Relikwi
St. Berardus dan kawan-kawannya, para martir Ordo Fransiskan yang pertama,
dipindahkan dari Afrika ke Coimbra. Ketika menyaksikan hal itu, Antonius
terasuki dengan kerinduan yang sangat kuat untuk menderita kemartiran sebagai
seorang misionaris Fransiskan di Afrika. Sebagai jawaban atas permohonannya
yang sederhana dan berulang-ulang itu, akhirnya dengan berat hati atasannya
memberikan ijin untuk berpindah ke Ordo Fransiskan. Ketika dia berpamitan
meninggalkan mereka, salah seorang Kanon berkata kepadanya dengan sedikit
mengejek, “Pergilah saja, mungkin engkau akan menjadi seorang santo dalam Ordo
yang baru itu.” Antonius menjawab: “Saudara, bila engkau mendengar bahwa saya
menjadi seorang santo, engkau akan memuji Tuhan karenanya.”
Dalam
sebuah biara Fransiskan yang kecil dan sepi di Coimbra dia diterima dengan
ramah tamah dan dalam tahun yang sama itu kerinduannya yang besar untuk dapat
diutus sebagai misionaris ke Afrika terpenuhi. Tetapi Tuhan telah memutuskan
sesuatu yang lain. Begitu Antonius menginjakkan kakinya di Afrika, dia langsung
tertimpa sakit berat. Bahkan setelah sembuh, dia menjadi begitu lemah, sehingga
dia menyerahkan dirinya kepada kehendak Tuhan dan naik ke sebuah perahu dan
kembali ke Portugal. Tetapi angin badai menerpa perahu itu dan menghanyutkannya
ke pantai Sisilia. Dari sana Antonius pergi ke Asisi. Dan di sana tengah
diadakan kapitel general Ordo, pada bulan Mei 1221.
Karena
dia masih kelihatan lemah dan sakit-sakitan, dan tidak nampak tanda apa pun
bahwa dirinya terpelajar, maka tak seorang pun menaruh perhatian pada orang
asing ini, sampai Pater Gardian, Provinsial dari Romagna, menaruh belas kasihan
kepadanya dan mengirimnya ke sebuah biara kecil yang sepi dekat Forli. Di sana
Antonius tinggal selama sembilan bulan, menjalankan tugas-tugas rendahan di
dapur dan biara dan yang memuaskan hatinya ialah bahwa dia berkesempatan
melakukan mati raga baik secara rohani maupun jasmani.
Namun
permata yang tersembunyi segera menampakkan kemilauannya. Antonius dikirim ke
Forli dengan beberapa saudara lain, untuk menghadiri upacara pentahbisan. Di
biara itu, atasan menghendaki seseorang memberikan sambutan. Setiap orang
memberikan dalih bahwa dirinya tidak siap dan akhirnya Antonius diminta untuk
memberi sambutan. Ketika dia juga dengan sangat rendah hati minta dimaafkan,
atasan itu pun memerintahkannya demi kaul ketaatan untuk memberikan kotbah.
Antonius mulai berbicara dalam nada yang sangat sederhana; tetapi segera
semangat yang kudus menyergapnya, dan dia pun berbicara dengan kefasihan,
keilmuan dan keagungan yang sedemikian menakjubkan, sehingga setiap orang
menjadi tercengang-cengang.
Ketika
Fransiskus diberitahu perihal peristiwa itu, dia memberi Antonius tugas
perutusan untuk berkhotbah di seluruh Italia. Atas permintaan para Saudara,
Antonius kemudian ditugaskan juga untuk mengajar teologi, “tetapi dengan cara
yang sedemikian”, St. Fransiskus dengan tegas menulis, “sehingga semangat
berdoa tidak dipadamkan, baik dalam dirimu sendiri, maupun dalam diri
saudara-saudara lain.”
St.
Antonius sendiri memberikan nilai yang lebih besar pada keselamatan jiwa-jiwa
daripada pada studi. Dengan alasan itulah dia tidak pernah berhenti
melaksanakan tugasnya sebagai pengkhotbah, di samping karyanya sebagai
pengajar. Jumlah para pendengarnya seringkali sedemikian besar sehingga tidak
ada gereja yang cukup luas untuk menampungnya; dan dia harus berkhotbah di
tempat terbuka. Dia dihiasi dengan mukjizat-mukjizat pentobatan yang sejati.
Orang-orang yang sudah bermusuhan sampai mati dapat dirujukkan kembali satu
sama lain. Pencuri-pencuri dan pemeras-pemeras memberikan kembali barang-barang
yang telah diperolehnya dengan tidak halal. Orang-orang pemfitnah dan pengumpat
menjadi saling minta maaf. Dia sedemikian bersemangat mempertahankan kebenaran
Iman Katolik, sehingga banyak orang-orang tersesat kembali masuk ke naungan
Gereja, sehingga Paus Gregorius IX menggelarinya “tabut perjanjian.”
Berkat-berkat
khotbah St. Antonius tidaklah terhalang oleh perbatasan Italia. St. Fransiskus
mengirim dia ke Perancis, di mana selama hampir tiga tahun (1225-1227) dia
berjerih payah dengan hasil-hasil yang melimpah baik di biara-biara maupun dari
mimbar. Dalam semua kerja kerasnya itu, dia tidak pernah melupakan nasehat dari
Bapa rohanianya, bahwa semangat doa tidak boleh dipadamkan. Bila dia
menghabiskan hari itu dengan pengajaran, dan dia mendengar pengakuan
orang-orang berdosa sampai jauh malam, maka kemudian dia menghabiskan
berjam-jam malam itu dalam kesatuan yang mesra dengan Tuhan.
Pada
suatu ketika, seorang bapa tempat Antonius menginap, memergoki santo itu dan
mendapatkan dia sedang membopong seorang anak kecil yang tampan sekali,
terselubungi dengan cahaya surgawi. Dia adalah Kanak-kanak Yesus.
Pada
1227, Antonius dipilih menjadi Minister Provinsial dari Italia Utara. Sesudah
itu dia mulai lagi karya khotbahnya. Karena terhisap oleh kerja keras dan laku
hidup matiraganya yang keras, segeralah dia merasa bahwa kekuatannya sedemikian
terkuras sehingga dia mempersiapkan diri menghadapi ajalnya. Setelah menerima
Sakramen Terakhir, dia tetap melihat ke atas dengan senyum kebahagiaan. Ketika
dia ditanya ada apa di atas sana, dia menjawab, “Aku melihat Tuhanku.” Lalu dia
pun menghembuskan nafasnya yang terakhir pada 13 Juni 1231, dan baru berumur 36
tahun saja. Serta merta anak-anak di jalanan kota Padua itu berteriak-teriak,
“Sang Santo telah meninggal. Antonius telah wafat.”
Tahun
berikutnya Paus Gregorius IX memasukkan Antonius di antara para Santo. Di Padua
sebuah basilika yang megah dibangun untuk menghormatinya. Relikwi kudusnya
dimakamkan di sana pada 1263. Sejak waktu kematiannya sampai hari ini, tak
terbilang jumlah mukjizat telah terjadi berkat pengantaraan St. Antonius,
sehingga dia terkenal dengan nama Pembuat Mukjizat. Pada 1946 dia juga
dinyatakan sebagai Doktor Gereja.
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!