Sabtu, 7 September 2024, Biasa
1 Kor 4:6b-15
Luk 6:1-5
Pada suatu hari Sabat, ketika Yesus berjalan di ladang gandum, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya, sementara mereka menggisarnya dengan tangannya. Tetapi beberapa orang Farisi berkata: “Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?” Lalu Yesus menjawab mereka: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?” Kata Yesus lagi kepada mereka: “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.” (Luk 6:1-5)
Mendahulukan Kasih dan Kemanusiaan atas Hukum
Saudara-saudari terkasih, kerap terjadi bahwa di saat ada peristiwa kecelakaan, orang yang hadir dalam peristiwa tidak mudah menolong karena takut menghadapi rumitnya persoalan hukum. Singkatnya, karena hukum, belas kasih dan kemanusiaan menjadi tertinggal
Dalam Injil hari ini, Yesus mengajak kita untuk menekankan dan mendahulukan kasih dan kemanusiaan daripada hanya sekedar taat buta terhadap hukum. Yesus tidak mengabaikan hukum, tetapi dalam situasi darurat, upaya menyelamatkan kehidupan mesti menjadi prioritas. Yesus menghendaki agar para murid-Nya tidak terlalu kaku pada hukum dan lalu mengabaikan aspek kasih dan kemanusiaan. Manusia tidak boleh menjadi robot, yang secara buta mengikuti perintah yang sudah diatur, yang membuat nurani menjadi tumpul, kasih kepada sesama menjadi layu dan relasi dengan sesama menjadi kaku. Hukum dan peraturan yang dibuat manusia, hendaknya membantu manusia lebih menghayati kasih dan membangun relasi yang baik dengan Allah dan sesama. Namun, Yesus juga tidak mengharapkan bahwa para muridNya menjadi liar tanpa tertib hidup. Yesus tetap berharap bahwa pada waktunya, para murid harus taat hukum. Namun, bila situasi menuntut, mereka harus mengutamakan kasih dan kemanusiaan. Tanpa unsur kasih dan kemanusiaan, peraturan itu menjadi sebuah peraturan yang membelenggu manusia untuk menghayati kasih dan kemanusiaan dalam seluruh hidupnya. Dan peraturan seperti ini mesti dilawan.
Pesan ini di sampaikan oleh Yesus di kala Dia bersama para murid berjalan di ladang gandum pada suatu hari Sabat. Kita tahu bahwa hari Sabat merupakan hari yang yang sangat kudus bagi orang Yahudi. Di kala itu, Yesus bersama para murid berjalan di ladang gandum. Kala itu para murid sudah lapar. Mereka pun memetik bulir gandum, dan lalu memakannya. Yesus tidak berkomentar tentang perbuatan para muridNya. Di saat itu tampak bahwa Yesus sungguh berbelas kasih dan berperikemanusiaan terhadap para murid. Ia penuh kasih kepada para murid yang lapar, dan membiarkan mereka memetik bulir gandum. Maka, di kala orang-orang Farisi mempertanyakan sikap Yesus terhadap para muridNya, Yesus justru membela para muridNya. Yesus melihat bahwa sekalipun saat itu hari Sabat, namun sesuai dengan kondisi para murid yang sedang lapar, bulir gandum yang sudah bisa dipetik bisa dikonsumsi untuk memelihara hidup mereka.
Sekarang, pesan yang sama juga diberikan kepada kita. Dalam hidup setiap hari, kita mesti mengutamakan unsur kasih dan kemanusiaan daripada hukum. Kita tidak perlu takut berhadapan dengan hukum yang ribet, asalkan nyawa dan hidup orang masih bisa diselamatkan. Kita harus menghargai kehidupan, sebab itu merupakan anugerah dari Tuhan.
Rasul Paulus berkata kepada jemaat di Korintus, “Adakah di antara milikmu yang bukan pemberian? Dan jika itu memang pemberian, mengapa engkau memegahkan diri, seolah-olah itu bukan pemberian?” Rasul Paulus mengajak kita menyadari bahwa semua yang ada pada kita, dan mungkin kita nikmati, atau hanya sekedar mengganjal perut merupakan pemberian yang berasal dari Tuhan. Oleh karena itu, sikap yang pantas menghargai pemberian dari Tuhan, termasuk yang ada pada orang lain, seperti kehidupan. Dan sebagai lanjutan dari syukur, kita juga diminta untuk berbagi kasih dan rezeki terhadap sesama, secara khusus mereka yang berkekurangan. Sekarang, mari mengembangkan budaya kasih dan kemanusiaan, sehingga kita semakin berbahagia dalam hidup. Orang yang senang berbagi kasih dan kemanusiaan tidak akan repot dengan kelemahan dan kesalahan orang lain seperti orang Farisi yang mengomentari Yesus dan muridNya, tetapi menjadi bahagia, dan berusaha berbuat yang baik kepada sesama. Dan akhirnya, orang yang demikian akan semakin bahagia. Semoga kita semakin mengutamakan kasih dan kemanusiaan dalam setiap derap Langkah hidup kita, sehingga semakin banyak orang yang tertolong untuk hidup. Selamat berakhir pekan! Tuhan memberkati! Pace e bene!
Pater Yoseph Sinaga, OFM Cap.
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!