu saja dari hatinya yang masih murni. Lemah dan kurang berdaya.
Sikap dan tindakan para murid yang dikisahkan dalam peristiwa tadi sungguh jauh dari sifat khas anak kecil. Para murid sibuk mempersoalkan posisi yang sedang ada di tengah- tengah mereka. Mereka gelisah satu sama lain tentang siapa yang paling hebat di antara mereka. Sehingga mereka saling bertengkar satu sama lain berhubung diantara mereka juga tidak ada yang mau mengalah. Semua menganggap diri berharga dan hebat. Atas peristiwa itu, Yesus hadir sebagai jawaban atas persoalan yang mereka alami. Yesus menuntut agar para murid mau rendah hati dan mengalah.
Dalam hidup ini, tidak jarang juga kita sering hidup seperti tingkah laku para murid. Kita sulit menerima diri sebagai yang rendah di mata orang lain. Daripada mengalah lebih baik bertegar hati agar jangan dipandang sebagai yang kalah. Sifat yang demikian sungguh bertentangan dengan apa yang diharapkan oleh Yesus. Menjadi pengikut Yesus itu harus mampu menjadi orang yang rendah hati. Ketika kita mau mengalah dengan orang lain itu berarti bahwa kita sadar menerima Yesus sendiri. Ketika kita rendah hati saat berhadapan dengan peristiwa hidup maka kita telah memancarkan makna hidup bagi diri dan orang lain.
(Fr. AntoniusSihotang OFM Cap)
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!