Fr. Michael A. Aritonang OFMCap
Dalam ungkapan “untuk menjadi percaya tidak perlu harus melihat”, tersirat arti sejuta makna. Di sini hendak dikatakan bahwa kepercayaan atas suatu berita atau perwartaan tidak perlu harus melihat bukti-bukti fisik terlebih dahulu. Patut ditekankan bahwa ungkapan ini hanya berlaku dalam konteks iman saja dan bukan dalam konteks umum yang dimengerti banyak orang. Bukti fisik tentang iman supaya kita percaya tidak diperlukan, cukup dengan keterbukaan hati untuk menerima pewartaan dari orang lain.
Ketidakpercayaan dan kebimbangan serta keragu-raguan atas kebangkitan Kristus, nyata dialami oleh para murid Kristus yang diceritakan dalam injil hari ini. “Pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar ketika hari masih gelap, Maria Magdalena pergi ke kubur dan ia melihat bahwa batu telah diambil dari kubur. Lalu dia kembali kepada para murid yang lain dan berkata: ‘Tuhan telah diambil dari kubur-Nya dan kami tidak tahu di mana Dia diletakkan’”. Maria sebenarnya tidak masuk ke dalam kubur untuk melihat dan membuktikan apakah Yesus masih ada di sana atau memang sungguh-sungguh sudah bangkit. Dari luar, Maria kemudian memberi kesaksian sehingga mengundang sejuta pertanyaan dari para murid.
Reaksi spontan disambut oleh Petrus dan murid yang dikasihi Yesus. Keduanya belum terlalu yakin dengan pewartaan dan kesaksian Maria. Karena itulah, mereka berdua langsung menuju kubur Yesus. Yang pertama tiba adalah murid yang dikasihi Yesus, tetapi tidak masuk ke dalam kubur, hanya melihat saja dari luar. Beberapa saat kemudian, Petrus tiba dan langsung masuk ke dalam kubur, melihat dengan jelas situasi yang terjadi di dalam kubur, di mana kain peluh terletak dekat kain kafan Yesus dan sudah tergulung rapi. Lalu masuklah murid yang lain itu, melihatnya dan percaya.
Tiga rentetan peristiwa diceritakan dalam injil hari ini masing-masing mewakili sifat dan karakter manusia yang kurang percaya akan kebangkitan Kristus. Pertama, Maria Magdalena. Setelah mendengar pewartaan malaikat yang mengabarkan kebangkitan Kristus, Maria sama sekali tidak percaya. Pagi-pagi buta, dia pergi ke kubur untuk membuktikan kebenaran itu, tetapi tidak masuk ke dalam kubur. Inilah lambang ketertutupan hati manusia. Hati Maria masih tertutup dan terbatas hanya pada hal-hal yang sifatnya fisik, yang tampak saja. Dia tidak masuk ke dalam misteri kebangkitan itu dan menutup diri serta tidak percaya.
Kedua, murid yang dikasihi Yesus. Murid yang dikasihi Yesus ini seharusnya langsung percaya pada apa yang telah diwartakan oleh Maria tentang kebangkitan Kristus, meskipun Maria belum percaya karena ketertutupan hatinya. Tetapi dia pun masih ragu antara percaya dan tidak. Hal ini terbukti dari reaksinya setelah mendengar berita itu dan langsung berlari menuju kubur. Dan lagi, setelah sampai di kubur, dia tidak masuk ke dalam, hanya melihat dari luar saja. Murid ini belum yakin dan belum percaya, sampai pada akhirnya setelah Petrus masuk, dia pun ikut melihat dan akhirnya percaya. Ketiga, Petrus. Petrus juga bimbang dan kurang percaya pada pewartaan Maria. Baru setelah sampai di kubur ketika melihat yang terjadi, iman dan kepercayaannya akan Kristus yang bangkit semakin diteguhkan.
Ketertutupan hati terhadap Kristus yang bangkit sering membuat kita ragu untuk memilih percaya atau tidak. Bahkan kita terkadang menolak dan memilih untuk tidak percaya sebelum melihat bukti fisik, meskipun sudah ada yang memberitakannya kepada kita. Hati yang tertutup membuat kita tidak mau atau tidak berani masuk ke dalam misteri kebangkitan Kristus. Pikiran, hati dan bahkan seluruh hidup kita masih tinggal dalam hal-hal yang tampak saja. Maka, bagaimana kita seharusnya kita bersikap atas kebangkitan Kristus? Apa yang harus kita buat agar kita bisa keluar dari ketertutupan hati kita menerima pewartaan kebangkitan Kristus?
Rasul Paulus mengatakan bahwa kita semua adalah orang-orang yang dibangkitkan Kristus. Maka, kita harus mencari perkara yang di atas, di mana Kristus berada, duduk di sebelah kanan Allah dan bukan mencari perkara yang ada di bumi ini. Paulus ingin menunjukkan kepada kita bahwa kita semua telah mati karena dosa-dosa kita, tetapi telah Kristus membangkitkan kita dari kematian dan dosa-dosa serta memberikan kehidupan baru kepada kita. Kehidupan baru itu kita peroleh melalui Sakramen Baptis yang telah kita terima. Melalui Sakramen Baptis, kita dihidupkan dan diselamatkan serta memperoleh hidup baru dalam Roh dan kebenaran. Untuk dapat menerima rahmat Sakramen baptis, dibutuhkan iman dan kepercayaan akan Kristus yang bangkit dan bertakhta mulia di dalam kerajaan-Nya. Dan itu sudah kita nyatakan pada saat kita dibaptis. Karena itulah kita menjadi anggota Gereja dan putra-putri Allah.
Konsekuensi dari Baptis adalah menjadi pewarta iman akan kebangkitan Kristus. Kita harus menjadi pembawa terang bagi sesama yang belum mengenal Kristus supaya mereka dapat percaya meskipun tidak melihat. Caranya adalah dengan tindakan dan cara hidup kita sebagai murid-murid Kristus yang bagkit. Namun, kita kerap masih kurang yakin dan belum percaya sepenuhnya akan kebangkitan Kristus itu. Maka, melalui misteri Paskah kebangkitan ini, mari kita bangkit dan mulai sekali lagi supaya kelak kita diikutsertakan dalam kebangkitan Kristus. Mari membuang ketertutupan hati kita dan memilih percaya kepada kebangkitan Kristus meskipun kita belum pernah melihat Kristus secara nyata. Semoga berkat pertolongan Bunda Maria dan para kudus Allah, kita mampu percaya meskipun belum melihat. Amin.
“UNTUK MENJADI PERCAYA TIDAK PERLU HARUS MELIHAT.” (Kis 10:34a.37-43; Kol 3:1-4; Yoh 20:1-9)
Labels:
Renungan
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!