Barangkali
perlu direnungkan situasi sosial yang sedang terjadi di negara kita akhir-akhir
ini. Hal yang paling mencolok adalah perebutan kekuasaan. Situasi politik yang
sedang memanas menimbulkan berbagai polemik. Politik telah mengeksploitasi
masyarakat dengan Isu SARA. Tampaknya
isu SARA dengan gampang dapat dijadikan menjadi senjata ampuh untuk
menghancurkan lawan. Tanpa disadari, penggunaan isu SARA sebagai senjata
politik secara tidak langsung akan memecah belah kesatuan bangsa. Selain itu,
bagi kita tidak asing lagi money politic:
calon beromba merebut suara dengan memberi bayaran terbesar. Tujuan yang hendak
dicapai adalah kemenangan. Dengan kemenangan seorang pemimpin menjadi
“penguasa”. Setelah berkuasa, mereka bertindak sesuka hati. Mereka tidak
menjadi pelayan, melainkan pemerintah yang menguntungkan diri sendiri dan
orang-orang yang dekat kepadanya.
Jika
kita renungkan sejenak, bagiamana mungkin seseorang ingin berkuasa namun
menggunakan cara yang tidak tepat? Apa sebenarnya yang dicari dari sebuah gelar
kepemimpinan? Inikah sebuah kepemimpinan
yang diharapkan oleh orang Kristen?
Dalam
bacaan Injil hari ini dikisahkan tentang penyaliban Yesus. Lukas menampilkan
sikap para pemimpin Yahudi dan prajurit yang mengejek, mengolok-olok dan
menghujat kerajaan Yesus. Dalam ejekan itu, mereka menyebut Yesus sebagai ‘yang
terpilih’ bukan sebagai raja Israel. Namun salah seorang penjahat yang ikut
tersalib mengakui bahwa keselamatan datang dari Dia yang tersalib. Ia meminta
untuk mengingat dia jika Yesus telah memulai kerajaan-Nya. Yesus menjanjikan
firdaus tempat keselamatan kepadanya. Pengakuan penjahat ini merupakan teladan
umat yang percaya pada-Nya. Allah tidak hanya menolong raja bangsa Yahudi,
tetapi dengan kematian-Nya Ia tertuju kepada semua orang.
Hari
ini kita merayakan Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Yesus Kristus adalah raja.
Bagaimana bentuk kerajaan yang ditawarkan oleh Yesus? Gelar Raja yang dikenakan
kepada Yesus bukan suatu jabatan, melainkan suatu tugas untuk pelayanan. Ini
adalah suatu terobosan baru pada masa Yesus. Banyak orang bertanya-tanya
mengapa Yesus melakukan hal demikian. Di sekitar kita, barangkali masih sering
kita jumpai bahwa orang yang diangkat menjadi pemimpin cenderung hanya
memerintah. Dari kursi, ia memerintah para anggotanya. Sementara di daerah
maju, orang yang diangkat menjadi pemimpin justru lebih aktif. Selain memberi
perhatian pada kariernya, mereka juga menyempatkan diri memperhatikan orang-orang
kecil (terpinggirkan). “Sebuah perkataan bisa saja terlupakan, namun perilaku
baik akan selalu dikenang.”
Banyak
tantangan yang kita hadapi untuk menghadirkan Kerajaan Kristus. Salah satu hal
yang membuat kita sering miris dan sedih
adalah adanya pemaksaaan kehendak. Biasanya umat berkeluh kesah “Pastor
Paroki kami hanya memerintah, tidak mau turun ke lapangan, tidak mengumat,
tidak ramah, asyik sendiri, marah-marahlah, dsg.” Sebagai umat beriman harus
juga disadari posisi sebagai raja. Sejak menerima sakrammen Baptis, umat
beriman memiliki tiga tugas yakni sebagai imam, nabi dan raja. Oleh kerena itu,
hendaknya tugas raja yang kita miliki digunakan untuk melayani sesama dan untuk
memuliakan Tuhan. Kita harus melahirkan kesadaran baru bahwa kepemimpinan
bukanlah suatu kekuasaan untuk memeras,
menindas, dan bertindak sesuka hati. Dengan kasih, doa, dan cara yang beradab kepemimpinan
hendaknya dilihat dalam teropong pelayanan. Kebenaran Yesus Kristus Raja kita,
yakni tidak kompromi dengan dosa dan tindakan-tindakan yang menghakimi sesama.
Kitab Suci mengajarkan kepada kita bahwa Tuhan
Yesus adalah Raja segala raja. Di sepanjang zaman, banyak orang dari segenap
penjuru dunia mencari Dia dan menyembah Dia. Kita harus menjadikan Dia sebagai
Raja yang mengontrol seluruh kehidupan kita. Kita harus menjadikan Dia sebagai
Raja untuk disembah. Marilah kita menyambut TUHAN YESUS RAJA SEMESTA ALAM. (Fr. Bonaventura Tamba OFM Cap)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas Partisipasi Anda!